Mohon tunggu...
Sarni Handayani Puspita Sari
Sarni Handayani Puspita Sari Mohon Tunggu... Dosen - Dosen FEBI USIMAR

Hai! Saya Canny 🎀 Saya ingin berbagi pengalaman saya menggunakan tulisan

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

Jual-Beli dalam Islam

1 Juni 2024   15:30 Diperbarui: 1 Juni 2024   16:14 148
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://www.google.com/search?sca_esv=b92ff2ff420a2afa&sca_upv=1&rlz=1C5CHFA_enID1090ID1090&sxsrf=ADLYWILY-vE3gzYc5WLHRMrQB6Yv6YZmzw:1717233185120&q=j

Definisi, Dalil, dan Etika Jual Beli

Definisi Jual Beli

Jual- beli (al bai’) merupakan salah satu terminologi ilmu fikih yang ketentuannya terdapat dalam Al- Qur’an dan Sunnah, yang terdiri dari sudut historis merupakan kelanjutan dari syariat sebelum ajaran Islam diturunkan kepada Nabi Muhammad Saw (Jaih Mubarok, Hasanuddin, 2017). Kata al- bai’ mencangkup dua pengertian, yaitu jual (al- bai’) dan beli (al- syira) adapun pengertian al- bai’ secara bahasa yaitu:

                                   yaitu tukar menukar sesuatu dengan sesuatu yang lain (Zuhaili, 1989).

                                          di mana jual beli secara bahasa adalah tukar-meukar secara mutlak (Sabiq, 1981).

Dari pengertian tersebut dapat dipahami bahwa jual beli menurut bahasa adalah tukar menukar apa saja, baik antara barang dengan barang atau barang dengan uang. Pengertian ini diambil dari firman Allah swt dalam surah Al-baqarah ayat 16:

اُولٰۤىِٕكَ الَّذِيْنَ اشْتَرَوُا الضَّلٰلَةَ بِالْهُدٰىۖ فَمَا رَبِحَتْ تِّجَارَتُهُمْ وَمَا كَانُوْا مُهْتَدِيْنَ

“Mereka itulah orang yang membeli kesesatan dengan petunjuk, maka tidaklah beruuntung perniagaan mereka dan tidaklah mereka mendapat petunjuk” (Q.S. Al- Baqarah:16).

Secara terminologi jual beli adalah transaksi antara satu orang dengan orang yang lain yang berupa tukar-menukar suatu barang dengan barang yang lain berdasarkan tata cara atau akad tertentu. Pada kenyataanya dalam kehidupan sehari-hari, pengertian dari jual beli adalah penukaran barang dengan uang. Sedangkan penukaran barang dengan barang tidak lazim disebut jual beli, melainkan disebut barter.

b. Dalil Jual Beli

Dalil jual beli berasal dari Al- Qur’an, Sunnah/ Hadis dan Ijma. Jual beli merupakan akad yang bersumber pada Al- Qur’an yaitu:

Q.S. Al- Baqarah [2]: 275 yang substansinya adalah Allah menghalalkan jual beli dan dan mengharamkan riba.

Q.S. Al- Baqarah [2]: 282 yang substansinya adalah bahwa Allah memerintahkan adanya saksi dalam jual- beli tangguh.

Q.S. Al- Baqarah [2]: 198 yang substansinya adalah bahwa Allah membolehkan manusia untuk mencari rezeki dengan bisnis.

Q.S. an- Nisa [4]:29 yang substansinya tijarah (di antaranya jual- beli) harus dilakukan atas dasar saling rela/ ridho (terhindar dari unsur paksaan).

