Mohon tunggu...
Shafa FaizahKusumawati
Shafa FaizahKusumawati Mohon Tunggu... Penegak Hukum - Mahasiswa

Mahasiswa UIN Raden Mas Said Surakarta

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Hukum Waris Islam

8 Maret 2023   07:36 Diperbarui: 8 Maret 2023   07:45 353
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

PRINSIP HUKUM WARIS ISLAM

Hukum waris Islam mempunyai prinsip yang dapat disimpulkan sebagai berikut:

 a. Hukum waris Islam menempuh jalan tengah

  antara memberi kebebasan penuh kepada seseorang untuk memindahkan harta peninggalannya dengan jalan wasiat kepada orang yang dikehendaki, seperti yang berlaku dalam kapitalisme/individualisme, dan melarang sama sekali pembagian hara peninggalan seperti yang menjadi prinsip komunisme yang tidak mengakui hak milik perorangan, yang dengan sendirinya tidak mengenal sistem warisan.

b. Warisan adalah ketetapan hukum. Yang mewariskan tidak dapat menghalangi ahli waris dari haknya atas harta warisan, dan ahli waris berhak atas harta warisan tanpa perlu kepada pernyataan menerima dengan sukarela atau atas keputusan hakim. Namun, tidak berarti bahwa ahli waris dibebani melunasi hutang mayit (pewaris).

c. Warisan terbatas dalam lingkungan keluarga, dengan adanya hubungan perkawinan atau karena hubungan nasab/keturunan yang sah. Keluarga yang lebih dekat hubungannya dengan mayit (pewaris) lebih diutamakan daripada yang lebih jauh; yang lebih kuat hubungannya dengan mayit (pewaris) lebihdiutamakan daripada yang lebih lemah. Misalnya, ayah lebih diutamakan daripada kakek, dan saudara kandung lebih diutamakan daripada suadara seayah.

d. Hukum waris Islam lebih cenderung untuk membagikan harta warisan kepada sebanyak mungkin ahli waris, dengan memberikan bagian tertentu kepada beberapa ahli waris. Misalnya, apabila ahli waris terdiri dari ayah, ibu, suami atau istri, dan anak-anak, mereka semua berhak atas harta warisan.

e. Hukum waris Islam tidak membedakan hak anak atas harta warisan. Anak yang sudah besar, yang masih kecil, yang baru saja lahir, semuanya berhak atas harta warisan orang tuanya. Namun, perbedaan besar kecilnya bagian diadakan sejalan dengan perbedaan besar kecil beban kewajiban yang harus ditunaikan dalam keluarga. Misalnya, anak laki-laki yang memikul beban tanggungan nafkah keluarga mempunyai hak lebih besar daripada anak perempuan yang tidak dibebani tanggungan nafkah keluarga.

f. Hukum waris Islam membedakan besar kecilnya bagian tertentu ahli waris diselaraskan dengan kebutuhanya dalam hidup sehari-hari, disamping memandang jauh dekat hubungannya dengan mayit (pewaris).Bagian tertentu dari harta itu adalah 2/3, , 1/3, , 1/6 dan 1/8. Ketentuan tersebut termasuk hal yang sifatnya ta'abbudi, wajib dilaksanakan karena telah menjadi ketentuan Alquran (Lihat QS An Nisaa' (4): 13). Adanya ketentuan bagian ahli waris yang bersifat ta 'abbudi itu merupakan salah satu ciri hukum waris Islam. Yang

HAK YANG BERHUBUNGAN DENGAN HARTA PENINGGALAN

       Sebelum harta peninggalan menjadi hak ahli waris, lebih dulu harus diperhatikan berbagai hak yang menyangkut harta peninggalan itu sebab pewaris pada waktu hidupnya mungkin mempunyai hutang yang belum terbayar, meninggalkan suatu pesan (wasiat) yang menyangkut harta peninggalan, dan sebagainya.

Hak yang berhubungan dengan harta. Peninggalan itu secara tertib adalah sebagai berikut:

a.Hak yang menyangkut kepentingan mayit (pewaris) sendiri, yaitu biaya penyeleng- garaan jenazahnya, sejak dimandikan sampai dimakamkan.

b.Hak yang menyangkut kepentingan para kreditur.

c.Hak yang menyangkut kepentingan orang yang menerima wasiat.

d. D. Hak ahli waris.

Penyelenggaraan Jenazah

  Biaya penyelenggaraan jenazah sejak dimandikan sampai dimakamkan dapat diambil dari harta peninggalan, dengan ketentuan tidak berlebih-lebihan dan dalam batas yang dibenarkan ajaran Islam. Hal yang tidak dituntunkan dalam ajaran Islam tidak perlu dilakukan. Apabila dilakukan juga, karena desakan tradisi misalnya, tidak dibiayai dengan harta peninggalan.

Misalnya, makan minum yang disajikan sebelum atau sesudah pemakaman tidak diajarkan Islam. Oleh karenanya, menyeleng- garakan hal itu kecuali tidak diajarkan, andaikata diselenggarakan juga, biayanya tidak dapat dibebankan kepada harta peninggalan.

Demikian pula, mengadakan upacara selamatan tiga hari, tujuh hari, dan empat puluh hari setelah kematian tidak diajarkan Islam. Maka, apabila hal semacam itu diadakan juga karena desakan adat istiadat, biayanya tidak dapat diambil dari harta peninggalan.

Hak Orang yang Menerima Wasiat

Wasiat mencerminkan keinginan terakhir. Seseorang menyangkut harta yang akan ditinggalkan. Keinginan terakhir mayit (pewaris) harus didahulukan daripada hak ahli waris.

Para ulama sependapat bahwa wasiat, dalam batas sebanyak-banyaknya 1/3 harta peninggalan (setelah diambil untuk biaya penyelenggaraan jenazah dan membayar hutang) dan ditujukan kepada bukan ahli waris, wajib dilaksanakan. Tanpa izin siapa pun. Apabila wasiat ternyata melebihi sepertiga harta peninggalan, menurut pendapat kebanyakan ulama (jumhur), wasiat dipandang sah, tetapi pelaksanaannya terhadap kelebihan dari 1/3 harta peninggalan tergantung kepada izin ahli waris. Jika semua ahli waris mengizinkan, selebihnya 1/3 harta peninggalan dapat diluluskan seluruhnya. Apabila sebagian mengizinkan dan sebagian tidak, yang diluluskan hanyalah yang menjadi hak waris yang mengizinkan saja. Menurut pendapat ulama Dhahiriyah, wasiat lebih dari 1/3 harta itu dipandang batal meski ada izin dari ahli waris sebab hadis Nabi menentukan bahwa berwasiat dengan 1/3 harta itu sudah dipandang banyak.

SEBAB TERJADINYA WARISAN

Yang menyebabkan terjadinya warisan adalah salah satu dari empat hal berikut ini:

a.Hubungan kerabat atau nasab, seperti ayah,Ibu, anak, cucu, saudara-saudara kandung,Seayah, seibu dan sebagainya.

B. Hubungan perkawinan, yaitu suami atau istri, meskipun belum pernah berkumpul, atau telah bercerai, tetapi masih dalam masa 'iddah talak raj'i.

C.Hubungan walak, yaitu hubungan antara bekas budak dan orang yang memerdekakannya apabila bekas budak itu tidak mempunyai ahli waris yang berhak menghabiskan seluruh harta warisan. (Praktis, sebab walak ini tidak perlu diperhatikan karena perbudakan sudah lama hilang).

D.Tujuan Islam (jihatul Islam), yaitu baitul mal.(perbendaharaan negara) yang menampung Harta warisan orang yang tidak meninggalkan Ahli waris sama sekali dengan sebab tersebut di atas.

SYARAT WARISAN

 a. Pewaris benar-benar telah meninggal, atau dengan keputusan hakim dinyatakan telah meninggal; misalnya, orang yang tertawan dalam peperangan dan orang hilang (mafqud) yang telah lama meninggalkan tempat tanpa diketahui hal ihwalnya.Menurut pendapat ulama Malikiyah dan Hambaliyah, apabila lama meninggalkan tempat itu sampai berlangsung selama 4 tahun, sudah dapat dinyatakan mati. Menurut pendapat ulama mazhab lain, terserah kepada ijtihad hakim dalam melakukan pertim- bangan dari berbagai macam segi kemung kinannya.

b.Ahli waris benar-benar masih hidup ketika pewaris meninggal, atau dengan keputusan hakim dinyatakan masih hidup pada saat pewaris meninggal. Maka, jika dua orang yang saling mempunyai hak waris satu sama lain meninggal bersama-sama atau berturut, tetapi tidak dapat diketahui siapa yang mati lebih dulu, di antara mereka tidak terjadi waris-mewaris. Misalnya, orang yangmeninggal dalam suatu kecelakaan pener- bangan, tenggelam, kebakaran dan sebagainya.

C. Benar-benar dapat diketahui adanya sebab warisan pada ahli waris, atau dengan kata lain, benar-benar dapat diketahui bahwa ahli waris bersangkutan berhak waris. Syarat ketiga ini disebutkan sebagai suatu penegasan yang diperlukan, terutama dalam pengadilan meskipun secara umum telah disebutkan dalam sebab-sebab warisan.

PENGHALANG WARISAN

a.Berbeda agama antara pewaris dan ahli waris. Alasan penghalang ini adalah hadis Nabi yang mengajarkan bahwa orang muslim tidak berhak waris atas harta orang kafir dan sebaliknya orang kafir tidak berhak waris atas harta orang Muslim. Antara suami dan istri yang berlainan agama,misalnya: suami beragama Islam dan istri beragama Kristen, apabila salah satunya menginginkan agar suami atau istri dapat ikut menikmati harta peninggalannya, dapat dilakukan dengan jalan wasiat.

b.b. Membunuh. Hadis Nabi mengajarkan bahwa pembunuh tidak berhak waris atas harta peninggalan orang yang dibunuh. Yang dimaksud dengan membunuh adalah membunuh dengan sengaja yang mengandung unsur pidana, bukan karena membela diri dan sebagainya. Percobaan membunuh belum dipandang sebagai penghalang warisan.

c. Menjadi budak orang lain. Budak tidakberhak memiliki sesuatu. Oleh karenanya, ia tidak berhak mendapatkan warisan.

MACAM AHLI WARIS

Ahli waris dapat digolongkan menjadi beberapa golongan ditinjau dari segi kelaminnya dan dari segi haknya atas harta wlaki-laki.Dari segi jenis kelaminnya, ahli waris dibagi menjadi dua golongan, yaitu ahli waris laki-laki dan ahli waris perempuan.Dari segi haknya atas harta warisan, ahli waris dibagi menjadi tiga golongan, yaitu: dzawil furudl, 'ashabah, dan dzawil arhaam.

AHLI WARIS LAKI-LAKI

a.Ayah.

b.Kakek (bapak ayah) dan seterusnya ke atasDari garis laki-laki.

c.. Anak laki-laki

d.Cucu laki-laki (anak dari anak laki-laki) dan seterusnya ke bawah dari garis laki-laki.

e.Saudara laki-laki kandung (seibu seayah)

f. Saudara laki-laki seayah

g.Saudara laki-laki seibu

h. Kemenakan laki-laki kandung (anak laki-laki Saudara laki-laki kandung) dan seterusnya keBawah dari garis laki-laki

i.Kemenakan laki-laki seayah (anak laki-laki saudara laki-laki seayah) dan seterusnya ke bawah dari garis laki-laki

j.Paman kandung (saudara laki-laki kandungAyah) dan seterusnya ke atas dari garis laki-Laki

k.K. Paman seayah (saudara laki-laki seayah ayah)Dan seterusnya ke atas dari garis laki-laki

              L. akidara sepupu laki-laki kandung (anak laki- laki paman kandung) dan seterusnya ke bawah dari garis laki-laki. Termasuk di dalamnya anak paman ayah, anak paman kakek dan seterusnya, dan anak keturunannya dari garis laki-laki

M. Saudara sepupu laki-laki seayah (anak laki- laki paman seayah) dan seterusnya ke bawah dari garis laki-laki. N. Suami

               O. Laki-laki yang memerdekakan budak (mu'tiq)

AHLI WARIS PEREMPUAN

a. Ibu

B.Nenek (ibunya ibu) dan seterusnya ke atas dari garis perempuan.

