Mohon tunggu...
Shirley
Shirley Mohon Tunggu... Lainnya - Berpengalaman sebagai Apoteker di sebuah rumah sakit

Saya menyukai alam, musik, dan sejarah dunia. "Bacaan yang baik menyehatkan pikiran sebagaimana olahraga yang tepat menyehatkan raga."

Selanjutnya

Tutup

Healthy Artikel Utama

Sulit Tidur Bisa Waham dan Halusinasi?

4 Desember 2024   01:49 Diperbarui: 4 Desember 2024   06:13 1293
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi halusinasi pendengaran (Foto:Psychiatryadvisor.com)

Heboh remaja usia 14 tahun membunuh ayah dan neneknya pada Sabtu, 30 November 2024, pada waktu 01.00 dini hari. Ibunya sendiri mengalami luka tusuk dan berhasil menyelamatkan diri. 

Setelah tiga hari setelah kejadian, yang bersangkutan masih lupa-lupa ingat karena masih tertekan secara psikologis menghadapi kejadian tersebut. Walaupun telah ditetapkan menjadi tersangka, namun ia tidak ditahan karena statusnya masih anak di bawah umur. Sesuai Undang-undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Anak, ia dititipkan di 'rumah aman' di bawah Badan Pemasyarakatan Kementrian Sosial (Bapas Kemensos).

Polisi telah memeriksa ponselnya untuk mendapatkan petunjuk motif pembunuhan, namun tidak ditemukan satu pun hal yang mencurigakan. Fakta lainnya di kesehariannya, ia adalah anak yang penurut dan santun, jarang bermain game online, senang melukis, dan senang mendengar lagu di YouTube. Pihak sekolah juga mengatakan kalau remaja tersebut adalah sosok yang baik, ramah, dan juga pintar. 

Satu-satunya petunjuk adalah pengakuan sang remaja yang mengatakan bahwa ia tidak bisa tidur dan mendapat 'bisikan meresahkan'. "Interogasi awalnya dia merasa dia tidak bisa tidur, terus ada hal-hal yang membisiki dia, meresahkan dia," ujar Kasat Reskrim Polres Metro Jaksel AKBP Gogo Galesung, dilansir dari DetikNews. Ia mengakui kesalahannya dan berulang kali menyatakan penyesalan kepada polisi.

Bila pengakuannya tersebut benar, maka diduga secara medis, remaja tersebut mengalami suatu kondisi yang disebut dengan psikosis. Tentunya kita tidak dapat memastikan hal ini sebelum ada keterangan resmi dari dokter. 

Namun dari kasus ini kita perlu memperhatikan apakah memang ada beberapa gejala awal yang perlu diwaspadai sebelum terjadinya halusinasi seperti bisikan-bisikan tertentu. Apakah "tidak bisa tidur" adalah informasi yang penting yang berkaitan dengan pikiran dan tindakan seseorang? Tidak bisa tidur seperti apa yang patut kita waspadai? 

Psikosis, delusi, dan halusinasi

Psikosis adalah kondisi yang membuat seseorang tidak dapat membedakan antara imajinasi dan kenyataan. 

Psikosis sering kali dikaitkan dengan gangguan kejiwaan seperti skizofrenia dan bipolar. Kedua gangguan mental berat ini mempengaruhi pikiran, emosi, dan tingkah laku penderitanya. Bila seseorang mengalami psikosis selama lebih dari enam bulan berturut-turut maka salah satu diagnosisnya adalah skizofrenia. 

Gejala psikosis perlu diketahui dan ditangani sejak dini sehingga tidak berkembang menjadi skizofrenia. 

Psikosis yang tidak segera ditangani dapat membuat penderitanya melakukan hal yang ceroboh dan berbahaya, baik bagi dirinya maupun orang lain, misalnya menuruti bisikan yang ia rasa didengarnya. 

Sebagai orang awam, kita perlu memahami psikosis ini sehingga juga tidak sembarangan berkomentar atas kondisi seseorang. 

