"Di pantai?"
"Ya."
"Tentu saja. Itu tempat yang sangat istimewa, bukan?"
Pernyataan Prayaga seakan-akan menyeretku ke dalam kenangan ikatan janji suci kami dulu, yang juga dilakukan di pinggir pantai. Namun, mengingat hal itu membuatku sesak karena akhirnya hubungan kami malah tidak bisa dipertahankan.
Dia menatapku dengan hangat sehingga aku dibuatnya merasa bersalah karena keputusankulah yang menginginkan kami berpisah. Namun, sesuatu dari perasaanku ini justru ingin mengetahui kehidupannya lebih jauh, sepeninggalanku. Â Â
"Kamu sudah menikah lagikah?"
Meski tampak bingung, dia mengangguk. Oh, aku memejamkan mata sejenak dan mengembuskan napas.
"Dan aku tahu siapa dia?"
"Tidak, tidak sama sekali. Dia perempuan pengembara, sama sepertiku."
"Dia pasti sangat jatuh cinta kepadamu."
"Nah, itulah yang dia katakan."