Adapun hadis yang menjelaskan tetang jual beli adalah:

أَىُّ الْكَسْبِ أَطْيَبُ قَالَ  عَمَلُ الرَّجُلِ بِيَدِهِ وَكُلُّ بَيْعٍ مَبْرُورٍ

“Wahai Rasulullah, mata pencaharian (kasb) apakah yang paling baik?” Beliau bersabda, “Pekerjaan seorang laki-laki dengan tangannya sendiri dan setiap jual beli yang mabrur (diberkahi).” (HR. Ahmad 4: 141, hasan lighoirihi)

Umar telah sepakat (ijama) tentang kebolehan melakukan jual- beli karena manusia secara alami memiliki kebutuhan yang harus dipenuhi. Jual beri merupakan bagian dari peradaban. Ibn Khaldun menjelaskan bahwa dari segi alamiyah, manusia adalah mahluk berperadaban (kreatif dan inovatif) dan manusia tegak dalam konteks pemenuhan kebutuhan antara lain melalui jual beli atau pertukaran (Yunus, 2007).

c. Etika Jual Beli

Terdapat enam etika jual- beli yang dijelaskan oleh ulama, antara lain (Jaih Mubarok, Hasanuddin, 2017):

Tidak terkandung penipuan dalam memperoleh keuntungan.

Jujur dalam ber- muamalah (Shidq al- mua’malah): menjelaskan kualitas dan kuantitas objek jual- beli secara benar (dengan tidak berdusta dalam menjelaskan macam, jenis, asal atau sumber dan pembebanan benda yang dijadikan objek jual beli).

Lemah lembut dalam bermuamalah (al- sahamah).

Menghindari sumpah meskipun pedagang itu adalah benar.

Banyak bersedekah (katsrat al- sadaqah).

Penulisan utang disertai saksi.

B. Rukun  dan Syarat Jual- Beli 

Dalam menetapkan rukun jual beli diantara para ulama terjadi perbedaan. Menurut Ulama Hanafiah, rukun jual beli adalah ijab Qabul yang menunjukkan pertukaran barang secara ridha baik ucapan maupun perbuatan.

Menurut Jumhur Ulama ada empat rukun jual beli, yaitu (Jaih Mubarok, Hasanuddin, 2017):

1. Pihak penjual (Ba’i)

2. Pihak pembeli (mustari)

3. Ijab Qabul (Sighat)

4. Obyek jual beli (Ma’qus alaih)

Menurut ulama fikih, rukun jual beli dalam Islam ada tiga, yaitu :

penjual dan pembeli; berakal sehat, balig, atas kemauan diri sendiri dan tidak boros.

benda (barang) yang diperjual-belikan; barang yang diperjual belikian milik penjual, barang itu suci dan bermanfaat, dapat diserah terimakan, dan kualitas barang jelas.

ijab qabul (transaksi), yaitu penjual menyerakan barang dan pembeli menerimanya setelah membayar dengan harga yang telah disepakati bersama. Setiap rukun-rukun tersebut mempunyai syarat-syarat tertentu.

C. Hal-hal Yang Terlarang Dalam Jual Beli

Jual beli dapat dilihat dari beberapa sudut pandang, antara lain ditinjau dari segi sah atau tidak sah dan terlarang atau tidak terlarang. Jual beli yang sah dan tidak terlarang yaitu jual beli yang terpenuhi rukun-rukun dan syarat-syaratnya. Jual beli yang terlarang dan tidak sah (bathil) yaitu jual beli yang salah satu rukun atau syaratnya tidak terpenuhi atau jual beli itu pada dasar dan sifatnya tidak disyariatkan (disesuaikan dengan ajaran islam).  Jual beli yang sah tapi terlarang ( fasid ). Jual beli ini hukumnya sah, tidak membatalkan akad jual beli, tetapi dilarang oleh Islam karena sebab-sebab lain.

Terlarang sebab Ahliah (Ahli Akad). Ulama telah sepakat bahwa jual beli dikategorikan sah apabila dilakukan oleh orang yang baliqh, berakal, dapat memilih. Mereka yang dipandang tidak sah jual belinya sebagai berikut :

Jual beli yang dilakukan oleh orang gila.

Jual beli yang dilakukan oleh anak kecil. Terlarang dikarenakan anak kecil belum cukup dewasa untuk mengetahui perihal tentang jual beli.

Jual beli yang dilakukan oleh orang buta. Jual beli ini terlarang karena ia tidak dapat membedakan barang yang jelek dan barang yang baik.

Jual beli terpaksa

Jual beli fudhul adalah jual beli milik orang lain tanpa seizin pemiliknya.

Jual beli yang terhalang. Terhalang disini artinya karena bangkrut, kebodohan, atau pun sakit.

Jual beli malja’  adalah jual beli orang yang sedang dalam bahaya, yakni untuk menghindar dari perbuatan zalim.

Terlarang Sebab Shigat. Jual beli yang antara ijab dan kabulnya tidak ada kesesuaian maka dipandang tidak sah. Beberapa jual beli yang termasuk terlarang sebab shiqat sebagai berikut :

1)Jual beli Mu’athah. Jual beli yang telah disepakati oleh pihak akad, berkenaan dengan barang maupun harganya, tetapi tidak memakai ijab kabul.

2)Jual beli melalui surat atau melalui utusan dikarenakan kabul yang melebihi tempat, akad tersebut dipandang tidak sah, seperti surat tidak sampai ketangan orang yang dimaksudkan.

3)Jual beli dengan syarat atau tulisan. Apabila isyarat dan tulisan tidak dipahami dan tulisannya jelek (tidak dapat dibaca), maka akad tidak sah.

4)Jual beli barang yang tidak ada ditempat akad. Terlarang karena tidak memenuhi syarat in’iqad (terjadinya akad). Jual beli tidak bersesuaian antara ijab dan kabul.

5)Jual beli munjiz  adalah yang dikaitkan dengan suatu syarat atau ditangguhkan pada waktu yang akan datang.

Terlarang Sebab Ma’qud Alaih (Barang jualan) Ma’qud alaih adalah harta yang dijadikan alat pertukaran oleh orang yang akad, yang biasa disebut mabi ’(barang jualan) dan harga. Tetapi ada beberapa masalah yang disepakati oleh sebagian ulama, tetapi diperselisihkan, antara lain :

1)Jual beli benda yang tidak ada atau dikhwatirkan tidak ada.

2)Jual beli yang tidak dapat diserahkan. Contohnya jual beli burung yang ada di udara, dan ikan yang ada didalam air tidak berdasarkan ketetapan syara’.

3) Jual beli gharar adalah jual beli barang yang menganung unsur menipu (gharar).

4)Jual beli barang yang najis dan yang terkena najis. Contohnya : Jual beli bangkai, babi, dll.

5)Jual beli air

6)Jual beli barang yang tidak jelas (majhul). Terlarang dikarenakan akan mendatangkan pertentangan di antara manusia.

7)Jual beli  yang tidak ada ditempat akad (gaib) tidak dapat dilihat. Jual beli sesuatu sebelum dipegangi. Jual beli buah-buahan atau tumbuhan apabila belum terdapat buah, disepakati tidak ada akad. Setelah ada buah, tetapi belum matang, akadnya fasid.

Terlarang Sebab Syara’. Jenis jual beli yang dipermasalahkan sebab syara’ nya diantaranya adalah :

1)jual beli riba

2)Jual beli dengan uang dari barang yag diharamkan. Contohnya jual beli khamar, anjing, bangkai.

3)Jual beli barang dari hasil pencegatan barang yakni mencegat pedagang dalam perjalanannya menuju tempat yang dituju sehingga orang yang mencegat barang itu mendapatkan keuntungan.

4)Jual beli waktu adzan jum’at.Terlarang dikarena bagi laki-laki yang melakukan transaksi jual belidapat mengganggukan aktifitas kewajibannya sebagai muslim dalam mengerjakan shalat jum’at.

5)Jual beli anggur untuk dijadikan khamar.

6)Jual beli barang yang sedang dibeli oleh orang laing. Jual beli hewan ternak yang masih dikandung oleh induknya.