Gejala utama psikosis adalah munculnya delusi (waham) dan halusinasi, yang dapat semakin meningkat seiring dengan berjalannya waktu, bila tidak ditangani. Keduanya sering dianggap sama, walaupun sebenarnya berbeda.

Baik delusi (waham) maupun halusinasi membuat seseorang tidak bisa membedakan antara imajinasi dan kenyataan. Perbedaan delusi dan halusinasi dapat dilihat dari gejalanya. 

Pada delusi, orang memiliki keyakinan kuat akan suatu hal yang bertentangan dengan fakta dan keyakinannya tersebut tidak bisa diubah walau sudah disajikan dengan fakta-fakta. Berbagai variasi delusi (waham), antara lain:

  • Grandios, yaitu delusi yang membuat penderitanya memiliki harga diri yang tinggi. Penderita merasa adalah orang berpengaruh, berbakat, dan sangat dibutuhkan oleh orang lain.
  • Erotomania, yaitu delusi yang menyebabkan penderitanya berkeyakinan kuat ada seseorang sedang jatuh cinta padanya. Delusi ini biasanya disertai perilaku obsesif, menguntit, hingga mengganggu privasi seseorang.
  • Persekutori, yaitu delusi yang menyebabkan penderitanya merasa diperlakukan tidak adil atau merasa ada orang lain yang ingin mencelakainya.
  • Cemburu (jealous), yaitu delusi yang membuat seseorang merasa pasangannya bersikap tidak setia.
  • Somatik, yaitu delusi yang membuat seseorang merasa sedang menderita penyakit tertentu atau memiliki cacat fisik.
  • Bizarre, yaitu delusi yang membuat seseorang meyakini hal-hal tidak masuk akal, misalnya bisa tembus pandang, dll.
  • Campuran, yaitu mengalami beberapa jenis gangguan delusi sekaligus, tanpa ada yang dominan.    

Jenis-jenis delusi (Foto: IG psychologsmagazine)
Jenis-jenis delusi (Foto: IG psychologsmagazine)
Sedangkan halusinasi adalah gangguan persepsi yang mempengaruhi indra sehingga penderita seakan mendengar, mencium, merasa, atau melihat sesuatu yang sebenarnya tidak ada. Berdasarkan indra yang terdampak, jenis-jenis halusinasi antara lain:
  • Halusinasi visual, yaitu halusinasi yang membuat penderita melihat objek atau orang yang sebenarnya tidak ada.
  • Halusinasi penciuman, yaitu halusinasi yang membuat penderita mencium aroma tertentu, baik sedap maupun tidak sedap, pada diri sendiri, orang lain, atau objek tertentu yang sebenarnya aroma tersebut tidak ada.
  • Halusinasi pendengaran, yaitu halusinasi yang membuat penderita mendengar bisikan ataupun bunyi lain yang sebenarnya tidak ada misalnya langkah kaki. Halusinasi jenis ini yang paling umum terjadi. 
  • Halusinasi pengecapan, yaitu halusinasi yang membuat penderita mengecap sesuatu di lidah yang sebenarnya tidak ada. Jenis ini dapat dialami oleh penderita epilepsi.
  • Halusinasi taktil, yaitu halusinasi yang membuat penderita merasakan adanya sensasi seperti sentuhan, seperti digigit serangga atau disentuh orang.

Ilustrasi halusinasi pendengaran (Foto:Psychiatryadvisor.com)
Ilustrasi halusinasi pendengaran (Foto:Psychiatryadvisor.com)
Walaupun belum dapat dipastikan, secara umum delusi diduga dipicu oleh faktor-faktor berikut: 
  • Genetika (riwayat keluarga) 
  • Gangguan atau cedera pada otak yaitu pada lobus frontal yang mengelola proses berpikir dan lobus parietal yang mengelola persepsi
  • Gangguan dari lingkungan seperti stres berlebih; kejadian traumatis yang mengganggu jiwa seperti pelecehan seksual, kekerasan dalam rumah tangga, kehilangan orang terdekat, perasaan terisolasi karena diskriminasi; penyalahgunaan NAPZA (narkotika, psikotropika, dan zat adiktif)
  • Kecanduan alkohol. 