C.Nenek (ibunya ayah) dan seterusnya ke atas dari garis perempuan, atau berturut-turut dari garis laki-laki kemudian sampai kepada nenek, atau berturut-turut dari garis laki-laki lalu bersambung dengan berturut-turut dari garis perempuan.

D.luak perempuan

E.Cucu perempuan (anak dari anak laki-laki) dan seterusnya ke bawah dari garis laki-laki

f. Saudara perempuan kandung

G.keudara perempuan seayah

H.Saudara perempuan seibu

i.Istri

J.Perempuan yang memerdekakan budak (mu'tiqah)

PENGERTIAN KEWARISAN

    Prof. Ter Haar memberikan pengertian hukum kewarisan adat meliputi aturan hukum yang bertalian dengan proses penerusan dan pengoperan harta kekayaan yang berwujud (materiil) dan tidak berwujud (immateriil) dari suatu generasi kepada generasi berikutnya.Menurut Prof. Soepomo, hukum kewarisan adat adalah peraturan yang mengatur proses meneruskan serta mengoperkan barang harta benda, barang yang tidak berwujud benda (immaterieele goederen) dari suatu angkatan manusia (generatie) kepada turunannya.Prof. Djojodigoeno memberikan pengertian kewarisan dengan berpindahnya harta benda seseorang manusia kepada angkatan tunas/ generasi yang menyusul.

Dari berbagai pengertian tentang kewarisan Tersebut di atas, dapat disimpulkan bahwa:

a.Kewarisan menurut hukum adat adalah suatu proses mengenai pengoperan dan penerusan harta kekayaan, baik yang bersifat kebendaan atau bukan kebendaan.

b.Pengoperan dan penerusan itu dilaksanakan oleh suatu generasi kepada generasi beri- kutnya.

Dapat ditambahkan bahwa Prof. Soepomo menegaskan bahwa proses penerusan itu telah dimulai sejak orang tua masih hidup.

SIFAT HUKUM KEWARISAN ADAT

Sifat komunal hukum kewarisan adat mengakibatkan tidak dikenalnya bagian-bagian tertentu untuk para ahli waris. Dalam hal diadakan pembagian harta peninggalan, di antara para ahli waris terdapat rasa persamaan hak dalam proses penerusan dan pengoperan harta kekayaan orang tua mereka. Asas kerukunan dalam pembagian harta peninggalan selalu diperhatikan. Keadaan istimewa sebagian ahli waris memperoleh pertimbangan khusus. Jika diperlukan, ahli waris lain yang keadaannya cukup baik tidak merasa keberatan untuk melepaskan sebagian atau bahkan seluruh haknya atas harta peninggalan orang tua sehingga ahli waris lain yang memang lebih memerlukan memperoleh kesempatan menik- mati harta peninggalan orang tua secara layak, dibanding dengan keadaan para ahli waris lain.

Hukum kewarisan adat yang bersifat komunal itu berakibat pula bahwa harta peninggalan tidak merupakan kesatuan bulat yang dapat dilepaskan kedudukan tiap-tiap macamnya dari kehidupan masyarakat. Harta peninggalan tidak dapat dinilai dengan sejumlah uang dan yang setiap waktu dapat dibagi-bagi berupa pecahan-pecahan menurut ilmu hitung. Kecuali itu, macam harta peninggalan tertentu ada yang hanya mungkin diwaris oleh ahli waris tertentu dengan cara tertentu pula. Misalnya, benda yang dipandang keramat hanya dapat diwaris oleh keturunan yang memenuhi syarat tertentu, yaitu: kuat kanggonan (kuat ditempati). Dalam hal yang disebutkan terakhir, kepercayaan dinamisme amat besar pengaruhnya.

SISTEM HUKUM KEWARISAN ADAT

Sistem Individual

Sistem kewarisan individual adalah sa sistem kewarisan dimana harta peninggalan dapat dibagi-bagikan dan dimiliki secara ind vidual di antara para ahli waris. Sistem ini dianut dalam masyarakat parental antara lain di Jawa.

Sistem Kolektif

Sistem kewarisan kolektif adalah suat sistem kewarisan dimana harta peninggalan diwaris oleh sekelompok waris yang merupakan persekutuan hak; harta tersebut merupakan pusaka yang tidak dapat dibagikan kepada pan ahli waris untuk dimiliki secara individual Misalnya, harta pusaka dalam masyarakat ma lineal di Minangkabau, dan dalam batas tertent terdapat juga dalam masyarakat parental Minahasa (terhadap barang kalakeran), demiki pula dalam masyarakat patrialincal di Ambo (terhadap tanah dati).

Sistem Mayoret

Sistem kewarisan mayoret adalah suatu sistem kewarisan dimana pada saat wafat pewaris, anak tertua laki-laki (misalnya, di Bali dan Batak) atau perempuan (misalnya, di Sumatera Selatan, Tanah Semendo dan Kalimantan Barat, suku Dayak) berhak tunggal untuk mawaris seluruh atau sejumlah harta pokok dari harta peninggalan.

HARTA PENINGGALAN

Harta peninggalan seseorang adalah harta yang ada pada saat ia meninggal. Harta peninggalan ini harus dibedakan dalam berbagai macam sifat, yaitu: barang asal istri, barang asal suami, dan barang gono gini (pencarian bersama antara suami dan istri). Yang diwaris adalah barang asal pewaris dalam hal ada anak, bagian dari gono gini, dan barang yang diperoleh pewaris dari warisan, hadiah dan sebagainya.

Kecuali macam harta tersebut, masih harus diperhatikan pula barang yang dipandang keramat yang biasanya hanya dapat jatuh pada ahli waris dengan kualitas tertentu, barang yang masih terikat oleh hak pertuanan, hak ulayat desa yang hanya dapat diwariskan kepada anak yang tinggal di desa bersangkutan atas persetujuan rapat desa.

Masih harus diperhatikan juga barang tertentu yang menurut adat setempat hanya dapat jatuh pada ahli waris tertentu. Misalnya, di Aceh, pekarangan tempat tinggal orang tua pada waktu meninggal menjadi hak anak perempuan tertua, dan di Tapanuli, di kalangan suku Batak, menjadi hak anak laki-laki tertua atau termuda.

Hal yang harus diperhatikan juga ialah hak orang lain yang menyangkut harta peninggalan, yaitu hutang pewaris. Perihal melunasi hutang pewaris itu terdapat berbagai kebiasaan.

HUKUM KEWARISAN ISLAM

  Yang dimaksud dengan hukum kewarisan Islam di sini adalah hukum kewarisan yang diatur dalam Alquran, sunah Rasul dan Fikih sebagai hasil ijtihad para fukaha dalam memahami ketentuan Alquran dan sunah Rasul. Dengan demikian, hukum kewarisan Islam merupakan bagian dari agama Islam. Oleh karenanya, tidak aneh jika bagi umat Islam, tunduk kepada hukum kewarisan Islam itu merupakan tuntutan keimanannya kepada Allah swt. Berkesengajaan menyimpang dari ketentuan hukum kewarisan Islam bertentangan dengan keimanan kepada Allah swt.

Dalam hubungan ini QS An Nisaa' (4): 65 mengajarkan,

"Maka demi Tuhanmu, mereka (pada hakikatnya) tidak beriman hingga mereka menjadikan kamu hakim terhadap perkara yang mereka perselisihkan, kemudian mereka tidak merasa dalam hati mereka sesuatu keberatan terhadap putusan yang kamu berikan, dan mereka menerima dengan sepenuhnya. QS An Nur (24): 51 mengajarkan juga. "Sesungguhnya jawaban orang mukmin, bila mereka dipanggil kepada Allah dan Rasul-Nya agar Rasul mengadili di antara mereka ialah ucapan, 'Kami mendengar, dan kami patuh. Dan mereka itulah orang yang beruntung.

Khusus mengenai wajib mentaati ketentuan hukum kewarisan Islam, Alquran dalam menyebutkan rentetan ayat hukum kewarisan mengakhiri dengan penegasan pada QS An Nisaa' (4): 13-14,

"(Hukum) itu adalah ketentuan dari Allah. Barang siapa taat kepada Allah dan rasul- Nya, niscaya Allah memasukkannya ke dalam surga yang mengalir padanya sungai- sungai, sedang mereka kekal di dalamnya; dan itulah kemenangan yang besar. Dan barang siapa yang mendurhakai Allah dan rasul-Nya, niscaya Allah memasukkannya ke dalam api neraka, sedang ia kekal di dalamnya, dan baginya siksa yang menghinakan."

PRINSIP HUKUM KEWARISAN ISLAM

Hukum Kewarisan Islam mempunyai prinsip yang dapat disimpulkan sebagai berikut:

a.Hukum kewarisan Islam menempuh jalan tengah antara memberi kebebasan kepada seseorang untuk memindahkan harta peninggalannya prinsip komunisme yang tidak mengakui adanya lembaga hak milik perseorangan, yang dengan sendirinya tidak mengenal sistem kewarisan. Prinsip ini menentukan bahwa pewaris diberi hak memindahkan harta peninggalan- nya kepada orang yang diinginkan dengan jalan wasiat, tetapi dibatasi maksimal sepertiga harta peninggalan. Sebelihnya, menjadi hak ahli waris menurut hukum.

b.Kewarisan merupakan ketetapan hukum; yang mewariskan tidak dapat menghalangi ahli waris dari haknya atas harta peninggalan dan ahli waris berhak atas harta peninggalan tanpa memerlukan pernyataan menerima dengan sukarela atau atas putusan pengadilan, tetapi ahli waris tidak dibebani melunasi hutang pewaris dari harta pribadinya.

c.Kewarisan terbatas dalam lingkungan keluarga, dengan adanya hubungan perka- winan atau pertalian darah. Keluarga yang lebih dekat hubungannya dengan pewaris lebih diutamakan daripada keluarga yang lebih jauh; yang lebih kuat hubungannya dengan pewaris lebih diutamakan daripada yang lebih lemah. Misalnya, ayah lebih diutamakan daripada kakek, saudara kandung lebih diutamakan daripada saudara seayah, dengan kekecualian saudara seibu tidakdikalahkan oleh saudara sekandung

d.Hukum kewarisan Islam lebih condong untuk membagi harta warisan kepada sebanyak mungkin ahli waris yang sederajat, dengan menentukan bagian tertentu kepada beberapa ahli waris. Misalnya, jika ahli waris terdiri dari ibu, istri, seorang anak perempuan dan saudara perempuan kandung, semuanya mendapat bagian.

e.Hukum kewarisan Islam tidak membedakan hak anak atas harta peninggalan; anak yang sulung, menengah atau bungsu, telah besar atau baru saja lahir, telah berkeluarga atau belum, semua berhak atas harta peninggalan orang tua, namun, besar kecil bagian yang diterima dibedakan sejalan dengan besar kecil beban kewajiban yang harus ditunaikan dalam kehidupan keluarga. Misalnya, anak laki-laki yang dibebani nafkah keluarga diberi hak lebih besar daripada anak perempuan yang tidak dibebani nafkah keluarga.

f.

f. Hukum kewarisan Islam membedakan besar kecil bagian tertentu ahli waris diselaraskan dengan kebutuhannya dalam hidup sehari- hari, di samping memandang jauh dekatnya hubungan kekeluargaan dengan pewaris Bagian tertentu dari harta peninggalan adalah ,,,,,dan.

HARTA PENINGGALAN

Menurut hukum kewarisan Islam, yang disebut harta peninggalan adalah benda berwujud atau hak kebendaan yang ditinggalkan pewaris. Namun, pada harta peninggalan itu terlekat hak yang harus ditunaikan, yaitu hak si pewaris sendiri yang berupa biaya penyelengga- raan jenazahnya, sejak dimandikan sampai dimakamkan; kemudian hak para kreditur; kemudian orang atau badan yang menerima wasiat pewaris. Setelah tiga macam hak itu ditunaikan, barulah para harta peninggalan itu. Ahli waris berhak atas Kiranya akan lebih memudahkan pengertian jika harta peninggalan itu digunakan untuk menyebut semua harta yang ditinggalkan Adanya harta perkawinan gono gini yang terjadi atas hasil usaha bersama suami istri dapat dibenarkan hukum Islam, dipandang sebagai harta syirkah (persekutuan). Maka, hukum kewarisan Islam pun hanya memandang harta yang menjadi bagiannya dari harta gono gini tersebut, sebagai harta peninggalan dari suami atau istri.Mengenai harta asal, yang menurut hukum adat di Jawa hanya dipandang sebagai harta peninggalan dalam hal pewaris meninggalkan anak keturunan, menurut hemat kami harus memperoleh kepastian kedudukan pemilikan- nya. Dalam hal harta asal adalah milik pribadi seseorang, menurut hukum Islam harta asal juga merupakan harta peninggalan yang bersang- kutan, yang menjadi hak ahli waris yang ada menurut hukum, meskipun tidak ada anak keturunan seorang pun yang ditinggalkan pewaris.

AHLI WARIS

Hukum kewarisan Islam mengenal tiga golongan ahli waris:

 a. Ahli waris yang memperoleh bagian tertentumenurut Alquran atau sunah Rasul, disebutwaris dzawil furudl.

b. Ahli waris yang bagiannya tidak ditentukan dalam Alquran maupun sunah Rasul, disebut waris 'ashabah.

c. Ahli waris yang mempunyai hubungan famili dengan pewaris, tetapi tidak termasuk dua golongan waris dzawil furudl dan 'ashabah, disebut waris dzawil arham.

PEMBAGIAN HARTA WARISAN

Jika telah meninggal, seseorang segera terlepas hubungan milik dengan harta kekayaan itu. Harta peninggalan tersebut langsung beralih kepada orang lain yang mempunyai hak terhadap harta peninggalan, kecuali yang menyangkut biaya penyelenggaraan jenazahnya. Sebagaimana telah disebutkan di muka, hak yang menyangkut harta peninggalan seseorang, setelah hak yang menyangkut kepentingan pewaris, adalah hak para kreditur dan orang atau badan yang menerima wasiat, kemudian hak para ahli waris.

Dengan demikian, pada dasarnya Islam mengutamakan agar penunaian hak itu segera dilakukan, tidak ditunda-tunda, sebab menyang- kut hak sesama manusia. Penundaan penunaian hak sesama manusia sering mengakibatkan perampasan terhadap hak tersebut, termasuk hak para ahli waris terhadap harta warisan. Lebih-lebih jika di antara ahli waris ada yang masih dikategorikan sebagai anak yatim.

Tegasnya mempercepat pembagian harta warisan lebih baik daripada menunda-nunda sebab sepeninggal pewaris setelah hak yang menyangkut penyelenggaraan jenazah, pelunasan hutang dan pelaksanaan wasiat diselesaikan, semuanya telah menjadi hak para ahli waris yang ketentuannya telah diatur dalam Alquran dan sunah Rasul.

KESIMPULAN DARI SAYA

       Hukum kewarisan adat merupakan aturan-aturan turun temurun yang dipegang oleh masyarakat adat sebagai pedoman dalam pembagian harta peninggalan orang yang meninggal. Hukum kewarisan adat berbeda-beda antara satu daerah dengan daerah lainnya, dan aturan-aturan ini sering kali didasarkan pada tradisi dan budaya yang berlaku di masyarakat adat tersebut.

       Dalam hukum kewarisan adat, pembagian harta peninggalan biasanya dilakukan secara adil dan merata antara ahli waris yang memiliki hak untuk menerima warisan. Ahli waris dapat meliputi anak, suami atau istri, orang tua, dan saudara kandung atau sedarah. Namun, dalam beberapa kasus, ada beberapa orang yang dianggap lebih berhak menerima warisan daripada yang lainnya.

           Meskipun hukum kewarisan adat masih banyak dipegang oleh masyarakat adat, pemerintah di beberapa negara mulai mengakui keberadaan hukum adat ini dan mencoba mengintegrasikannya ke dalam sistem hukum nasional. Hal ini dilakukan untuk memastikan bahwa pembagian harta peninggalan dilakukan secara adil dan merata serta untuk melindungi hak-hak masyarakat adat dalam mengelola sumber daya alam dan lingkungan hidup.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun