"Oke, kita lanjut." Pak Ben kembali menjelaskan pelajaran tentang rokok.
Semua siswa kembali fokus mendengarkan Pak Ben.
Gabriel, teman Reza yang duduk di depanku membalikkan badannya. "Ayolah, cewek purba, tertawalah. Itu lucu."
Aku menatap Gabriel sejenak, lalu memalingkan wajahku. Aku sama sekali tidak peduli akan komentar orang. Mataku tertuju ke arah seorang siswi berambut ikal yang duduk di depan, dia adalah sahabatku.
***
Dear diary, aku punya sahabat, namanya Venushara, biasanya kupanggil Vira.
Dia sangat keren. Aku tak menduga dia mau berteman denganku, tapi kami pindah dalam waktu berdekatan. Sama-sama anak baru di kota ini, jadi, kurasa aku beruntung. Sebelum ada Vira, aku sering kali sendiri.Â
Aku bukan tipe orang yang suka perhatian, tapi dia punya cara sendiri yang membuatku merasa berbeda. Dia bersamaku saat aku tahu kabar kakakku. Dia menguatkanku. Kami menangis.Â
Kini, sejak itu, dia membuatku tertawa pada saat aku ingin menghilang. Yang membuatku sadar dulu aku tak pernah punya sahabat.Â
Kafe Janji Mantan, jam 16:00.
Suara dentingan sendok dan garpu terdengar tak berirama. Pelayan hilir mudik mengantar pesanan yang jumlahnya cukup banyak. Kafe ini memang selalu ramai di sore hari, karena tempatnya yang gaul, banyak anak muda yang menghabiskan sorenya dengan meminum kopi dan memakan makanan ringan bersama teman ataupun pacar.