Sedangkan faktor pemicu halusinasi diduga antara lain:

  • Gangguan mental seperti skizofrenia, paranoid, demensia, bipolar, gangguan personaliti borderline, dan depresi berat. 
  • Penyalahgunaan obat golongan tertentu yang dapat menyebabkan halusinasi atau efek samping obat-obat tertentu. Hal ini dapat terjadi karena penggunaan jangka panjang. 
  • Konsumsi alkohol secara berlebihan
  • Kondisi medis tertentu yang mempengaruhi kerja otak seperti kondisi demam tinggi, migrain, epilepsi, Parkinson, gagal ginjal, gagal hati, HIV/AIDS, hingga kanker stadium lanjut.
  • Kurang tidur dalam jangka waktu panjang meningkatkan resiko seseorang mengalami halusinasi.

Selain delusi dan halusinasi, terdapat gejala lain yang juga dapat menyertai psikosis seperti gangguan suasana hati (mood swing), gangguan dalam interaksi sosial, tidak bersemangat, nafsu makan turun, linglung, gangguan tidur, cemas atau gelisah, sulit konsentrasi, dan keinginan untuk menyakiti diri sendiri (self harm).

Delusi dan halusinasi harus serius mendapatkan penanganan sejak dini sehingga tidak memburuk. Biasanya butuh terapi awal dengan obat-obatan yang dapat membantu menyeimbangkan neurotransmitter atau senyawa kimia di otak seperti dopamin dan serotonin. Obat yang diberikan dapat berupa antidepresan, antipsikotik, atau kombinasi keduanya. 

Pembedahan mungkin dapat dilakukan bila penyebabnya adalah adanya massa tertentu di otak. 

Selanjutnya penderita disarankan menjalani psikoterapi (terapi psikologis). Psikoterapi berguna untuk mengurangi rasa cemas, membantu penderita bisa menerima dan lebih mengerti kondisinya, dan dapat mengubah pola pikir dan perilaku pasien. 

Psikoterapi yang umum dilakukan adalah terapi perilaku kognitif, terapi keluarga, terapi peningkatan kognitif, terapi grup, dan perawatan khusus terkoordinasi dengan kombinasi beberapa metode. 

Diagnosis psikosis maupun diagnosis gangguan mental lainnya tentunya tidak bisa dilakukan sendiri. Tenaga kesehatan khusus yaitu psikolog dan psikiater yang mempunyai kompetensi untuk menegakkan diagnosa ini. 

Psikosis sulit dicegah

Setelah mengetahui psikosis dan faktor pemicunya, kita paham bahwa psikosis adalah kondisi yang cenderung sulit dicegah. Namun kita dapat meminimalkan risiko terjadinya.

Kita menjadi paham bahwa mengobati beberapa penyakit sejak dini dapat mengurangi risiko terjadinya psikosis. Hindari kecanduan alkohol, tidak menyalahgunakan NAPZA adalah hal lain yang perlu kita perhatikan.

Untuk kesehatan mental penting untuk mengelola stres, berbagi cerita dengan orang yang bisa dipercaya, mempunyai hobi, dan istirahat atau tidur yang cukup. 

Kita tentunya berharap sang anak dengan kisah tragedi di atas dapat memperoleh penanganan yang baik dan pemeriksaan yang tepat. Apakah faktor sulit tidurnya berkaitan dengan bisikan (halusinasi suara) dan delusi yang dialami? Bila iya, sudah berapa lama yang bersangkutan mengalami kesulitan tidur? Apakah faktor-faktor yang membuatnya sulit tidur?

Tidur mencegah psikosis dan gangguan mental lainnya

Sejak awal adanya literatur terkait kesehatan jiwa, tidur yang tidak normal (abnormal) telah diamati terjadi pada pasien dengan gangguan psikis / jiwa. Salah satu gangguan tidur yang paling umum dilaporkan pada pasien dengan psikosis kronis (chronic psychosis/CP) adalah insomnia. 

