“Halo, Bin. Bin, lo dimana sekarang?” Tanyaku tidak sabar.
“Hai, Rain. Lo baru bangun yaa pasti. Dasar kebo banget kalau tidur. Ada gempa juga gak bakal berasa lo mah, hihihii.”
Jantungku berdetak kencang. Suara Bintang, akhirnya.
“Dasar unta, gak becanda nih gw. Lo dimana? Kapan operasinya?”
“Hahaha.. tenang dong, segitu khawatirnya lo sama gw. Gw di RSCM, Rain. Operasi gw sore ini. Doain gw yaa, pesek.” Suara Bintang kali ini lebih tenang tapi justru membuatku semakin khawatir. Air mataku mulai turun.
“Gw kesana ya Bin. Gw mau nungguin lo.” Aku mengatur suaraku agar Bintang tidak mendengar tangisku.
Rain pasti nangis, suaranya berbeda.. gak mungkin gw biarin dia lihat keadaan gw sekarang, bathin Bintang. Bintang saat ini terbaring lemah di ranjang rumah sakit. Tubuhnya semakin kurus, wajahya pusat pasi. Lemah.
“Gak usah, Rain. Jangan nekat kesini. Kalau lo nekat berarti lo gak kasian sama gw. Lo malah bikin gw semakin kepikiran.”
“Tapi Bin...”
tut...tut...tut... telepon terputus. Bathinku kacau. Pikiranku berantakan. Hanya air mata yang mengungkapkan perasaanku saat ini.