Akar bermulanya konflik Suriah yaitu berawal dari ketidakpuasan rakyat Suriah terhadap pemerintahan dimasa presiden Bashar Al-Assad. Bashar Al-Assad merupakan penerus rezim Assad sekaligus keturunan dari Hefedz Al-Assad.[1] Yang mana pada saat itu adanya sekelompok orang yang protes terhadap penangkapan beberapa pelajar disebuah kota yang bernama Daraa. Pada saat itu yang bertepatan pada bulan Maret 2011, ada 15 pelajar berumur kurang lebih 9-15 tahun yang menulis slogan anti pemerintah dibeberapa tembok kota (Dina Y. Sulaeman, 2013: 100), slogan tersebut berbunyi rakyat menginginkan rezim turun (Siti Muti'ah, 2012: 5). Para pelajar tersebut yang menyebabkan pergolakan yang ada di Tunisia dan menyebabkan turunnya presiden Zainal Abidin bin Ali, dan terjadinya pergolakan Mesir yang berakibatkan turunnya Presiden Hosni Mubarok.Â
Â
Dengan adanya aksi 15 pelajar tersebut, Jendral Atef Najib yang merupakan sepupu dari Bashar Al-Assad beserta para prajuritnya dari kalangan polisi menangkap serta memenjarakan para pelajar tersebut. namun, ada hukuman yang lebih parah dan menurut masyarakatnya berlebihan, yakni tindakan dari tentara yang menembaki para pemerotes dan dari tembakan tersebut mengakibatkan empat orang meninggal dunia. Dengan adanya tindakan dari tentara tersebut protes tidak berakhir disitu, bahkan protes semakin memanas dan meluas dari kota Daraa hingga pinggiran kota Banyas dan Latakia di Pantai Mediterania, Homs, Ar-Rasta, Hama Suriah Barat, dan Deir es Zour Suriah Timur (Siti Muti'ah, 2012: 5).
Â
Protes dan demontrasi tersebut menjadi berkembang dan terjadilah perang sipil yang sangat dahsyat.[2] Perang tersebut tidak hanya menggunakan senjata konvensial seperti layaknya yang digunakan dalam peperangan lainnya, namun juga menggunakan senjata kimia.[3]Â
Â
Banyak pandangan mengenai peperangan yang terjadi di Suriah, ada yang berpendapat bahwa perang tersebut merupakan perang antar madzhab Syi'ah yang dipimpin oleh Bashar Al-Assad dan musuhnya berasal dari madzhab Sunni. Pendapat tersebut ditinjau dengan adanya fakta yang terjadi yakni, dua kekuatan yang sedang bertarung: Iran yang bermadzhab Syi'ah dan Arab Saudi yang bermadzhab Suni.[4] Pendapat lainnya mengenai perang tersebut adalah pada pemerintahan Assad dengan adanya dukungan dari Iran dan gerakan Hizbulloh yang mana keduanya sama-sama bermadzhab dan berhaluan pada Syi'ah dan bermarkas di Lebanon. Dari sinilah banyak pertanyaan menarik mengenai konflik yang ada di Suriah mengenai perbedaan alasan adanya perang tersebut.Â
Â
KAJIAN TEORIÂ
Â
Konflik adalah peristiwa mengenai kenyataan hidup yang tidak bisa dihindari karena bersifat kreatif, namun konflik tersebut akan terjadi jika terdapat perbedaan pendapat dan tujuan yang tidak sependapat atau tidak sejalan. Adanya konflik yakni berangkat dari persoalan-persoalan yang tidak seimbang hubungannya maupun dari antar pribadi, kelompok, organisasi, dll dalam bentuk hubungan apapun itu baik kekuasaan, sosial, maupun ekonomi (Simon Fisher, 2001: 4). Adapun penyebab adanya konflik juga itu tidak pernah tunggal atau hanya satu orang saja, namun pasti berlawanan. Sebab itulah yang mengakibatkan konflik tidaklah mudah untuk diselesaikan, karena harus menyatukan perbedaan-perbedaan yang beragam, apalagi ketika terdapat banyak korban yang terlibat dalam sebuah konflik, seperti meninggal, mengungsi, ataupun kehilangan tempat tinggal.