Insomnia juga sering kali dikaitkan dengan kekambuhan berikutnya. Perubahan pada tidur seseorang sering kali menjadi tanda yang mendahului episode psikotik pada gejala psikosis awal (early psychosis/EP). 

Bila ada gangguan tidur, maka hal ini adalah salah satu gejala yang harus diwaspadai karena menjadi petunjuk penting bagi penderita maupun keluarga untuk memperkirakan terjadinya perubahan ke kondisi psikosis pada remaja yang dikategorikan ke dalam kelompok dengan resiko klinis tinggi mengalami psikosis (clinical high risk for psychosis/CHR-P). 

Oleh karena itu, tidur yang abnormal tidak hanya menjadi gejala psikosis namun juga mempengaruhi perkembangan, manifestasi, dan keberulangan psikosis itu sendiri. 

Prevalensi gangguan tidur, yang biasanya dinilai dengan kuesioner yang dilaporkan sendiri (misalnya Pittsburg Sleep Quality Index/PSQI), adalah lebih kurang 25 persen pada populasi umum. 

Pada individu dengan psikosis, beberapa penelitian melaporkan persentase prevalensi gangguan tidur yang lebih tinggi yaitu 21 hingga 100 persen. 

Dilansir dari JAMA Psychiatry, sebuah tinjauan sistematis dan metaanalisis yang melibatkan 5135 orang pasien dari 21 penelitian, menunjukkan prevalensi gangguan tidur adalah 50 persen. Tinjauan ini juga menunjukkan gangguan tidur adalah gejala umum di sepanjang perjalanan psikosis pasien. Pada setiap tahap psikosis, terjadi abnormalitas tidur yang sama maupun berbeda dalam hal kualitas maupun kerangkanya. 

Dari hasil penelitian yang penting ini, diketahui tidur haruslah menjadi target terapi utama  dan tidur harus menjadi domain penelitian mulai dari keadaan seseorang yang beresiko psikosis hingga tahap awal psikosis dan psikosis kronis. 

Tidur dan kesehatan mental

Istilah kurang tidur artinya waktu tidur yang kurang dari yang dibutuhkan. Kebutuhan waktu tidur ini berbeda-beda, tergantung usia. 

Berdasarkan penelitian National Sleep Foundation, orang dewasa rata-rata membutuhkan waktu tidur sehari 7-9 jam pada malam hari dan anak remaja membutuhkan waktu tidur yang lebih panjang yaitu 8-11 jam.  

Balita dan anak prasekolah (3-5 tahun) butuh waktu tidur lebih banyak lagi yaitu 10-13 jam. Batita 1-2 tahun perlu tidur 11-14 jam, bayi 4-11 bulan butuh waktu tidur 12-15 jam, dan bayi baru lahir (0-3 bulan) butuh tidur selama 14-17 jam. 

Dilansir dari situs pusat terapi Montare Behavioral Health, peneliti tidur di Sleep and Circadian Neuroscience Institute dan Universitas Oxford menemukan gangguan tidur adalah faktor pemicu paranoia, halusinasi, depresi, dan masalah kesehatan mental lainnya. 

Dahulu insomnia disebut sebagai salah satu gejala depresi, namun sekarang insomnia lebih dipandang sebagai penyebab depresi dan gangguan mental lainnya. Ada kaitan erat antara tidur dan kesehatan mental. Kurang tidur mempengaruhi kesehatan mental dan kesehatan mental juga mempengaruhi kualitas tidur. 

Ahli ilmu tidur membedakan insomnia dengan kurang tidur (sleep deprivation). Pada insomnia, penderita sulit untuk tertidur walaupun mereka punya cukup banyak waktu untuk tidur. Sedangkan pada sleep deprivation, penderita tidak mempunyai waktu yang cukup untuk tidur yang dapat disebabkan karena kebiasaan, pilihan, atau akibat tuntutan pekerjaan sehari-hari. 

