Mohon tunggu...
Sarnabilah Nuraini
Sarnabilah Nuraini Mohon Tunggu... Mahasiswa - Pelajar/mahasiswa

Mahasiswa fakultas syariah universitas islam negri Raden mas said surakarta - Mahasiswa fakultas syariah universitas islam negri Raden mas said surakarta

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Review Skripsi Hak Asuh Anak Pasca Perceraian Perspektif Hukum Keluarga Islam (Studi Kasus di Desa Kepoh Kecamatan Sambi Kabupaten Boyolali)

2 Juni 2024   11:49 Diperbarui: 3 Juni 2024   19:37 228
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Mewujudkan keluarga samawa adalah tidak mudah, dibutuhkan perjuangan baik dari suami maupun istri, sebab dalam rumah tangga akan selalu muncul permasalahan-permasalahan yang bias menggoyahkan keutuhan sebuah rumah tangga. Hal ini karena rumah tangga berasal dari dua individu yang berbeda, maka dari dua individu itu mungkin terdapat tujuan, prinsip hidup, harapan dan lainnya yang berbeda, sehingga diperlukan penyatuan tujuan antara suami dan istri demi tercapainya keluarga yang samawa. Tanpa adanya kesatuan tujuan antara suami dan isteri maka dalam rumah tangga tersebut akan mudah terjadi percek-cokan atau perselisihan yang dapat mengakibatkan keretakan dan ketidak harmonisan rumah tangga hingga terjadinya perceraian.

Hasil studi pendahuluan di KUA Kecamatan Sambi Kabupaten Boyolali, seringkali terjadi setelah pernikahan timbul pertentangan dan perbedaan pendapat yang membuat rumah tangga kurang harmonis dan berujung pada terjadinya perceraian. Hal ini dapat dilihat dari masih tingginya angka perceraian di Kecamatan Sambi Kabupaten Boyolali. Menurut catatan yang ada di KUA Kecamatan Sambi, data peristiwa nikah cerai talak (NCT) tahun 2021 di Kecamatan Sambi adalah sebanyak 487 pernikahan, 44 kasus cerai, dan 16 kasus talak. Angka perceraian lebih meningkat disbanding tahun 2020 yang mencatat terjadi 29 kasus cerai dan 3 kasus talak.

Perceraian sebaiknya dihindari karena perceraian merupakan perkara halal yang paling dibenci Allah. Perceraian dibolehkan apabila hal tersebut lebih baik daripada tetap dalam ikatan perkawinan tetapi tidak tercapai kebahagiaan dan selalu ada dalam penderitaan, sebagaimana yang ditulis oleh Sayyid Sabiq bahwa lepasnya ikatan perkawinan sangat dilarang kecuali terdapat alasan yang dibenarkan terjadi hal yang sangat darurat. Perceraian baru boleh dilakukan jika benar-benar dalam kondisi yang darurat dan terpaksa, sebagai solusi akhir dalam menyelesaikan masalah rumah tangga.

Perceraian perlu dihindari karena akan membawa dampak yang tidak baik bukan hanya terhadap hubungan antara mantan suami isteri saja, namun juga terhadap hubungan dengan anak-anaknya. Anak akan menjadi korban utama akibat perceraian orang tuanya, anak yang seharusnya mendapat perhatian dan kasih sayang orang tuanya menjadi terabaikan, selain itu juga mengganggu perkembangan psikis dari anak-anak yang orangtuanya bercerai.

Putusnya perkawinan akibat perceraian seringkali disertai dengan perebutan

hak asuh anak.

Hak asuh adalah istilah untuk menggambarkan orang tua mana yang akan tinggal bersama si anak dan merawat tumbuh kembang anak. Hasil Wawancara di Desa Kepoh Kecamatan Sambi Kabupaten Boyolali, pada tahun 2021 terjadi 5 kasus perceraian. Dari jumlah tersebut, satu di antaranya belum punya anak, sedangkan empat lainnya sudah memiliki anak. Keluarga BS mempunyai dua orang anak, sedangkan keluarga NO, SM, dan SR masingmasing mempunyai satu orang anak. Keluarga BS setelah bercerai kedua anaknya di ikutkan nenek dari pihak laki-laki, anak keluarga SM dibawa pihak suami ke Jakarta, sementara keluarga NO dan SR anaknya ikut ibunya karena masih kecil.

Hasil wawancara menunjukkan bahwa anak-anak yang di ikutkan neneknya seperti pada keluarga BS terlihat sering ditinggal kakek dan neneknya pergi ke sawah, mereka berdua sering terlihat bermain di sekitar pekarangan rumah, badan dan pakaiannya terlihat kurang bersih, mereka kurang bergaul dan pemalu, bahkan ketika dihampiri dan ditanya oleh peneliti mereka tidak menjawab dan justru berlari ke dalam rumah. Adapun anak yang ikut ibunya seperti pada keluarga NO dan SR, terlihat kurang terurus karena di tinggal ibunya bekerja untuk mencukupi kebutuhan ekonomi keluarga, anak-anak tersebut sering terlambat makan, juga kurang mendapatkan pengawasan. Mereka memang dititipkan kepada keluarga saat sang ibu yang bekerja, namun keluarga yang dititipkan juga sibuk, sehingga kurang memperhatikan anak tersebut. Anak-anak lebih sering bergaul dengan orang-orang yang lebih dewasa sehingga seringkali melontarkan tutur kata yang tidak sopan, meniru perkataan orang dewasa yang dilihatnya. Hal ini tentunya akan berpengaruh pada proses pendidikan dan pembentukan kepribadian anak.

Berdasarkan hasil wawancara pendahuluan tersebut dapat dinyatakan perceraian bukan hanya berakibat pada putusnya hubungan suami istri namun juga berakibat pada tanggungjawab pemeliharaan anak yang terabaikan. Hal ini akan mempengaruhi proses pendidikan dan tidak terpenuhinya hak anak. Hak asuh anak setelah perceraian menjadi perkara yang dianggap sepele oleh suami-istri yang bercerai. Seharusnya perlu mempertimbangkan kondisi perkembangan anak. Apabila merujuk pada Pasal 41 huruf a UU 1/1974 mengatakan bahwa: “Penguasaan terhadap anak-anak akibat dari perceraian haruslah dilihat berdasarkan kepentingan si anak terlebih dahulu tetapi apabila terjadi perselisihan maka Pengadilan dapat memberikan keputusan mengenai penguasaan anak-anak, apakah anak tersebut berada dalam penguasaan ibunya/ayahnya, terhadap penguasaan anak ini maka Pengadilan akan mengeluarkan suatu putusan mengenai pemeliharaan anak atau perwalian.

B. ALASAN MEMILIH JUDUL SKRIPSI INI

Berikut ini beberapa alasan mengapa saya mereview skripsi dengan judul "Hak Asuh Anak Pasca Perceraian Perspektif Hukum Keluarga Islam":

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun