ARTIKEL PENELITIAN YANG DI REVIEW
1. Analisis Yuridis Tindak Pidana Pencemaran Laut Menurut Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolahan Lingkungan Hidup
2. Analisis Yuridis Terhadap Tindak Pidana Pemalsuan Surat yang Dilakukan Pengawai Notaris (Srudi Putusan PN Karanganyar No.36/PID.B/2021/PN.KGR)
3. Perlindungan Hukum Terhadap Korban Pelecehan
Nama Reviewer : Septa Erikson Ginting
Nama Dosen Pembimbing : Markus Marselinus Soge,SH.,MH
JURNAL 1
Analisis Yuridis Tindak Pidana Pencemaran Laut Menurut Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolahan Lingkungan Hidup
Penulis : Warsiman, Maswita, dan Anjani Sipahutar
Jurnal : Hukum Normatif
Tahun Terbit : 2023
Link Jurnal : https://jurnal.alazhar-university.ac.id/index.php/normatif/article/view/271/303
Pendahuluan/Latar Belakang
Jurnal yang berjudul “Analisis Yuridis Tindak Pidana Pencemaran Laut Menurut Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolahan Lingkungan Hidup” ini langsung mengacu pada topik pembahasan sehingga pembaca dapat mudah memahami isi jurnal. Permasalahan lingkungan hidup telah muncul sebagai tantangan yang signifikan, dan mengatasi tantangan tersebut telah menjadi tanggung jawab masyarakat global. Pencemaran lingkungan, menipisnya sumber daya alam, dan kenaikan suhu rata-rata dunia merupakan permasalahan lingkungan yang terjadi. Pencemaran lingkungan dapat didefinisikan sebagai suatu bentuk degradasi lingkungan yang disebabkan oleh alam atau aktivitas manusia. Salah satu permasalahan yang kini dihadapi bumi adalah polusi laut. Dalam konteks upaya berkelanjutan untuk memperbaiki lingkungan dalam skala global, pencemaran laut masih menjadi topik perbincangan. Penting untuk mengambil tindakan untuk mencegah pencemaran lingkungan laut.
Konsep/Teori dan Tujuan Penelitian
Penelitian ini berfokus pada “pembuatan surat palsu dan penggunaan surat palsu” sebagai tindak pidana sebagai topik utama penyidikannya. Pasal 236 ayat 1 dan 263 ayat 2 KUHP menganggap pemalsuan surat-surat merupakan tindak pidana yang dapat mengakibatkan tuntutan pidana.
Penelitian ini bertujuan untuk memberikan bukti bahwa lingkungan hidup merupakan sumber kehidupan yang vital, sehingga untuk melestarikannya memerlukan pemeliharaan dan pengamatan yang cermat. Menurut pasal 1 Undang-Undang Lingkungan Hidup Nomor 23 Tahun 1997 dan Undang-undang Lingkungan Hidup Nomor 32 Tahun 2009, lingkungan hidup adalah suatu kesatuan tempat yang memuat segala sesuatu, kekuatan, situasi, dan makhluk hidup, termasuk manusia dan tingkah lakunya, yang mempengaruhi kehidupan manusia. dan binatang. Definisi lingkungan hidup ini ditetapkan pada tahun 1997 dan ditegaskan kembali pada tahun 2009. Begitu juga dengan kesejahteraan. Selain itu, alinea ketiga pasal 33 UUD 1945 menyatakan bahwa negara menguasai bumi, air, dan sumber daya alam, dan mempergunakannya untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
Tujuan dari penelitian deskriptif analitis adalah untuk mengidentifikasi dan menyelidiki solusi potensial terhadap suatu masalah. Secara khusus, tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendefinisikan dan menjelaskan tantangan-tantangan yang berkaitan dengan pencemaran laut dan sistem hukum di Indonesia.
Metode Penelitian
Penelitian deskriptif analitis merupakan pendekatan studi yang digunakan untuk mencari solusi permasalahan. Jenis penelitian ini secara khusus mencoba mendeskripsikan dan menjelaskan kesulitan-kesulitan yang terkait dengan pencemaran laut dan sistem hukum di Indonesia.
Obyek Penelitian
Kajian Hukum Secara Sistematis Pada ayat 1 Pasal 99 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, terdapat daftar tindak pidana yang dianggap berkaitan dengan pencemaran laut. Pencemaran laut ada bermacam-macam jenisnya, beberapa contohnya antara lain: tumpahan minyak, sampah laut, timbunan sampah, pencemaran limbah industri, dan kecelakaan kapal yang melepaskan tambang non-minyak ke laut.
Pendekatan Penelitian
Penelitian ini menggunakan pendekatan hukum normatif dalam metodologinya. Pendekatan yuridis normatif adalah suatu metode yang melibatkan penyelidikan konseptual terhadap makna dan maksud dari sejumlah undang-undang hukum nasional yang berbeda yang terkait dengan pencemaran laut. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 Tentang Lingkungan Hidup, Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2014 Tentang Kelautan, dan Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 1999 Tentang Pengendalian Pencemaran atau Kerusakan Laut semuanya termasuk dalam peraturan tersebut. Semua undang-undang dan peraturan tersebut diatur dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang masalah lingkungan hidup
Jenis dan Sumber Data Penelitiannya
Sebagai sumber informasi utama, penelitian ini menggunakan bahan hukum primer berupa peraturan perundang-undangan khususnya Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2014 tentang Perlindungan Lingkungan Hidup. Contoh dokumen hukum sekunder mencakup buku-buku tentang hukum, esai yang diterbitkan dalam jurnal hukum akademis, dan berita dari media terkemuka.
Teknik Pengumpulan, Pengelolahan dan Analisis Data
Pengumpulan data dilakukan melalui metode penelitian kepustakaan, yaitu penelitian terhadap informasi tertulis tentang sistem hukum yang berasal dari berbagai sumber dan dipublikasikan secara luas. Informasi tersebut selanjutnya diolah secara metodis, dinilai secara deskriptif dan kualitatif dengan menafsirkannya sedemikian rupa sehingga diperoleh kejelasan dan hubungan antara satu dengan yang lain, dan baru kemudian disimpan.
Hasil Penelitian dan Pembahasan
Langsung ke ekosistem laut sehingga menimbulkan dampak negatif seperti : rusaknya stamina, menimbulkan dampak yang juga beresiko bagi kesehatan manusia, gangguan laut termasuk penangkapan ikan. Langsung ke lingkungan laut sehingga menyebabkan kerusakan stamina. Baik secara langsung maupun tidak langsung, aktivitas manusia merupakan kontributor utama terhadap apa yang disebut pencemaran lingkungan laut (sering disebut pencemaran laut). Perlu diketahui, aktivitas manusia merupakan penyebab utama pencemaran laut, yang pada akhirnya mengacaukan tatanan alam ekosistem yang menjadi rumah bagi berbagai macam makhluk hidup. Hukum hukum pencemaran lingkungan laut diatur dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2014, khususnya Pasal 1 ayat 11 undang-undang tersebut.
Baik "jalur pidana" maupun "jalur non-penal" adalah istilah yang umum digunakan untuk menggambarkan dua strategi berbeda dalam pencegahan kejahatan. Ketika mencoba memberantas kejahatan dengan cara hukum, fokus utamanya adalah pada sifat-sifat represif (seperti penindasan atau penghapusan) yang terjadi setelah tindak pidana dilakukan. Sebaliknya, jalur non-kriminal lebih menekankan pada kegiatan preventif (pencegahan dan penangkal) sebelum dilakukannya suatu tindak pidana. Disebutkan dalam Pasal 54 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2014 tentang Kelautan bahwa strategi penanggulangan dampak pencemaran laut dan bencana laut dapat dilakukan melalui cara:
a. Terbentuknya sistem pencegahan dan perlindungan bencana.
b. Terbentuknya sistem peringatan untuk deteksi dini
c. Pengembangan strategi tanggap darurat nasional untuk membersihkan tumpahan minyak di laut.
Kelebihan, Kekurangan serta Saran
Abstrak yang ditulis sangat lengkap dan lugas sehingga mudah dipahami oleh pembaca. Disarankan agar penulis memperluas topiknya untuk memberikan pemahaman yang lebih mendalam kepada pembaca. Agar masyarakat memahami Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 Tentang Lingkungan Hidup, Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2014 Tentang Kelautan, dan Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 1999 Tentang Pengendalian Pencemaran dan/atau Kerusakan Laut, diusulkan agar pendidikan atau sosialisasi harus dilakukan kepada seluruh masyarakat. Ketika semua ini telah mendapat paparan yang memadai, maka hal ini dapat dilakukan dengan cara yang paling efisien.
JURNAL 2
Analisis Yuridis Terhadap Tindak Pidana Pemalsuan Surat yang Dilakukan Pengawai Notaris (Srudi Putusan PN Karanganyar No.36/PID.B/2021/PN.KGR)
Penulis : Regina Yaninta Tarigan, Alvin Syahrin, Hasim Purba, dan Tony
Jurnal : Hukum Normatif
Tahun Terbit : 2023
Link Jurnal : https://jurnal.alazhar-university.ac.id/index.php/normatif/article/view/272
Pendahuluan/Latar Belakang
Jurnal yang berjudul “Analisis Yuridis Terhadap Tindak Pidana Pemalsuan Surat yang Dilakukan Pengawai Notaris (Srudi Putusan PN Karanganyar No.36/PID.B/2021/PN.KGR)” ini langsung menuju topik bahasan yang akan dibahas penulis sehingga pembaca dapat mudah memahami jurnal.
Di Indonesia, tindakan pemalsuan dokumen dianggap sebagai tindak pidana dan merupakan salah satu pelanggaran yang diatur sebagai hukum positif dalam KUHP negara tersebut. Penegasan terdakwa VA dalam Putusan Pengadilan Negeri Nomor 36/Pid.B/2021/PN.Krg terbukti benar dan terbukti bahwa tuntutan tersebut mempengaruhi pelaku untuk memalsukan surat. Hakim memutuskan VA harus menjalani hukuman total satu tahun enam bulan penjara atas kejahatannya. Pada surat palsu tersebut tercetak surat keterangan bernomor 7/NO/III/2020 tertanggal 12 Maret 2020. Sesuai dengan aturan yang ditetapkan pemerintah, VA dalam kedudukannya sebagai pegawai Notaris TA dapat memberikan bantuan kepada TA dalam pelaksanaan jabatan dan kewenangannya. Namun terdakwa VA melakukan perbuatan yang tidak sesuai dengan arahannya, dan perbuatannya memalsukan dokumen mengakibatkan kerugian finansial bagi para pihak yaitu PT BPR AMS dan Notaris TA.
Konsep/Teori dan Tujuan Penelitian
Di Indonesia, tindak pidana pemalsuan dokumen merupakan salah satu tindak pidana yang dianggap terlarang dan diatur dalam peraturan perundang-undangan positif. Tindak pidana pemalsuan surat adalah perbuatan membuat surat dengan menggunakan nama orang lain yang diketahuinya tanpa sepengetahuan atau persetujuan pemilik nama itu. Hal ini dilakukan untuk melakukan pelanggaran. Orang yang menulis surat kemudian menandatangani nama orang tersebut, baik dengan meniru tanda tangan orang yang namanya tercantum dalam surat itu, atau seolah-olah tanda tangan itu adalah tanda tangan orang tersebut. Pemalsuan yang dilakukan melalui surat merupakan jenis pemalsuan yang dianggap sebagai pelanggaran yang lebih serius.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor-faktor yang berperan dalam pembuatan surat palsu dan mengetahui pihak-pihak yang berperan dalam faktor-faktor tersebut. Karena dialah debitur, maka terdakwa VA-lah yang bertanggung jawab atas kerugian yang diderita pihak bank dan PT. BPR AMS.
Metode Penelitian
Penelitian deskriptif analitik merupakan pendekatan yang dilakukan dalam penelitian ini. Penelitian deskriptif analitis disebut juga penelitian yang dapat menggambarkan pokok bahasan yang diteliti secara rinci, yaitu penelitian yang digunakan untuk memberikan jawaban atas pertanyaan.
Obyek Penelitian
Melakukan pengkajian terhadap konsep-konsep hukum dalam kaitannya dengan kajian hukum terhadap tindak pidana “membuat surat palsu” dan “menggunakan surat palsu” yang diuraikan dalam ayat 1 Pasal 263 KUHP.
Pendekatan Penelitian
Pendekatan hukum normatif dilakukan dalam penelitian ini. Penelitian yang dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka yang merupakan sumber data sekunder dan termasuk dalam kategori penelitian kepustakaan adalah metode hukum normatif.Pendekatan hukum normatif dilakukan dalam penelitian ini. Penelitian yang dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka yang merupakan sumber data sekunder dan termasuk dalam kategori penelitian kepustakaan adalah metode hukum normatif.
Jenis dan Sumber Data Penelitiannya
Dalam penyidikan ini digunakan dokumen hukum primer berupa peraturan perundang-undangan. Secara khusus, fokus penyidikan ditempatkan pada ayat 2 Pasal 263 KUHP dan Pasal 266 KUHP. Contoh bahan hukum sekunder mencakup publikasi di jurnal hukum akademis, berita dari media besar, dan buku khusus tentang hukum.
Teknik Pengumpulan, Pengelolahan dan Analisis Data
Pengumpulan data dilakukan melalui metode penelitian kepustakaan, yaitu penelitian terhadap informasi tertulis tentang sistem hukum yang berasal dari berbagai sumber dan dipublikasikan secara luas. Informasi tersebut selanjutnya diolah secara metodis, dinilai secara deskriptif dan kualitatif dengan menafsirkannya sedemikian rupa sehingga diperoleh kejelasan dan hubungan antara satu dengan yang lain, dan baru kemudian disimpan
Hasil Penelitian dan Pembahasan
Pegawai Notaris mempunyai tanggung jawab sehubungan dengan pelaksanaan jabatan Notaris, antara lain tanggung jawab melaksanakan tugas administrasi kantor Notaris, tanggung jawab menjaga kerahasiaan akta, dan tanggung jawab Notaris selaku Notaris. menjadi saksi atas akta tersebut. Tanggung jawab tersebut berkaitan dengan pelaksanaan jabatan Notaris. mekanisme proses ratifikasi suatu dokume. Tanggung jawab tersebut berkaitan dengan kedudukan Notaris sebagai saksi alat pengesahan suatu akta.
Akta yang harus dinotariskan. Menurut Pasal 263 KUHP, seorang pegawai notaris dapat dipertanggungjawabkan secara pidana karena melakukan perbuatan membuat surat pengantar palsu atau memalsukan akta apabila pegawai notaris itu membuat akta itu untuk dipergunakan oleh pegawai notaris lain seolah-olah akta itu dibuat sebenarnya diterbitkan oleh pihak yang biasa menerbitkan surat tersebut yaitu notaris, dan penggunaan akta palsu menimbulkan kerugian bagi pihak lain.
Hal ini terlihat dari putusan hakim dalam Putusan Pengadilan Negeri Karanganyar No.36/PID.B/2021/PN.KRG bahwa Putusan Hakim menyatakan bahwa Terdakwa VA terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana “membuat barang palsu”. surat” dan “menggunakan surat palsu,” sebagaimana dalam dakwaan subsider pertama dan kedua Jaksa Penuntut Umum dianggap memenuhi unsur pidana pemalsuan surat pada Pasal 263 Ayat.
Kelebihan, Kekurangan serta Saran
Abstrak yang ditulis sangat lengkap dan lugas sehingga mudah dipahami oleh pembaca. Disarankan agar penulis memperluas topiknya untuk memberikan pemahaman yang lebih mendalam kepada pembaca. Implikasinya, pertimbangan hakim harus akurat, artinya harus didasarkan pada kebenaran hukum, peristiwa persidangan yang sebenarnya, dan alat bukti yang dihasilkan.
JURNAL 3
Perlindungan Hukum Terhadap Korban Pelecehan
Penulis : Rosania Paradiaz , Eko Soponyono
Jurnal : Hukum Normatif
Tahun Terbit : 2022
Link Jurnal : https://ejournal2.undip.ac.id/index.php/jphi/article/view/13545
Pendahuluan/Latar Belakang
Kekerasan seksual merupakan isu yang telah lama menjadi perbincangan di tengah masyarakat Indonesia. Di Indonesia sendiri, kata pelecehan berarti kekerasan dan tidak menyenangkan (Mannika, 2018). Mengungkapkan bahwa kekerasan seksual merupakan suatu tindakan kekerasan yang dilakukan seseorang dengan cara memaksa untuk melaksanakan kontak seksual yang tidak dikehendaki.
Kekerasan seksual di Indonesia sendiri terjadi pada berbagai kalangan. Mulai dari anak-anak, remaja, hingga dewasa. Bahkan, bukan hanya terjadi pada perempuan, namun juga terjadi pada laki-laki. Tidak hanya berbagai kalangan, kekerasan seksual ini juga bisa terjadi dimana saja yakni lingkungan tempat kerja, tempat umum, tempat menuntut ilmu bahkan di tempat lingkungan keluarga (Anggoman, 2019).
Perlindungan serta perhatian terhadap kepentingan korban kekerasan seksual baik melalui proses peradilan maupun melalui sarana kepedulian sosial tertentu merupakan bagian mutlak yang perlu dipertimbangkan dalam kebijakan hukum pidana dan kebijakan - kebijakan sosial, baik lembaga - lembaga sosial yang ada maupun lembaga - lembaga kekuasaan negara (Surayda, 2017).
Konsep/Teori dan Tujuan Penelitian
Kekerasan seksual di Indonesia sendiri terjadi pada berbagai kalangan. Mulai dari anak-anak, remaja, hingga dewasa. Bahkan, bukan hanya terjadi pada perempuan, namun juga terjadi pada laki-laki. Tidak hanya berbagai kalangan, kekerasan seksual ini juga bisa terjadi dimana saja yakni lingkungan tempat kerja, tempat umum, tempat menuntut ilmu bahkan di tempat lingkungan keluarga (Anggoman, 2019).
Tujuan penelitian kali akan berfokus pada perlindungan hukum terhadap korban kekerasan seksual dalam hukum pidana Indonesia serta bagaimana pembuktian kasus kekerasan seksual dan urgensi Rancangan Undang-Undang penghapusan kekerasan seksual.
Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode penelitian hukum normatif yang merupakan bagian dari tipology penelitian doctrinal.
Obyek Penelitian
penelitian yang berfokus memberikan perlindungan terhadap anak dari tindak pidana penyerangan seksual, pelecehan seksual dan pornografi, sekaligus menjaga kepentingan anak pada setiap tahapan kehidupan berdasarkan Undang-Undang Perlindungan Anak
Pendekatan Penelitian
Pendekatan penelitian yang dipakai ialah pendekatan konseptual dan perundang-undangan. Sumber data yang dipakai ialah data sekunder atau data yang diperoleh secara tidak langsung melalui studi kepustakaan. Data sekunder tersebut pun dibagi lagi menjadi beberapa bagian yaitu, bahak hukum primer, bahan hukum sekunder, dan bahan hukum tersier. Bahan hukum primer adalah data yang memliki kekuatan hukum seperti peraturanperundang-undangan,sedangkan bahan hukum sekunder dan tersier adalah data pendukung bahan hukum primer seperti penelitian- penelitian terdahulu yang telah terpublikasi dan buku- buku yang terkait. Bahan hukum yang telah diperoleh ini kemudian dianalisis menggunakan analisis deskriptif-kualitatif untuk memperoleh kesimpulan yang dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah (Tampubolon, 2016).
Jenis dan Sumber Data Penelitiannya
Sumber data yang dipakai ialah data sekunder atau data yang diperoleh secara tidak langsung melalui studi kepustakaan. Data sekunder tersebut pun dibagi lagi menjadi beberapa bagian yaitu, bahak hukum primer, bahan hukum sekunder, dan bahan hukum tersier. Bahan hukum primer adalah data yang memliki kekuatan hukum seperti peraturanperundang-undangan,sedangkan bahan hukum sekunder dan tersier adalah data pendukung bahan hukum primer seperti penelitian- penelitian terdahulu yang telah terpublikasi dan buku- buku yang terkait.
Teknik Pengumpulan, Pengelolahan dan Analisis Data
Pengumpulan data dilakukan melalui metode penelitian kepustakaan, yaitu penelitian terhadap informasi tertulis tentang sistem hukum yang berasal dari berbagai sumber dan dipublikasikan secara luas. Informasi tersebut selanjutnya diolah secara metodis, dinilai secara deskriptif dan kualitatif dengan menafsirkannya sedemikian rupa sehingga diperoleh kejelasan dan hubungan antara satu dengan yang lain, dan baru kemudian disimpan
Hasil Penelitian dan Pembahasan
Perilaku pelecehan seksual merupakan sebuah perbuatan tercela yang dapat diukur dengan adanya pelanggaran terhadap kaedah - kaedah atau norma norma yang berakar pada nilai-nilai sosial- budaya sebagai suatu sistem tata kelakuan dan pedoman tindakan-tindakan warga masyarakat, yang dapat menyangkut norma keagamaan, kesusilaan dan hukum.
Bukan hanya terkait dengan hukum pidana, terjadinya kekerasan seksual juga melanggar hak asasi yang dimiliki oleh korban. Sistem hukum Indonesia menjamin hak asasi manusia dari setiap masyarakatnya. Tercantum dalam Undang-Unang Dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia 1945 pada Pasal 28A-28J. Pada Pasal 28A dijelaskan bahwa setiap orang berhak untuk hidup serta berhak untuk mempertahankan hidup dan kehidupannya. Selanjutnya pada Pasal 28B ayat (2) dijelaskan bahwa setiap anak berhak atas kelangsungan hidup tumbuh, dan berkembang, serta berhak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi. Seorang anak seharusnya memperoleh perlindungan harkat dan martbat di lingkungan sekitar supaya ia bisa tumbuh dan berkembang baik fisik maupun psikologisnya. Bahkan Frans Magnis Suseno berpendapat bahwa melindungi hak anak merupakan bagian dari membela HAM (Hak Asasi Manusia) (Antari, 2021).
Pembuktian pada kekerasan psikis tidaklah semudah pembuktian kekerasan fisik. Karena pembuktian kekerasan fisik mudah terlihat oleh mata dan dapat dibuktikan dengan visum et repertum sedangkan bukti dari kekerasan psikis tidak terlihat karena rasa sakitnya hanya dapat dirasakan oleh korban melalui batin dan jiwanya. Oleh karena itu, upaya pengungkapan fakta dalam perkara kekerasan psikis seringkali mengalami kesulitan
Dalam proses pembuktian kekerasan seksual pun, diharapkan aparat penegak hukum tidak bersifat diskriminatif. Terutama, diharapkan tidak menyalahkan korban ataupun memberikan stigma buruk kepada korban tersebut. Hal ini dikarenakan korban yang telah bersedia datang dengan kondisi yang masih merasa depresi, dan takut,tentunya butuh perlindungan bukan malah mendapati tanggapan seseorang yang menyalahkan korban (Victim Blaming) yang dapat memeprburuk keadaan korban (Iqbal, Emilda, & Ferawati, 2020).
Kelebihan, Kekurangan serta Saran
Abstrak yang ditulis sangat lengkap dan lugas sehingga mudah dipahami oleh pembaca namun banyaknya pembahasan dan pendapat para ahli membuat sangat banyak argumen yang harus di pahami dengan konsep yang berbeda. Disarankan agar penulis memperluas topiknya untuk memberikan pemahaman yang lebih mudah dan mendalam kepada pembaca. Implikasinya, pertimbangan hakim harus akurat, artinya harus didasarkan pada kebenaran hukum, peristiwa persidangan yang sebenarnya, dan alat bukti yang dihasilkan dan pembuktian kasus kekerasan seksual ini harus di perjelas sehingga keputusan hakim dapat diterima oleh masyarakat
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H