Pada sleep deprivation, penderita dapat mengejar kekurangan waktu tidur misalnya di akhir minggu. Sedangkan penderita insomnia tetap tidak bisa tidur walaupun mereka memiliki waktu dan kesempatan yang cukup. 

Kurang tidur dapat menyebabkan kecemasan. Kecemasan sendiri menyebabkan sulit tidur, sehingga hal ini menjadi lingkaran setan. 

Dalam jangka panjang, kurang tidur mempengaruhi konsentrasi dan emosi sehingga berdampak pada fokus dan pengambilan keputusan. Kurang tidur membuat seseorang memiliki energi yang lebih rendah untuk berinteraksi dengan orang lain. Penelitian melihat ada kaitan secara genetik yang membuat orang-orang tertentu cenderung mengalami gejala-gejala di atas akibat kurang tidur daripada individu lainnya. 

Kita sebaiknya mengenali diri kita sendiri ataupun anak-anak kita apakah punya kecenderungan muncul gejala-gejala yang mengganggu akibat kurang tidur. 

Berapa hari kurang tidur sebelum terjadi psikosis?

Penelitian menunjukkan gejala psikosis berkembang seiring dengan bertambahnya waktu seseorang tidak tidur. 

Durasi waktu kurang tidur yang memicu gejala psikosis berbeda-beda pada setiap orang. Penelitian menyarankan ambang batas kritis lama waktu kurang tidur ini adalah 3 hingga 4 hari. 

Tidur berperan penting dalam menjaga keseimbangan proses kognitif (berpikir) kita. Kekurangan tidur terus menerus akan mengganggu keseimbangan yang rumit dari neurotransmiter otak dan hormon-hormon yang meregulasi fungsi kognitif dan mood (suasana hati).

Kurang tidur meningkatkan hormon stres seperti kortisol yang berdampak pada aktivitas otak dan keterhubungan persarafan. Ketidakseimbangan neurotransmiter seperti dopamin dan serotonin berkontribusi pada perkembangan gejala-gejala psikotik.

Ada 5 tahap kurang tidur yaitu:

  • Tahap I : Gejala awal berupa rasa lelah yang disertai dengan lekas marah derajat ringan dan sulit berkonsentrasi. Biasanya muncul setelah kurang tidur selama satu malam.
  • Tahap II: Gangguan kognitif (dalam hal kemampuan mengingat dan membuat keputusan) dan emosi tidak stabil. Emosi yang tidak stabil semakin jelas terlihat, di mana dapat terjadi mood swing (suasana hati naik turun) dan semakin sensitif. 
  • Tahap III: Halusinasi dan delusi. 
  • Tahap IV: Gangguan emosi yang parah dan ketegangan secara fisik. Gejalanya kecemasan semakin meningkat, agitasi, dan rasa putus asa yang jelas terlihat. Gangguan fisik semakin jelas, seperti rasa lelah yang berkepanjangan, sakit kepala, dan imun tubuh yang melemah sehingga rentan sakit. 
  • Tahap V: Gejala psikotik dan gangguan kognitif. Tahap kritis ini ditandai dengan munculnya gejala-gejala psikotik parah seperti paranoia yang kuat, disorientasi parah, dan tidak mampu membedakan lagi realita dan halusinasi. Fungsi kognitif sedemikian parah terganggu pada taraf ini sehingga proses berpikir menjadi kacau dan tidak mampu berkomunikasi secara rasional. 

Kurang tidur sendiri tidak dianggap sebagai penyakit mental. Namun kurang tidur digolongkan sebagai gejala yang biasanya menyertai psikosis dan hampir semua jenis penyakit mental. Orang-orang dengan gangguan psikologis hampir selalu melaporkan diri mereka tidak tidur dengan baik.  

Kurang tidur kronis yaitu yang berlangsung selama 3 bulan atau lebih perlu diwaspadai sebagai pemicu berbagai gangguan mental. 

Memang kejadian psikosis karena kurang tidur ini relatif jarang pada populasi secara umum, namun hal ini umum ditemui pada individu-individu yang bekerja di bidang dengan tekanan stres yang tinggi, kelompok yang mengalami gangguan tidur namun tidak diobati, dan mereka yang mengalami perubahan hidup secara drastis yang mengubah pola tidur mereka yang biasanya. 

Jadi kita perlu mewaspadai beberapa kondisi yang mendasari diri kita ataupun anggota keluarga kita kurang tidur sehingga beresiko menyebabkan psikosis, antara lain:

  • Siklus tidur dan bangun alami yang terganggu terus menerus. Hal ini dapat disebabkan karena jadwal pekerjaan yang tidak menentu, jet lag, atau faktor lingkungan seperti kebisingan, cahaya yang terang, kasur atau bantal yang tidak nyaman, kamar yang panas. 
  • Gangguan mental yang sudah ada pada seseorang, seperti gangguan bipolar, depresi, atau skizofrenia, akan secara otomatis membuat seseorang lebih rentan mengalami psikosis.
  • Stres yang berlebih dan berkepanjangan, baik berasal dari pekerjaan, akademik, ataupun krisis identitas pribadi, dapat memicu ketidakseimbangan hormonal dan fluktuasi neurotransmiter otak. 
  • Penyalahgunaan alkohol dan obat-obatan tertentu. 
  • Gaya hidup yang kurang bergerak, pola makan yang tidak teratur, kebiasaan konsumsi kafein sebelum tidur, waktu melihat layar yang berlebihan, dapat mengganggu irama sirkadian yang menyebabkan kurang tidur kronis dan menjadi awal yang potensial untuk psikosis.
  • Kondisi kesehatan tertentu seperti nyeri kronis, gangguan pernafasan seperti asma dan sleep apnea, dan kondisi ketidakseimbangan hormon seperti pada disfungsi tiroid dan gangguan hormonal lainnya dapat berdampak pada kualitas dan durasi tidur.  

Durasi psikosis akibat kurang tidur (sleep deprivation) tentunya bervariasi, tergantung pada kondisi seseorang, sudah berapa lama kekurangan waktu tidur, dan faktor-faktor lain yang mendasari. 

Dalam banyak kasus, dengan istirahat yang cukup dan terapi yang tepat, gejala psikosis dapat hilang dalam beberapa hari atau minggu. 

Tidur yang lebih baik mencegah psikosis

Bila hendak memperbaiki kualitas tidur, Anda dapat mencoba beberapa tips di bawah ini. Pilihlah yang dirasa sesuai dengan kondisi Anda. Bila suatu tips dirasa tidak bekerja, jangan memaksakan diri, atau Anda dapat mencobanya di lain waktu. 

Beberapa tips untuk kualitas tidur yang lebih baik, antara lain: 

1. Bangun rutinitas tidur secara konsisten

Membiasakan rutinitas tidur pada waktu tertentu adalah hal yang baik. Tentukan waktu tidur dan bangun untuk meregulasi jam internal tubuh kita. 

Ayo usahakan untuk tidur dan bangun pada kisaran waktu tertentu setiap hari. Gunakan alarm untuk mengingatkan Anda atau keluarga Anda. 

Anda juga dapat menerapkan kebiasaan naik ke tempat tidur hanya bila sudah mau tidur saja dan bangun pada jam yang sama setiap hari. 

2. Relaksasi badan dan pikiran sebelum tidur

Keadaan tubuh dan pikiran yang relaks dapat membantu untuk tidur dan juga tidur yang berkualitas. Ciptakan rutinitas sebelum tidur yang sesuai dengan kondisi Anda. Beberapa hal ini dapat dicoba:

  • mandi air hangat sebelum hendak tidur
  • mendengarkan musik yang ringan
  • membaca buku , - bukan menonton film, bermain game, atau menonton internet. Jangan melihat atau membaca hal-hal yang menegangkan. 
  • melakukan latihan yang sifatnya merelaksasi badan, misalnya nafas yang dalam, meditasi, atau yoga yang mengurangi stres dan meningkatkan kualitas tidur.

3. Menciptakan kondisi lingkungan tidur yang lebih kondusif

Tidurlah dengan keadaan yang gelap, tanpa suara, dan udara yang sejuk (tidak panas ataupun terlalu dingin). 

Gunakan penutup jendela yang mampu menghalangi sinar terang masuk ke dalam kamar.

Namun bila Anda sulit tidur dalam kondisi gelap sama sekali, cobalah gunakan lampu tidur yang tidak terlalu terang. Tidak disarankan tidur dengan lampu yang menyala terang. 

Bila kesunyian membuat sulit tidur, cobalah dengan mendengar musik yang ringan, suara alam, atau mendengar siniar atau radio dengan volume rendah. 

Kasur atau bantal yang nyaman adalah salah satu investasi yang baik untuk kesehatan kita, baik fisik maupun mental. 

4. Batasi konsumsi bahan-bahan stimulan dan screen time 

Kurangi atau lebih baik lagi eliminasi konsumsi stimulan seperti kafein dan nikotin, khususnya pada jam-jam menjelang hendak tidur. 

Cobalah meminimalkan waktu melihat internet atau layar kaca satu hingga dua jam sebelum tidur. 

Gunakan filter sinar biru, mode malam 'night mode' atau 'dark mode' pada layar telepon genggam. Sinar biru dari layar elektronik seperti tablet dan komputer diketahui dapat mempengaruhi siklus alami tubuh untuk bangun dan tidur. 

Gunakan mode jangan ganggu atau 'do not disturb'atau 'silent' atau 'airplane' sehingga tidur Anda tidak terganggu oleh bunyi-bunyi dari telepon genggam. 

5. Menjaga kesehatan sehari-hari

Berolah raga ringan secara teratur pada pagi atau siang hari, memakan makanan yang sehat (hindari kafein dan makanan dengan gula tinggi), sangat mempengaruhi kesehatan mental dan dapat memperbaiki durasi dan kualitas tidur. Namun hindari berolah raga pada jam-jam menjelang hendak tidur. 

Hindari juga makan dekat dengan waktu tidur. Jaga hidrasi sepanjang hari, namun menjelang tidur jangan minum air terlalu banyak sehingga mengganggu waktu tidur karena bolak balik ke kamar mandi. 

Lebih sering berada di luar ruangan dan lingkungan yang hijau dapat membantu dalam hal kesehatan seseorang. 

6. Temukan dukungan sosial

Bila kita mempunyai permasalahan, bagikan kepada orang yang dapat Anda percayai. Orang tersebut haruslah mampu mendukung Anda secara emosional dan mau mendukung Anda di masa-masa yang sulit. Jangan bergaul dengan lingkungan yang justru akan menjerumuskan kita pada kebiasaan-kebiasaan yang tidak baik dan tidak sehat. 

7. Terapi untuk sulit tidur

Secara medis menawarkan terapi kognitif yang dirancang khusus untuk insomnia yang dikenal dengan Cognitive behavioural therapy for insomnia (CBT-I). Dengan CBT, seseorang akan mempelajari strategi mengatasi yang efektif dan teknik-teknik relaksasi untuk mengelola stres dan meningkatkan kualitas tidur. 

Dokter akan melakukan penilaian, apakah pasien butuh obat-obat tertentu seperti antipsikotik ataupun golongan obat penstabil mood. Obat-obat dengan efek ngantuk atau sedatif terkadang diresepkan di tahap awal dan dalam jangka pendek untuk meregulasi pola tidur dan membantu pasien mendapatkan kualitas tidur yang lebih baik. 

Tidur yang cukup dan baik memberikan tidak hanya kesehatan fisik, namun juga kesehatan mental. Tidur menolong kita membuat keputusan yang lebih baik dan dapat mencegah kita melakukan kecerobohan dan merugikan baik diri sendiri maupun orang lain. 

Dengan pengetahuan ini, maka kiranya kita terbantu untuk dapat menghargai waktu tidur kita dan orang lain dengan lebih baik. Selamat tidur bila Anda belum tidur. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun