Sebelumnya pada Bagian pertama
Lebih lanjut lagi bagaimana cerita tentang Nyai Puri, begini cerita lengkap yang dituturkan Mbah Renggo Balapati dan beberapa warga desa, tentang hantu Nyai Puri Pramitasari yang kerap muncul di sekitar jembatan desa Manggah, sampai akhirnya membuat namanya disematkan juga pada jembatan desa.
Semenjak usia 5 tahun, Puri Pramitasari diasuh oleh kakeknya yang bernama Jantur Reksapati, sebab kedua orang tuanya memilih pergi dari desa dan sampai kini tak pernah lagi kembali ke desa.
Pertama kali yang pergi terlebih dahulu adalah ayahnya, disusul setahun kemudian giliran ibunya pergi meninggalkan desa.
Memang menyedihkan kalau melihat bagaimana latar belakang kehidupan Puri ini, karena dia harus hidup tanpa merasakan lagi belai kasih sayang ibu dan ayahnya.
Puri Pramitasari akhirnya terus bertumbuhkembang hingga dewasa dan sampai akhirnya Dia jadi seorang wanita muda dengan usia 22 tahun yang sangat berparas cantik jelita dan memiliki tubuh yang molek memikat.
Kelebihan fisik yang dimilikinya membuat kaum pria jadi sangat menyukainya. Tidak hanya anak-anak muda atau lajang, bahkan, pria beristri pun terpikat dengan kecantikan Puri.
Pesona fisiknya itulah yang pada akhirnya juga berperan mendudukkannya jadi Kades pada tahun 2000 silam, saat Puri memutuskan mengajukan diri jadi Kades.
Lalu berdasar kesepakatan para pejabat perangkat desa dan separuh lebih warga desa, disebabkan tidak adanya calon Kades lain yang maju mencalonkan diri, mungkin juga karena sungkan bersaing dengannya, maka akhirnya diputuskanlah Puri yang jadi Kades Manggah.
Pada waktu jadi Kades usia Puri sekitar 25 tahun, dan di desa Manggah hal tersebut memang jadi hal yang luar biasa, semuda itu tapi sudah jadi Kades.
(Tahun 2015 Puri meninggal, artinya Puri mampu bertahan hingga 15 tahun lamanya atau sampai dengan usia 40 tahun jadi Kades Manggah).
Sayangnya, kecantikan luar Puri tidak sejalan dengan perilaku dan kepribadiannya sehari-hari. Meski sudah jadi Kades, Puri justru jadi lebih berani menggoda para lelaki yang terpikat olehnya.
Hal inilah yang membuat para kaum hawa, yaitu para kaum istri dan wanita lajang yang tinggal di sekitar desa Manggah jadi cemburu dan iri hati, serta jadi semakin sangat membenci Puri, karena telah merusak rumah tangga mereka yang sudah berkeluarga dan merebut hati para pria lajang desa.
Tapi hal ini tak dipedulikan oleh Puri, dia tetap saja berperilaku buruk, demi hasrat tetap bisa mengeruk harta pria yang tergoda olehnya, termasuk agar dapat terus dihormati dan berkuasa, Puri terus menggoda para pria di desa Manggah, bahkan tak segan menjadikan para pria yang ditaklukannya menemani tidurnya.
Sadar jadi magnet yang memikat para pria di desanya, dan menyadari bahwa kecantikan fisiknya tidak mungkin bertahan selamanya, dengan alasan kalau sewaktu-waktu kaum pria di desa tidak akan lagi menyukai kecantikan paras dan kemolekan tubuhnya.
Puri kemudian memutuskan untuk menggunakan susuk pelet hitam (benda berilmu gaib), demi untuk mempertahankan kecantikannya dan kemolekan tubuhnya.
Susuk pelet hitam tersebut diperoleh dari kakeknya, Mbah Jantur Reksapati, yang ternyata juga merupakan kakak kandung Mbah Renggo Balapati, artinya juga Puri ternyata masih ada hubungan cucu dengan Mbah Renggo.
Setelah memakai berbagai susuk pelet hitam dibeberapa bagian tubuhnya, maka kecantikan dan kemolekan tubuh yang dimiliki Puri memang tetap bisa bertahan.
Kendati begitu, usia dan kesehatan bukan dia yang menentukan, karena pada tahun 2015, secara tiba-tiba Puri akhirnya jatuh sakit, bahkan pada perkembangannya sakitnya semakin parah, badannya semakin kurus dan berjalanpun harus di bantu dengan tongkat.
Dari diagnosis dokter yang sedang bertugas di desa, ternyata diduga kuat, Puri sedang menderita penyakit kanker ganas yang menggerogoti tubuhnya dari dalam, dan menyarankan agar Puri dirujuk ke rumah sakit.
Akan tetapi Puri menolaknya, dia menganggap itu hanya penyakit biasa yang nantinya bisa sembuh juga dengan sendirinya.
Sebenarnya juga Mbah Renggo pernah mengingatkan Kakaknya, yaitu Mbah Jantur, untuk menghentikan segala laku ritual pesugihan dan penggunaan susuk pada tubuh Puri.
Bahkan pernah mengingatkan langsung kepada Puri, agar sesegera mungkin susuk yang tertanam dalam tubuhnya tersebut dicabut demi kebaikan warga desa dan bagi keselamatan diri Puri sendiri.
Karena Mbah Renggo melihat gelagat kalau Puri tidak kuat, dan susuknya dapat berdampak berbahaya pada keselamatan nyawanya akibat terlalu banyak bersekutu dengan Jin yang bersemayan pada susuk tersebut.
Lewat berbulan-bulan sakit yang diderita Puri tak kunjung sembuh, Puri semakin stress, dan tubuhnya semakin habis, barulah dia menyadari dan menyatakan pada Kakeknya untuk mencabuti berbagai susuk yang ada tertanam di dalam tubuhnya.
Namun, tidaklah mudah mencabuti susuk-susuk tersebut, baru juga daerah kaki hingga pinggang yang dicabuti, Puri sudah kelojotan meraung kesakitan, padahal bagian lainnya dari pinggang ke atas hingga kepala belum berhasil dicabut, sehingga ritualnya dihentikan dahulu oleh Mbah Jantur.
Tak lama kemudian, karena susuk yang ada di tubuh Puri sebagian telah dicabut, perlahan-lahan tubuhnya berubah wujud, tubuh Puri langsung menua, keriput-keriput keluar dari kulitnya, begitu juga rambutnya yang beruban, sehingga tampak seperti wanita tua yang sudah berusia 60-an tahun.
Penyakit Puri semakin parah, tapi dia tetap tidak dapat disembuhkan karena susuk yang masih menempel ditubuhnya, bahkan kakeknya sendiri, Mbah Jantur justru pergi menghilang meninggalkannya tanpa jejak entah kemana.
Alhasil, jadi tidak ada satu pun orang yang mampu mengeluarkan susuk tersebut, termasuk Mbah Renggo yang juga kakeknya, sebab menurut Mbah Renggo yang masih diharapkan bisa mencabuti sisa susuk tersebut hanyalah kakak kandungnya tersebut.
Kondisi Puri semakin parah, hingga kulit dan daging tubuh bagian bawahnya itu sudah menghitam, membusuk dan mengeluarkan bau amis yang menyengat.
Dibeberapa bagian, bahkan sudah ditumbuhi belatung-belatung yang menggerogoti dagingnya, tampaknya akibat susuk yang tersisa membuat Puri masih bisa bertahan hidup.
Melihat apa yang dideritanya, Puri sungguh menyesal atas segala perbuatan yang telah dilakukannya. Dia ingin meminta maaf kepada wanita-wanita yang suaminya telah dirayu olehnya selama ini.
Tapi Sayang, tidak seorang pun dari mereka datang menjenguknya. Puri tidak bisa menebus kesalahannya, hingga akhirnya dengan sisa kekuatan yang ada, dibantu tongkatnya Puri berjalan tertatih-tatih, jatuh bangun hingga merangkak, menuju jembatan desa, dan berencana mengakhiri hidupnya sekaligus penderitaannya untuk terjun ke sungai.
Mbah Renggo dan beberapa warga sempat melihat Puri berjalan hingga jembatan desa, dan mengingatkan untuk mencegah rencananya untuk bunuh diri, tapi tidak digubris oleh Puri.
Sesaat Puri hendak terjun, terjadi peristiwa aneh, tiba-tiba tubuh kurus nyaris membusuk Puri bergetar hebat, seperti ada yang ingin berontak keluar dari tubuhnya, Puri melolong kesakitan sambil memegang kepalanya.
Lalu tiba-tiba, Blarrr, kepala Puri meledak, suaranya cukup keras untuk ukuran pendengaran normal manusia, sehingga warga sampai ada yang terpelanting saking terkejutnya mendengar suara ledakan dan melihat meledaknya kepala Puri.
Puri akhirnya meregang nyawa dengan amat tragis, Mbah Renggo yang tak tega melihat peristiwa yang terjadi pada cucunya tersebut, segera menindak lanjutinya dan memohon kepada warga agar rela dan ikhlas hati membantunya menangani jenazah Puri, akhirnya warga desa bersedia membantu.
Setelah selesai prosesi perawatan jenazah, terjadi perdebatan, karena hampir semua warga desa menolak jenazah Puri dimakamkan di kompleks pemakaman desa.
Sehingga Mbah Renggo akhirnya memutuskan, untuk memakamkan Puri di sebuah kebun milik Renggo yang tempatnya terpencil di seberang sungai desa.
Saat prosesi menandu jenazah, jelang menyeberangi jembatan terjadi peristiwa mistis, bahkan warga yang mengusung tandu sampai ketakutan, jenazah Puri yang tanpa kepala tersebut tiba-tiba bergetar hebat, lalu terbangun dengan sendirinya.
Mengetahui adanya kejadian ini, warga semakin panik, tapi Mbah Renggo terus berupaya menenangkan warga, sambil membaca mantra-mantra, akhirnya jenazah Puri terbaring kembali, tapi jenazah Puri tetap bergetar hebat.
Sejurus kemudian Mbah Renggo meminta warga yang menandu jenazah agar segera bergegas menandu jenazah sampai ke kebun milik Renggo.
Namun keadaan semakin menegangkan ketika rombongan penandu jenazah Puri sampai di pertengahan jembatan, tepat di mana Puri meregang nyawa, tiba-tiba jenazah Puri melenting cukup tinggi ke udara, lalu jatuh dengan deras terjun ke sungai kemudian hilang ditelan air sungai yang tiba-tiba berpusar menenggelamkan jenazah Puri.
Rombongan warga desa yang menandu Jenazah, langsung ketakutan, bubar berhamburan, dan lari terbirit-birit kembali ke rumah masing-masing.
Tinggallah Mbah Renggo sendiri menatap sungai, dengan tatapan sedih dan prihatin, lalu sejurus kemudian beranjak pergi, sambil menyeret keranda yang tadi digunakan untuk menandu jenazah Puri.
Sejak itulah, hantu Nyai Puri sering terlihat gentayangan di sekitar tempat jembatan yang tersemat namanya tersebut, bahkan sering mengetuk pintu-pintu rumah warga.
Hantu Nyai Puri lebih sering mengetuk pintu rumah warga yang pernah diajak tidur dengannya, pernah ada yang membukakan pintu, tapi ketika pintu itu dibuka, yang tampak hanyalah penampakan tubuh melayang mengerikan bersimbah darah tanpa kepala.
Beberapa warga yang memang pernah memiliki hubungan dekat dengan Nyai Puri sampai ada yang menderita sakit hilang ingatan, karena terus diteror oleh arwah penasaran Nyai Puri Pramitasari.
Bahkan hingga sekarang hantu Nyai Puri masih saja sering menampakan diri tidak hanya di jembatan desa saja, tapi bergentayangan ke penjuru desa Manggah.
Ya, begitulah detil lengkap cerita tentang kisah kehidupan Kades Manggah, Puri Pramitasari yang berakhir dengan kematian tragis dan mengenaskan, sekaligus menjawab penasaran saya terkait berita yang pernah saya dengar tentang Kades cantik yang tewas dengan kepala meledak, yang diduga gara-gara susuk pesugihan.
Ya, Manusia diciptakan agar selalu bertaqwa dan bersyukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, dan tidak menyekutukan-Nya dengan berbuat syirik.
Tindakan memasang susuk dengan alasan terlihat cantik dan molek yang dilakukan Puri adalah termasuk rasa tidak puas akan karunia Tuhan.
Selain itu ketika Puri memakai susuk dengan mantra-mantra, atau perantara makhluk lain, ternyata menyebabkan kerusakan pada raga dan jiwanya, akibat persekutuannya dengan jin atau setan.
Jika Puri melakukan itu karena merasa kurang cantik dan kurang atas pemberian atau karunia Tuhan atas fisik dan tubuhnya, jelas Puri mengingkari nikmat Tuhan.
Dan ini adalah bagian dari dosa besar, syirik karena menyekutukan Tuhan. Menghipnotis orang lain dengan tipu daya susuk agar orang terperdaya aura atau khasiat susuk tersebut.
Jadi, disinilah kiranya agar jangan pernah melakukan hal-hal yang malah menyesatkan diri untuk jauh dari rasa bersyukur kepada Tuhan. Terlebih bersekutu dengan Jin dan setan. Naudzubillah min dzalik.
***
Tak terasa waktu sudah menjelang sore, saya melihat jam ditangan bahwa waktu sudah menunjukan hampir pukul 15, saya juga sudah selesai mendapat informasi yang ingin saya gali, dan tiba waktunya untuk pulang.
Saya akhirnya pamit kepada Mbah Renggo dan beberapa warga, tapi sejurus hendak pergi melangkah pulang, saya agak sedikit terhenti dan duduk lagi sejenak.
Jujur saya masih bergidik dengan detil cerita tentang Nyai Puri yang diceritakan Mbah Renggo dan warga, sehingga membuat pikiran saya jadi tersugesti rasa kengerian, karena saya pasti harus melintasi jembatan Puri.
Haduh, bagaimana ini, apa saya minta tolong ditemani dulu ya sampai seberang jembatan, baru saja saya akan beranjak ternyata dihadapan saya sudah ada Mbah Renggo, cukup terkejut saya dibuatnya karena muncul tiba-tiba.
"Kamu pasti memikirkan cerita tadi kan", tanya Mbah Renggo kepada saya.
"Iya, Mbah" jawab saya.
Ya sudah, kamu saya temani saja sampai daerah desa Pareng sana", tutur Mbah Renggo.
Nggak apa-apa kah ini Mbah, kan desa Pareng jauh dari sini Mbah, terus bagaimana nanti pulangnya Mbah", tanya saya lagi.
Saya nanti akan bermalam dulu di desa Pareng, kebetulan juga ada muridku di sana", jawab Mbah Renggo sekaligus melegakan saya.
Baiklah kalau begitu Mbah", jawab saya dengan lugas.
Saya dengan ditemani Mbah Renggo sudah hampir memasuki jembatan Puri, tapi tiba-tiba Mbah Renggo menepuk pundak saya untuk menghentikan sepeda motor.
Berhenti sebentar mas", katanya.
Kenapa Mbah", tanya saya penasaran.
Nanti kalau didepan sana ada kabut tebal dan angin sedikit kencang kemudian kamu melihat dan mendengar berbagai hal aneh, kamu abaikan saja ya, dan turuti kata-kata saya tersebut ya", kata Mbah Renggo dengan mimik muka yang serius.
Tanpa banyak kata dan bertanya lagi, langsung saya mengiyakan, dan memang saat kami berdua melintasi jembatan tiba-tiba entah dari mana datangnya, muncul kabut tebal, dan angin kencang dengan hawa dingin yang terasa hingga menusuk tulang, lalu terdengar suara aneh seperti suara cekikikan dan nampak kelebatan beberapa bayangan hitam.
Saya hampir teriak dan menghentikan sepeda motor, tapi saya teringat kata-kata Mbah Renggo untuk mengabaikannya, sambil terus berdoa kepada Tuhan saya terus maju.
Akhirnya lewat juga dari jembatan Puri, lepas dari kengerian yang membuat saya sampai bergidik dan merinding tidak karuan, memang mengherankan lepas dari jembatan Puri suasana berubah drastis suasana kembali terang, takada kabut dan normal sepeti suasana sore pada umumnya.
Singkat kata, kami sampai juga di desa Pareng, bisa jadi karena desa ini paling dekat dengan akses jalan menuju ke kota, makanya desa tersebut dinamai desa Pareng.
Setelah mengucapkan pamit kepada Mbah Renggo saya segera melanjutkan perjalanan pulang, sekarang kurang lebih hampir jam 4 sore berarti kurang lebih saya jam 9 malam sampai rumah.
Alhamdulillah, leganya, akhirnya saya tiba di rumah, selesai mandi saya berbaring ditempat tidur, dan mengingat peristiwa nyata yang saya alami tadi, termasuk peristiwa Nyai Puri yang rasanya kalau dinalar tidak masuk akal.
Tapi, ya sudahlah, memang seperti itu adanya, bahwa memang ada entitas di luar kemampuan indrawi dan hal ini justru membuat saya mawas diri untuk selalu bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa.
Selesai.
NB; Tempat dan nama hanyalah fiksi belaka.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H