“Ssst…Kang Toyo lihat ada bayangan besar hitam, mengarah kesini” bisik Kang Darsim
“Kang Darsim bawa tiga temanmu ke arah seberang jalan…tunggu aba-abaku” Aku memberi instruksi pada Kang Darsim supaya pindah posisi.
“Sepertinya tentara Republik dia jalan berangkulan”. Kang Wanto berbisik
“Ssstt tunggu, jangan keluar…tahaan belum jelas” bisikku sambil mengepalkan tangannya sebagai kode tahan, tidak boleh ada yang bergerak.
“Berhenti…siapa kamu!” teriaknya dari balik pohon Mahoni.
Seketika dua sosok orang berhenti, terlihat senjata laras panjang terpenggang ditangan siap tembak.
“Tentara Republik, kamu siapa” terlihat dalam keremangan malam dua orang ditanganya terlihat menyangklong bedil.
“Jangan tembak kami kawan, saya mau keluar” teriaknya sambil keluar dari samping pohon Mahoni. sambil memberi komando supaya keluar dari persembunyian.
“Tolong bantu teman saya tertembak” terdengar napas ngos-ngosan dan rintihan, setelah dekat aku melihat baju dan celana basah oleh darah dan tercium bau amis sangat tajam.
“Kang Narjo, Darso ambil semua bambu runcing, jejerkan dan dua bambu taruh menyilang ikat pakai pelepah pohon pisang buat tandu sementara” perintahku sambil mencari pelepah pisang di sobek memanjang dibuat tali.
“Ayo angkat pelan taruh diatas bambu…bawa kerumah Pak Kadus, tiga orang tetap jaga disini” mereka beramai-ramai mengangkat tandu.