Salah satu contoh akad salam dalam konteks kekinian adalah transaksi jual beli online, antara lain transfer via ATM, sistem Cash On Delivery (COD), dan rekening bersama (rekber). Terlepas dari model transaksi tersebut, hal yang paling diutamakan dalam belanja online adalah kejelian melihat identitas penjual, kualitas dan harga barang, serta keamanan dalam bertransaksi.
Aman saja belum tentu syar’i, karena jual beli online dapat dikatakan syar’i jika sudah memenuhi rukun dan syarat jual beli, sesuai dengan syarat yang terdapat dalam akad salam, memenuhi etika jual beli, serta asas-asas perjanjian dalam hukum islam salah satunya adalah asas amanah, karena jual beli online dilakukan dengan modal kepercayaan dan atas dasar saling ridha. Informasi sejujur-sejujurnya diperlukan untuk menghindari garar dan kemungkinan risiko yang akan terjadi.
Istisna’, dari akar kata bahasa arab: ‘sana’ yang artinya dalam bahasa Inggris “ to manufacture” yaitu suatu perjanjian jual beli dengan cara memesan barang yang bukan komoditi atau barang pertanian tapi barang yang dibuat dengan mesin dan keahlian khusus, seperti perlengkapan kitchen set, kursi dan meja makan atau konstruksi bangunan, dimana barang tersebut dipesan dan dibuat sesuai dengan ketentuan yang diminta oleh pembeli dengan sepsifikasi yang khusus, di bayar sebagian di muka dan bisa dengan cicilan atau langsung di bayar sekaligus apabila barang pesanan tersebut sudah selesai dan siap untuk di gunakan oleh pembelinya (Mujiatun S, 2013).
Murabahah, perjanjian jual-beli dengan harga pasar di tambah dengan laba atau untung buat si penjual, dimana pembeli mengetahui dengan pasti nilai dari harga pasar dari barang tersebut dan nilai tambahan dari si penjual. Selain itu, murabahah sebagai bentuk jual beli amanah menuntut penjual dan pembeli untuk saling mengetahui dan saling berterus terang mengenai obyek jual beli baik spesifikasi barang, harga perolehan, margin yang dikehendaki, maupun metode pembayaran, termasuk dalam harga perolehan adalah harga pokok barang dan biaya pengadaannya sehingga harga perolehan baru diketahui setelah barang secara hukum dimiliki oleh penjual (Imama, 2015).
Tawliyah, transaksi jual beli dengan harga pokok/pasar di mana penjual tidak mendapat kan keuntungan dari hasil penjualan barangnya. Stategi yang digunakan dalam rangka penjualan akad tauliah antara lain dapat dilakukan dengan metode “cuci gudang” (Jaih Mubarok, Hasanuddin, 2017). Biasanya metode tersebut diimplementasikan pada akhir tahun karena akan meluncurkan produk baru karena produk sebelumnya dinilai akan ketinggalan jaman.
Wadiyah, transaksi jual beli dengan harga di bawah harga pokok/pasar, atau si penjual memberi diskon atas barang yang di jualnya. Hal tersebut biasanya diterapkan untuk meminimalisir kergian akibat produk yang tidak laku karena adanya issue bahwa produk tersebut sudah ketinggalan jaman.
G. Kesimpulan
Jual beli adalah transaksi antara satu orang dengan orang yang lain yang berupa tukar-menukar suatu barang dengan barang yang lain berdasarkan tata cara atau akad tertentu. Jual beli dikatakan sah dalam Islam apabila memenuhi rukun dan syarat jual beli dalam Islam yakni adanya pihak penjual (ba’i),pihak pembeli (mustari), ijab qabul (Sighat), dan obyek jual beli (ma’qus alaih).
Islam adalah agama yang syamil, yang mencangkup segala permasalahan manusia, tak terkecuali dengan jual beli. Jual beli telah disyariatkan dalam Islam dan hukumnya mubah atau boleh, berdasarkan Al Quran, sunnah, ijma’ dan dalil aqli. Allah SWT membolehkan jual-beli agar manusia dapat memenuhi kebutuhannya selama hidup di dunia ini.
Dari segi penentuan harga (tsaman), jual beli dibedakan menjadi empat: jual- beli musawamah, muzayadah, munaqashah, dan penentuan harga secara sepihak. Adapun beberapa akad yang sering digunakan dalam jual- beli yakni murabahah, tauliya, wadiah, ijarah, salam, dll.