‘Tentara Nica menyebut Tentara Republik, dengan sebutan Tentara Ekstrimis Soekarno’
Bentakan-bentakan, tendangan dan pukulan dengan popor senapan suara tembakan, diikuti suara histeris perempuan dan tangisan anak-anak bercampur aduk, kampung sudah diduduki tentara Nica.
Jelang Siang hari, mereka yang bersembunyi di dalam air mulai menggigil kedinginan, dengan wajah pucat, perut keroncongan menahan lapar. Namun, semua itu dikalahkan oleh rasa takut dan dendam luar biasa melihat tingkah polah Nica.
“Kang lihat siapa itu tiga orang jongkok sambil angkat tangan, itu dibawah pohon kelapa sedang ditendang dan dipukul dengan gagang popor oleh empat tentara Nica?” tangannya menyibak sedikit semak-semak, supaya pandangannya lebih jelas.
“Tidak tahu, tapi jangan-jangan itu saudaranya Anto bersama dua temannya yang dari Banyumas. Kan mereka pada mengingap di rumah Anto, mudah-mudahan orang tua Anto tidak pulang dari pengungsian” bisik Gosam.
“Lihat satu orang disuruh naik pohon Kelapa, oh…mungkin disuruh petik kelapa muda…” bisik-bisik mereka terhenti, terdengar letusan bunyi senjata api bersamaan suara keras tubuh menghantam tanah.
Mata mereka saling berpandangan dengan mata telanjang mereka semua melihat kejadian sangat keji, sungguh sangat keji. Saat orang tersebut sudah sampai diatas tinggal metik kelapa muda, ditembak.
Dari mulut mereka serempak terdengar bisikan tanpa sadar “Astagfirullah, Allahu Akbar, Innalilahi wainna illaihi rojiun”
Terlihat Tentara Nica tertawa-tawa, senang. Dua orang ditendang setelah itu di beri cangkul dan sekop.
Batin mereka “Bajingan Nica…lihat itu dua orang kelihatannya di suruh menggali lobang mungkin untuk mengubur temannya?”
Sesaat kemudian setelah galian cukup dalam, mereka disuruh angkat temannya yang sudah mati. Terlihat dua orang sudah masuk dalam lobang bersamaan terdengar rentetan tembakan, dan tawa membahana tentara Nica sambil menimbun mereka.