Baiklah kalau begitu Mbah", jawab saya dengan lugas.
Saya dengan ditemani Mbah Renggo sudah hampir memasuki jembatan Puri, tapi tiba-tiba Mbah Renggo menepuk pundak saya untuk menghentikan sepeda motor.
Berhenti sebentar mas", katanya.
Kenapa Mbah", tanya saya penasaran.
Nanti kalau didepan sana ada kabut tebal dan angin sedikit kencang kemudian kamu melihat dan mendengar berbagai hal aneh, kamu abaikan saja ya, dan turuti kata-kata saya tersebut ya", kata Mbah Renggo dengan mimik muka yang serius.
Tanpa banyak kata dan bertanya lagi, langsung saya mengiyakan, dan memang saat kami berdua melintasi jembatan tiba-tiba entah dari mana datangnya, muncul kabut tebal, dan angin kencang dengan hawa dingin yang terasa hingga menusuk tulang, lalu terdengar suara aneh seperti suara cekikikan dan nampak kelebatan beberapa bayangan hitam.
Saya hampir teriak dan menghentikan sepeda motor, tapi saya teringat kata-kata Mbah Renggo untuk mengabaikannya, sambil terus berdoa kepada Tuhan saya terus maju.
Akhirnya lewat juga dari jembatan Puri, lepas dari kengerian yang membuat saya sampai bergidik dan merinding tidak karuan, memang mengherankan lepas dari jembatan Puri suasana berubah drastis suasana kembali terang, takada kabut dan normal sepeti suasana sore pada umumnya.
Singkat kata, kami sampai juga di desa Pareng, bisa jadi karena desa ini paling dekat dengan akses jalan menuju ke kota, makanya desa tersebut dinamai desa Pareng.
Setelah mengucapkan pamit kepada Mbah Renggo saya segera melanjutkan perjalanan pulang, sekarang kurang lebih hampir jam 4 sore berarti kurang lebih saya jam 9 malam sampai rumah.
Alhamdulillah, leganya, akhirnya saya tiba di rumah, selesai mandi saya berbaring ditempat tidur, dan mengingat peristiwa nyata yang saya alami tadi, termasuk peristiwa Nyai Puri yang rasanya kalau dinalar tidak masuk akal.