Deretan penjelas berisi tentang penjelasan proses mengapa fenomena tersebut bisa terjadi atau tercipta dan bisa terdiri lebih dari satu paragraf. Deretan penjelas mendeskripsikan dan merincikan penyebab dan akibat dari sebuah bencana alam yang terjadi.
- Interpretasi (Opsional)
Teks penutup yang bersifat pilihan; bukan keharusan. Teks penutup yang dimaksud adalah, teks yang merupakan intisari atau kesimpulan dari pernyataan umum dan deretan penjelas. Opsionalnya dapat berupa tanggapan maupun mengambil kesimpulan atas pernyataan yang ada dalam teks tersebut.
Mengacu pada pengertian dan struktur di atas, maka dapat diidentifikasi ciri-ciri teks eksplanasi. Â Adapun ciri-ciri teks eksplanasi adalah sebagai beriku (1) strukturnya terdiri atas: pernyataan umum, deretan penjelas, dan interpretasi, (2) memuat informasi berdasarkan fakta (faktual), dan (3) faktualnya memuat informasi yang bersifat keilmuan, contohnya sains.
2.1.3Â Kaidah Kebahasaan Teks Eksplanasi
- Kaidah kebahasaan teks eksplanasi pada prinsipnya sama dengan teks prosedur. Sebagai teks yang berkategori faktual (nonsastra), teks eksplanasi menggunakan banyak kata yang bermakna denotatif.
- Sebagai teks yang berisi paparan proses, baik itu secara kausalitas maupun kronologis, teks tersebut menggunakan banyak konjungsi kausalitas ataupun kronologis.
- Konjungsi kausalitas antara lain sebab, karena, oleh sebab itu, oleh karena itu, sehingga, dan lain sebagainya.
- Konjungsi kronologis (hubungan waktu), seperti kemudian, lalu, setelah itu, pada akhirnya. Teks eksplanasi yang berpola kronologis juga menggunakan banyak keterangan waktu pada kalimat-kalimatnya.
- Paparan di atas diperkuat dengan pendapat Restuti (2013); Mashun (2013) yang menyimpulkan bahwa kaidah kebahasaan dari teks eksplanasi mencakup: (a) fokus pada hal umum (generic) dan bukan partisipan manusia (nonhuman participants). Contoh: bencana gempa bumi, banjir, hujan, dan udara; (b) menggunakan istilah alamiah; (c) lebih banyak menggunakan kata kerja material dan relasional (kata kerja aktif); (d) menggunakan kata penghubung waktu dan kausal. Contoh: jika, bila, sehingga, sebelum, pertama, dan kemudian; (e) menggunakan kalimat pasif; dan (f) eksplanasi ditulis untuk membuat justifikasi bahwa sesuatu yang diterangkan secara kausal itu benar adanya.
- Konsep Model Pembelajaran Kooperatif Tipe NHT (Numbered Head Together)
Menurut Suyatno (2004: 34) model pembelajaran kooperatif muncul dari konsep bahwa siswa akan lebih mudah menemukan dan memahami konsep yang sulit jika mereka saling berdiskusi dengan temannya. Siswa secara rutin bekerja dalam kelompok untuk saling membantu memecahkan masalah-masalah yang kompleks.
Lebih lanjut Suyatno mengatakan bahwa penerapan model pembelajaran kooperatif dilakukan dengan cara membagi siswa ke dalam beberapa kelompok kecil yang berbeda-beda dari segi kemampuan atau ukuran kelompok. Siswa ditempatkan ke dalam kelompok kooperatif untuk dilatih keterampilan khusus agar dapat bekerja sama dengan baik, memberikan penjelasan dengan baik, dan mengajukan pertanyaan dengan baik.
Gordon (dalam Lie, 2002: 41)  mengatakan bahwa pembelajaran kooperatif merupakan suatu proses penciptaan lingkungan pembelajaran-pembelajaran kelas yang memungkinkan siswa-siswa dapat bekerja bersama-sama dalam kelompok kecil yang heterogen mengerjakan tugas. Lie (2002: 41) juga mengutip pendapat Watson (1991) bahwa pengajaran kooperatif sebagai lingkungan belajar, yakni siswa bekerja sama dalam suatu kelompok kecil yang kemampuannya berbeda-beda untuk menyelesaikan tugas-tugas  akademik.
Pembelajaran kooperatif merupakan fondasi yang baik untuk meningkatkan dorongan prestasi siswa. Tujuan dibentuknya kelompok kooperatif adalah untuk memberi kesempatan kepada siswa agar dapat terlibat secara aktif dalam proses berpikir  dalam kegiatan belajar.
Lie (2002: 42) menyimpulkan bahwa pembelajaran kooperatif merupakan kegiatan dalam proses belajar yang membagi siswa ke dalam sebuah kelompok kecil. Para siswa belajar dan bekerja dalam kelompok atau diskusi sehingga mereka memperoleh pengalaman belajar. Pembelajaran kooperatif dapat juga diartikan sebagai motif kerja sama, yakni setiap individu dihadapkan pada pilihan yang harus diikuti, apakah memilih bekerja sama, berkooperatif, atau individualitas. Penggunaan model pembelajaran yang membutuhkan partisipasi dan kerja sama  kelompok.
Menurut Slavin (1987) (dalam Rahim 2005: 18), berpendapat bahwa pembelajaran kooperatif (kelompok kecil) adalah pembelajaran yang diberikan terhadap siswa secara berkelompok dimana tiap kelompok terdiri dari 5 sampai 8 siswa.Slavin menyatakan ada dua klasifikasi belajar kelompok di sekolah yaitu pengelompokan antarkelas besar dan pengelompokan di dalam kelas.
Pengelompokan antarkelas besar biasanya didasarkan atas kemampuan akademis yang dimiliki siswa. Sedangkan pengelompokan di dalam kelas terdiri atas lima bentuk yaitu (1) Jigsaw Classroom, (2) Team Games Tournament (TGT), (3) Students Team Sand Academic Divion (STAD), (4) Kelompok Penyelidik, dan (5) Pengajaran kelompok kecil.