D. Barang Yang Dilarang Diperjual Belikan Dalam Islam

Islam melarang bentuk jual beli yan mengandung tindak bahaya bagi yang lain semacam jika BBM naik, sebagian pedagang menimbun barang sehingga membuat warga sulit mencari minyak dan hanya bisa diperoleh dengan harga yang relatif mahal. Begitu pula segala bentuk penipuan dan pengelabuan dalam jual beli menjadikannya terlarang. Saat ini kita akan melihat bahasan sebagai tindak lanjut dari tulisan sebelumnya mengenai bentuk jual beli yang terlarang.

Sebagai agama yang lengkap telah memberikan petunjuk lengkap tentang perdagangan, termasuk didalamnya barang-barang yang tidak boleh diperjualbelikan. Sebagai pengusaha muslimsudah sepantasnya kita mempelajari masalah ini agar terhindar dari perniagaan yang haram dan tidak di ridhoi allah.

Islam adalah agama yang syamil, yang mencangkup segala permasalahan manusia, tak terkecuali dengan jual beli. Jual beli telah disyariatkan dalam Islam dan hukumnya mubah atau boleh, berdasarkan Al Quran, sunnah, ijma’ dan dalil aqli. Allah SWT membolehkan jual-beli agar manusia dapat memenuhi kebutuhannya selama hidup di dunia ini.

Namun dalam melakukan jual-beli, tentunya ada ketentuan-ketentuan ataupun syarat-syarat yang harus dipatuhi dan tidak boleh dilanggar. Seperti jual beli yang dilarang yang akan kita bahas ini, karena telah menyelahi aturan dan ketentuan dalam jual beli, dan tentunya merugikan salah satu pihak, maka jual beli tersebut dilarang. Diantara jual beli yang dilarang dalam islam tersebut antara lain:

1. Jual beli yang diharamkan

Tentunya ini sudah jelas sekali, menjual barang yang diharamkan dalam Islam. Jika Allah sudah mengharamkan sesuatu, maka Dia juga mengharamkan hasil penjualannya. Seperti menjual sesuatu yang terlarang dalam agama. Rasulullah telah melarang menjual bangkai, khamr, babi, patung dan lain sebagainya yang bertentangan dengan syariah Islam.

Begitu juga jual beli yang melanggar syar’I yaitu dengan cara menipu. Menipu barang yang sebenarnya cacat dan tidak layak untuk dijual, tetapi sang penjual menjualnya dengan memanipulasi seakan-akan barang tersebut sangat berharga dan berkualitas. Ini adalah haram dan dilarang dalam agama, bagaimanapun bentuknya.

2. Barang yang tidak ia miliki.

Misalnya, seorang pembeli datang kepadamu untuk mencari barang tertentu.Tapi barang yang dia cari tidak ada padamu. Kemudian kamu dan pembeli saling sepakat untuk melakukan akad dan menentukan harga dengan dibayar sekian, sementara itu barang belum menjadi hak milik kamu atau si penjual. Kemudian ent pergi membeli barang dimaksud dan menyerahkan kepada si pembeli.

Jual beli seperti ini hukumnya haram, karena si pedagang menjual sesuatu yang barangnya tidak ada padanya, dan menjual sesuatu yang belum menjadi miliknya, Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam telah melarang cara berjual beli seperti ini. Istilah kerennya reseller.

Dalam suatu riwayat, ada seorang sahabat bernama Hakim bin Hazam Radhiyallahu 'anhu berkata kepada Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa salalm : “Wahai, Rasulullah. Seseorang datang kepadaku. Dia ingin membeli sesuatu dariku, sementara barang yang dicari tidak ada padaku. Kemudian aku pergi ke pasar dan membelikan barang itu”. Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda :

لَا تَبِعْ مَا لَيْسَ عِنْدَكَ


 “ Jangan menjual sesuatu yang tidak ada padamu. [HR Tirmidzi]. “

3. Jual beli Hashat.

Yang termasuk jual-beli Hashat ini adalah jika seseorang membeli dengan menggunakan undian atau dengan adu ketangkasan, agar mendapatkan barang yang dibeli sesuai dengan undian yang didapat. Sebagai contoh: Seseorang berkata:                               “ Lemparkanlah bola ini, dan barang yang terkena lemparan bola ini kamu beli dengan harga sekian”. Jual beli yang sering kita temui dipasar-pasar ini tidak sah. Karena mengandung ketidakjelasan dan penipuan.

4. Jual beli Mulamasah.

Mulamasah artinya adalah sentuhan. Maksudnya jika seseorang berkata:  “Pakaian yang sudah kamu sentuh, berarti sudah menjadi milikmu dengan harga sekian”. Atau “Barang yang kamu buka, berarti telah menjadi milikmu dengan harga sekian”. Jual beli yang demikian juga dilarang dan tidak sah, karena tidak ada kejelasan tentang sifat yang harus diketahui dari calon pembeli. Dan didalamnya terdapat unsur pemaksaan.

5. Jual Beli Najasy

Bentuk praktek najasy adalah sebagai berikut, seseorang yang telah ditugaskan menawar barang mendatangi penjual lalu menawar barang tersebut dengan harga yang lebih tinggi dari yang biasa. Hal itu dilakukannya dihadapan pembeli dengan tujuan memperdaya si pembeli. Sementara ia sendiri tidak berniat untuk membelinya, namun tujuannya semata-mata ingin memperdaya si pembeli dengan tawarannya tersebut. Ini termasuk bentuk penipuan.

Dan Rasullulah S.A.W. telah melarang perbuatan najasy ini seperti yang terdapat di dalam hadist :

"Janganlah kamu melakukan praktek najasy, janganlah seseorang menjual di atas penjualan saudaranya, janganlah ia meminang di atas pinangan saudaranya dan janganlah seorang wanita meminta (suaminya) agar menceraikan madunya supaya apa yang ada dalam bejana (madunya) beralih kepadanya," (HR Bukhari [2140] dan Muslim [1413]).    

E. Cara Penentuan Harga Jual- Beli

Dari segi penentuan harga (tsaman), jual beli dibedakan menjadi empat: jual- beli musawamah, muzayadah, munaqashah, dan penentuan harga secara sepihak.

1. Jual Beli Musawamah (tawar- menawar)

Sebagai mana yang dijelaskan dalam datwa DSN-MUI, jual- beli musawamah adalahjual- beli yang dilakukan dengan melalui proses tawar menawar untuk mencari/ menemukan harga (tsaman) yang disepakati. Jual beli musawamah adalah jual- beli yang harganya ditetapkan atas dasar kesepakatan (sesuai teori permintaan/ demand dan  penawaran/ supply) (Jaih Mubarok, Hasanuddin, 2017). Hal tersebut di dasarkan pada dua hadis yang bersifat muttafaq ‘alaih (Buhkari dan Muslim) yaitu (Al-Syaukani, 1347 H):

 

Dari Abu Hurairah, sesungguhnya Rasulullah Saw bersabda, janganlah seorang muslim menawar barang yang ditawar oleh muslim yang lain, (HR Muslim, No. 3886)

 

Jual Beli (Price Tag/ Bithaqat al- Si’r)

Dalam perkembangannya terlihat bahwa jual- beli musawamah mengalami perubahan, di antara perubahannya adalah jual- beli dalam bentuk penentuan harga secara sepihak (bandrol). Praktik jual- beli ini pada umumnya dilakukan oleh supermarket yang menerapkan harga yang ditempel pada barang/ asset yang ditawarkan (atau pada raknya). Untuk memikat pengunjung aga tetap setia menjadi pelanggan,  biasanya pengelola supermarket memberikan bonus kepada pembeli, baik berupa hadiah maupun discount (potongan harga) (Jaih Mubarok, Hasanuddin, 2017).

3. Jual- Beli Muzayadah (lelang)

Jual- belo muzayadah adalah jual- beli yang ditetapkan secara sepihak oleh pemilik barang, harga barang tidak pernah diturunkan, tetapi akan mengalami kenaikan bila permintaan tergolong tinggi (dikenal dengan lelang; penjualan dilakukan setelah penawaran yang paling tinggi) (Yunus, 2007).

4. Jual- Beli Muaqashah (Tender)

Jual beli muaqashah  pada umumnya dilakukan atas jual- beli proyek konstruksi yang praktiknya mirip dengan jual beli muzayadah di mana harganya didasarkan atas dasar penawaran para calon pembeli guna mendapatkan harga yang paling rendah. Jual beli ini merupakan jual beli yang dibolehkan, sebagai mana dijelaskan dalam kitab Mausu’at al- Iqhtisad al- Islami, karena tidak bertentangan dengan syariat islam (Jaih Mubarok, Hasanuddin, 2017).

5. Perjumpaan Utang: Bai’ Al- Muqashah

Bai’ Al- Muqashah adalah penyelesaian utang- piutang secara sukarela dan dapat pula melalui putusan pengadilan dalam hal terjadi sengketa.

F. Akad Jual- Beli

Ada beberapa jenis akad  jual-beli dalam transaksi ekonomi syariah:

Salam,  perjanjian jual beli, dengan cara pemesanan barang dengan spesifikasi tertentu yang dibayar di muka dan  penjual harus menyediakan barang tersebut dan diantarkan kepada si pembeli dengan tempat dan waktu penyerahan barang yang sudah ditentukan dimuka. 

Dalam akad salam, barang yang diperjualbelikan harus dapat dihitung atau ditimbang beratnya, jenis, klasifikasi dan spesifikasinya juga harus jelas. Apabila barang pesanan tersebut tidak sesuai dengan ketentuan yang sesuai dengan perjanjian di muka,  dan ternyata barang tersebut lebih baik kualitasnya si pembeli harus mau menerimanya dan si penjual tidak berhak menerima pembayaran lebih dari yang sudah dibayarkan, apabila barang tersebut lebih rendah kualitasnya, si pembeli berhak menolak untuk menerima barang tersebut dan penjual harus mengembalikan uangnya. 

Salah satu contoh akad salam dalam konteks kekinian adalah transaksi jual beli online, antara lain transfer via ATM, sistem Cash On Delivery (COD), dan rekening bersama (rekber). Terlepas dari model transaksi tersebut, hal yang paling diutamakan dalam belanja online adalah kejelian melihat identitas penjual, kualitas dan harga barang, serta keamanan dalam bertransaksi. 

Aman saja belum tentu syar’i, karena jual beli online dapat dikatakan syar’i jika sudah memenuhi rukun dan syarat jual beli, sesuai dengan syarat yang terdapat dalam akad salam, memenuhi etika jual beli, serta asas-asas perjanjian dalam hukum islam salah satunya adalah asas amanah, karena jual beli online dilakukan dengan modal kepercayaan dan atas dasar saling ridha. Informasi sejujur-sejujurnya diperlukan untuk menghindari garar dan kemungkinan risiko yang akan terjadi.

Istisna’, dari akar kata bahasa arab: ‘sana’ yang artinya dalam bahasa Inggris “ to manufacture” yaitu suatu perjanjian jual beli dengan cara memesan barang yang bukan komoditi atau barang pertanian tapi barang yang dibuat dengan mesin dan keahlian khusus, seperti perlengkapan kitchen set, kursi dan meja makan atau konstruksi bangunan, dimana barang tersebut dipesan dan dibuat sesuai dengan ketentuan yang diminta oleh pembeli dengan sepsifikasi yang khusus, di bayar sebagian di muka dan bisa dengan cicilan atau langsung di bayar sekaligus apabila barang pesanan tersebut sudah selesai dan siap untuk di gunakan oleh pembelinya (Mujiatun S, 2013).

Murabahah, perjanjian jual-beli dengan harga pasar di tambah dengan laba atau untung buat si penjual, dimana pembeli mengetahui dengan pasti nilai dari harga pasar dari barang tersebut dan nilai tambahan dari si penjual. Selain itu, murabahah sebagai bentuk jual beli amanah menuntut penjual dan pembeli untuk saling mengetahui dan saling berterus terang mengenai obyek jual beli baik spesifikasi barang, harga perolehan, margin yang dikehendaki, maupun metode pembayaran, termasuk dalam harga perolehan adalah harga pokok barang dan biaya pengadaannya sehingga harga perolehan baru diketahui setelah barang secara hukum dimiliki oleh penjual (Imama, 2015). 

Tawliyah, transaksi jual beli dengan harga pokok/pasar di mana penjual tidak mendapat kan keuntungan dari hasil penjualan barangnya. Stategi yang digunakan dalam rangka penjualan akad tauliah antara lain dapat dilakukan dengan metode “cuci gudang” (Jaih Mubarok, Hasanuddin, 2017). Biasanya metode tersebut diimplementasikan pada akhir tahun karena akan meluncurkan produk baru karena produk sebelumnya dinilai akan ketinggalan jaman.

Wadiyah, transaksi jual beli dengan harga di bawah harga pokok/pasar, atau si penjual memberi diskon atas barang yang di jualnya. Hal tersebut biasanya diterapkan untuk meminimalisir kergian akibat produk yang tidak laku karena adanya issue bahwa produk tersebut sudah ketinggalan jaman.

G. Kesimpulan

Jual beli adalah transaksi antara satu orang dengan orang yang lain yang berupa tukar-menukar suatu barang dengan barang yang lain berdasarkan tata cara atau akad tertentu. Jual beli dikatakan sah dalam Islam apabila memenuhi rukun dan syarat jual beli dalam Islam  yakni adanya pihak penjual (ba’i),pihak pembeli (mustari), ijab qabul (Sighat), dan obyek jual beli (ma’qus alaih).

Islam adalah agama yang syamil, yang mencangkup segala permasalahan manusia, tak terkecuali dengan jual beli. Jual beli telah disyariatkan dalam Islam dan hukumnya mubah atau boleh, berdasarkan Al Quran, sunnah, ijma’ dan dalil aqli. Allah SWT membolehkan jual-beli agar manusia dapat memenuhi kebutuhannya selama hidup di dunia ini.

Dari segi penentuan harga (tsaman), jual beli dibedakan menjadi empat: jual- beli musawamah, muzayadah, munaqashah, dan penentuan harga secara sepihak. Adapun beberapa akad yang sering digunakan dalam jual- beli yakni murabahah, tauliya, wadiah, ijarah, salam, dll.

 

DAFTAR REFERENSI

Al-Syaukani, M. I. (1347 H). Nailul al- Awthar Syarh Muntaqa al- Akhbar min Al Hadits Sayyid al- Akbar. Musthafa al- Babi al- Habibi, Vol. V.

Imama, L. S. (2015). Konsep dan Implementasi Murabahah pada Produk Pembiayaan Bank Syariah. Iqhtishadia: Jurnal Ekonomi & Perbankan Syariah .

Jaih Mubarok, Hasanuddin. (2017). Fikih Mu'amalah Maliyyah: Akad Jual- Beli. Bandung: Simbiosa Rekatama Media.

Mujiatun S. (2013). Jual Beli dalam Perspektif Islam: Salam dan Istisna. Jurnal Riset Akuntansi dan Bisnis.

Sabiq, S. (1981). Fiqh As-Sunnah, juz 3 . Beirut: Dar Al-Fikr, cet. III,.

Yunus, R. (2007). Al-Fiqh al-Islami wa Adilallatuhu . Damaskus: Dar al-Fikr.

Zuhaili, W. (1989). Al-Fiqh Al-Islamy wa Adillatuh. Damaskus: Dar Al-Fikr.

 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun