Mohon tunggu...
Sarnabilah Nuraini
Sarnabilah Nuraini Mohon Tunggu... Mahasiswa - Pelajar/mahasiswa

Mahasiswa fakultas syariah universitas islam negri Raden mas said surakarta - Mahasiswa fakultas syariah universitas islam negri Raden mas said surakarta

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Review Skripsi Hak Asuh Anak Pasca Perceraian Perspektif Hukum Keluarga Islam (Studi Kasus di Desa Kepoh Kecamatan Sambi Kabupaten Boyolali)

2 Juni 2024   11:49 Diperbarui: 3 Juni 2024   19:37 161
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

NAMA: SARNABILAH NURAINI MIYA FEBIOLA 

NIM: 22121115

KELAS: HKI 4C

Review Skripsi

HAK ASUH ANAK PASCA PERCERAIAN PERSPEKTIF HUKUM KELUARGA ISLAM

( Studi Kasus di Desa Kepoh Kecamatan Sambi Kabupaten Boyolali)

Oleh 

HENIE APRIANI

NIM.18.21.21.048

A. PENDAHULUAN

Semua rumah tangga pada hakikatnya menginginkan terciptanya keluarga yang sakinah, mawaddah, warahmah (samawa) yaitu keluarga yang bahagia, sejahtera lahir dan batin serta memperoleh keselamatan hidup dunia maupun akhirat. Sakinah bermakna tenang, tentram dan tidak gelisah, mawaddah bermakna penuh cinta, sedangkan warahmah bermakna kasih sayang. Jadi keluarga sakinah mawaddah warahmah adalah keluarga yang tentram, saling mencintai dan saling berkasih sayang antara suami istri dan anak-anaknya, tenang damai, saling mencintai dan menyayangi. Pernikahan menjadi pertalian yang legal untuk mengikatkan hubungan antara dua insan yang berlainan jenis kelamin. Melalui ikatan perkawinan diharapkan terjadinya proses regenerasi manusia di muka bumi akan terus berlanjut dan berkesinambungan hal ini sesuai dengan tujuan perkawinan yang memperoleh keturunan yang sah.

Mewujudkan keluarga samawa adalah tidak mudah, dibutuhkan perjuangan baik dari suami maupun istri, sebab dalam rumah tangga akan selalu muncul permasalahan-permasalahan yang bias menggoyahkan keutuhan sebuah rumah tangga. Hal ini karena rumah tangga berasal dari dua individu yang berbeda, maka dari dua individu itu mungkin terdapat tujuan, prinsip hidup, harapan dan lainnya yang berbeda, sehingga diperlukan penyatuan tujuan antara suami dan istri demi tercapainya keluarga yang samawa. Tanpa adanya kesatuan tujuan antara suami dan isteri maka dalam rumah tangga tersebut akan mudah terjadi percek-cokan atau perselisihan yang dapat mengakibatkan keretakan dan ketidak harmonisan rumah tangga hingga terjadinya perceraian.

Hasil studi pendahuluan di KUA Kecamatan Sambi Kabupaten Boyolali, seringkali terjadi setelah pernikahan timbul pertentangan dan perbedaan pendapat yang membuat rumah tangga kurang harmonis dan berujung pada terjadinya perceraian. Hal ini dapat dilihat dari masih tingginya angka perceraian di Kecamatan Sambi Kabupaten Boyolali. Menurut catatan yang ada di KUA Kecamatan Sambi, data peristiwa nikah cerai talak (NCT) tahun 2021 di Kecamatan Sambi adalah sebanyak 487 pernikahan, 44 kasus cerai, dan 16 kasus talak. Angka perceraian lebih meningkat disbanding tahun 2020 yang mencatat terjadi 29 kasus cerai dan 3 kasus talak.

Perceraian sebaiknya dihindari karena perceraian merupakan perkara halal yang paling dibenci Allah. Perceraian dibolehkan apabila hal tersebut lebih baik daripada tetap dalam ikatan perkawinan tetapi tidak tercapai kebahagiaan dan selalu ada dalam penderitaan, sebagaimana yang ditulis oleh Sayyid Sabiq bahwa lepasnya ikatan perkawinan sangat dilarang kecuali terdapat alasan yang dibenarkan terjadi hal yang sangat darurat. Perceraian baru boleh dilakukan jika benar-benar dalam kondisi yang darurat dan terpaksa, sebagai solusi akhir dalam menyelesaikan masalah rumah tangga.

Perceraian perlu dihindari karena akan membawa dampak yang tidak baik bukan hanya terhadap hubungan antara mantan suami isteri saja, namun juga terhadap hubungan dengan anak-anaknya. Anak akan menjadi korban utama akibat perceraian orang tuanya, anak yang seharusnya mendapat perhatian dan kasih sayang orang tuanya menjadi terabaikan, selain itu juga mengganggu perkembangan psikis dari anak-anak yang orangtuanya bercerai.

Putusnya perkawinan akibat perceraian seringkali disertai dengan perebutan

hak asuh anak.

Hak asuh adalah istilah untuk menggambarkan orang tua mana yang akan tinggal bersama si anak dan merawat tumbuh kembang anak. Hasil Wawancara di Desa Kepoh Kecamatan Sambi Kabupaten Boyolali, pada tahun 2021 terjadi 5 kasus perceraian. Dari jumlah tersebut, satu di antaranya belum punya anak, sedangkan empat lainnya sudah memiliki anak. Keluarga BS mempunyai dua orang anak, sedangkan keluarga NO, SM, dan SR masingmasing mempunyai satu orang anak. Keluarga BS setelah bercerai kedua anaknya di ikutkan nenek dari pihak laki-laki, anak keluarga SM dibawa pihak suami ke Jakarta, sementara keluarga NO dan SR anaknya ikut ibunya karena masih kecil.

Hasil wawancara menunjukkan bahwa anak-anak yang di ikutkan neneknya seperti pada keluarga BS terlihat sering ditinggal kakek dan neneknya pergi ke sawah, mereka berdua sering terlihat bermain di sekitar pekarangan rumah, badan dan pakaiannya terlihat kurang bersih, mereka kurang bergaul dan pemalu, bahkan ketika dihampiri dan ditanya oleh peneliti mereka tidak menjawab dan justru berlari ke dalam rumah. Adapun anak yang ikut ibunya seperti pada keluarga NO dan SR, terlihat kurang terurus karena di tinggal ibunya bekerja untuk mencukupi kebutuhan ekonomi keluarga, anak-anak tersebut sering terlambat makan, juga kurang mendapatkan pengawasan. Mereka memang dititipkan kepada keluarga saat sang ibu yang bekerja, namun keluarga yang dititipkan juga sibuk, sehingga kurang memperhatikan anak tersebut. Anak-anak lebih sering bergaul dengan orang-orang yang lebih dewasa sehingga seringkali melontarkan tutur kata yang tidak sopan, meniru perkataan orang dewasa yang dilihatnya. Hal ini tentunya akan berpengaruh pada proses pendidikan dan pembentukan kepribadian anak.

Berdasarkan hasil wawancara pendahuluan tersebut dapat dinyatakan perceraian bukan hanya berakibat pada putusnya hubungan suami istri namun juga berakibat pada tanggungjawab pemeliharaan anak yang terabaikan. Hal ini akan mempengaruhi proses pendidikan dan tidak terpenuhinya hak anak. Hak asuh anak setelah perceraian menjadi perkara yang dianggap sepele oleh suami-istri yang bercerai. Seharusnya perlu mempertimbangkan kondisi perkembangan anak. Apabila merujuk pada Pasal 41 huruf a UU 1/1974 mengatakan bahwa: “Penguasaan terhadap anak-anak akibat dari perceraian haruslah dilihat berdasarkan kepentingan si anak terlebih dahulu tetapi apabila terjadi perselisihan maka Pengadilan dapat memberikan keputusan mengenai penguasaan anak-anak, apakah anak tersebut berada dalam penguasaan ibunya/ayahnya, terhadap penguasaan anak ini maka Pengadilan akan mengeluarkan suatu putusan mengenai pemeliharaan anak atau perwalian.

B. ALASAN MEMILIH JUDUL SKRIPSI INI

Berikut ini beberapa alasan mengapa saya mereview skripsi dengan judul "Hak Asuh Anak Pasca Perceraian Perspektif Hukum Keluarga Islam":

1. Mengembangkan minat penelitian

Dengan mereview skripsi ini, saya dapat mengembangkan atau mempertajam minat penelitiannya dalam topik hak asuh anak pasca perceraian dan hukum keluarga Islam. Hal ini dapat memotivasi saya untuk melakukan penelitian lebih lanjut di bidang yang sama atau terkait.

2. Memperoleh wawasan baru

Skripsi yang baik seringkali menawarkan wawasan baru atau sudut pandang yang berbeda. Dengan mereview skripsi ini, saya dapat memperoleh wawasan baru yang dapat menginspirasi ide-ide untuk penelitian atau tulisan selanjutnya.

3. Mengevaluasi metodologi

Dengan mengevaluasi metodologi penelitian yang digunakan dalam skripsi, saya dapat menemukan pendekatan atau metode alternatif yang dapat diterapkan dalam penelitian atau tulisan selanjutnya tentang topik yang sama atau terkait.

4. Memperoleh inspirasi dari rekomendasi penelitian

Bagian rekomendasi penelitian lebih lanjut dalam skripsi dapat memberikan inspirasi bagi saya untuk melanjutkan atau mengeksplorasi aspek-aspek yang disarankan oleh penulis skripsi.

Judul dalam skripsi ini berkaitan dengan rencana judul proposal skripsi saya, yang berjudul "Implementasi Hak Asuh Anak Pasca Perceraian Perspektif Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentng Perkawinan".

C. PEMBAHASAN

1. Akibat Hukum Perceraian terhadap Hak Asuh Anak

1). Pengertian Hak Asuh Anak 

Pengertian hak asuh adalah tanggung jawab resmi untuk memelihara dan memutuskan masa depan anak. Lebih jelas lagi, hak asuh adalah istilah hukum untuk melukiskan orang tua mana yang akan tinggal bersama si anak, apakah hal itu telah diputuskan oleh pengadilan atau tidak.

2).Pelimpahan Hak Asuh Anak di Bawah Umur 

Putusnya perkawinan akibat perceraian seringkali disertai dengan perebutan hak asuh anak. Pada prinsipnya anak berhak diasuh oleh orang tuanya karena orang tualah yang paling bertanggung jawab terhadap pertumbuhan dan perkembangan anak. Orang tua pula yang memiliki ikatan batin yang khas dan tidak tergantikan oleh apa pun dan/atau siapa pun. Ikatan yang khas inilah yang kemudian akan sangat mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan anak hingga anak menjadi dewasa. Jadi ikatan yang khas tersebut menorehkan warna positif bagi pertumbuhan dan perkembangan anak, maka anak akan mampu mengembangkan potensi yang dimilikinya secara optimal. Sebaliknya, jika kekhasan hubungan dengan orang tua ini menorehkan warna yang negatif, maka hal itu akan sangat berpengaruh terhadap masa depan anak secara potensial.

3). Dasar Hukum Pelimpahan Hak Asuh Anak 

2. Tanggung Jawab Orang Tua Kepada Anak Pasca Bercerai 

1).Pengertian Orang Tua 

Menurut Pasal 1 ayat (4) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak dinyatakan bahwa orangtua adalah ayah dan/atau ibu kandung, atau ayah dan/atau ibu tiri, atau ayah dan/atau ibu angkat. Orangtua ialah yang pertama bertanggungjawab atas terwujudnya kesejahteraan anak, baik secara jasmani maupun rohani. Tanggungjawab ini mengandung kewajiban memelihara serta mendidik anak sedemikian rupa sehingga anak dapat tumbuh dan berkembang menjadi orang yang cerdas, sehat, berbudi pekerti luhur, berbakti kepada orang tua, bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan berkemampuan untuk meneruskan cita-cita bangsa berdasarkan Pancasila.

Orangtua adalah orang yang telah melahirkan kita yaitu ibu dan bapak. Dalam kamus Bahasa Indonesia diartikan dengan : 1) ayah dan ibu kandung, 2) orang yang dianggap tua (cerdik, pandai, ahli dan sebagainya), 3) orang yang disegani/dihormati di kampung atau tertua. Orang tua merupakan sebutan yang umum digunakan bagi bapak dan ibu oleh seorang anak. Sebutan bapak bagi orang tua yang berjenis kelamin laki-laki, sebutan ibu bagi orang tua yang berjenis kelamin wanita. Menurut syariat Islam Bapak (Ayah) memiliki kedudukan yang penting dan mulia. “Bapak adalah kepala keluarga yang memimpin ibu, anak-anak dan pelayan”. Bapak bertanggungjawab terhadap mereka dan akan diminta pertanggung jawabannya oleh Allah SWT. Sedangkan Ibu adalah orang yang tugasnya melahirkan anak-anak, memelihara dan mendidik anak, serta mengatur rumah tangga. 

2).Akibat Hukum dari Perceraian 

Putusnya perkawinan yang terjadi antara suami isteri dapat menimbulkan akibat terhadap perkembangan dan penghidupan anak. Akibat putusnya perkawinan karena perceraian diatur dalam Pasal 41 Undang- undang Perkawinan ada tiga akibat putusnya perkawinan karena perceraian, yaitu: 1. Terhadap anak-anak; 2. Terhadap harta bersama (harta yang diperoleh selama dalam perkawinan); 3. Terhadap nafkah (pemberian bekas suami kepada bekas isterinya yang dijatuhi talak berupa benda atau uang dan lainnya). 

Akibat perceraian menurut Pasal 41 Undang-undang Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974 bahwa baik ibu atau bapak tetap berkewajiban memelihara dan mendidik anak-anaknya, semata-mata berdasarkan kepentingan anak-anak". Bilamana ada perselisihan mengenai penguasaan anak-anak, Pengadilan memberikan keputusan. Biaya pemeliharaan dan pendidikan anak-anak menjadi tanggung jawab pihak bapak, kecuali dalam pelaksanaan pihak bapak tidak dapat melakukan kewajiban tersebut, maka pengadilan dapat menentukan bahwa ibu ikut memikul biaya tersebut. Akan tetapi bilamana bapak dalam kenyataannya tidak dapat memenuhi kewajiban tersebut, pengadilan dapat menentukan bahwa ibu dapat ikut memikul biaya tersebut. Kecuali itu pengadilan dapat pula memberikan keputusan tentang siapa diantara mereka berdua yang menguasai anak yakni memeliharanya dan mendidiknya, apabila terjadi perselisihan antara keduanya. Keputusan pengadilan dalam hal ini tentu juga didasarkan kepada kepentingan anak. 

3). Hubungan antara Orang Tua dengan Anak Setelah Perceraian 

Perceraian membawa dampak yang tidak baik bukan hanya terhadap hubungan antara mantan suami isteri saja, namun juga terhadap hubungan dengan anak-anaknya. Anak menjadi korban utama akibat perceraian orang tuanya, anak yang seharusnya mendapat perhatian dan kasih sayang orang tuanya menjadi terabaikan, selain itu juga mengganggu perkembangan psikis dari anak-anaknya. Oleh karena itu hubungan orang tua dengan anak tidak boleh putus sehingga diberikan hak asuh atas anak terhadap salah satu orang tua. 

Putusnya perkawinan akibat perceraian seringkali disertai dengan perebutan hak asuh anak. Pada prinsipnya anak berhak diasuh oleh orang tuanya karena orang tualah yang paling bertanggung jawab terhadap pertumbuhan dan perkembangan anak. Orangtua pula yang memiliki ikatan batin yang khas dan tidak tergantikan oleh apa pun dan/atau siapa pun. Ikatan yang khas inilah yang kemudian akan sangat mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan anak hingga anak menjadi dewasa. Jadi ikatan yang khas tersebut menorehkan warna positif bagi pertumbuhan dan perkembangan anak, maka anak akan mampu mengembangkan potensi yang dimilikinya secara optimal. Sebaliknya, jika kekhasan hubungan dengan orangtua ini menorehkan warna yang negatif, maka hal itu akan sangat berpengaruh terhadap masa depan anak secara potensial. Dalam rangka mengurangi dampak perceraian terhadap anak setelah fase berpisahnya orang tua mereka. Erat kaitannya dengan orangtua untuk mengasuh anak.

Seseorang yang akan melakukan hadhanah, demi kepentingan anak, maka ia hendaklah sudah balig, berakal, dan tidak terganggu ingatannya, sebab hadhanah itu merupakan pekerjaan yang membutuhkan tanggung jawab penuh. Seseorang yang terkena gangguan jiwa atau ingatan tidak layak untuk melakukan tugas hadhanah. Dari kalangan Hambali ada yang menambahkan agar yang melakukan hadhanah tidak mengidap penyakit menular.

Bagi yang akan melakukan hadhanah harus mempunyai kemampuan dan kemauan untuk memelihara dan mendidik anak yang diasuh, dan tidak terikat dengan suatu pekerjaan yang bisa mengakibatkan tugas hadhanah menjadi terlantar. Syarat lain yang tidak kalah pentingnya ialah bahwa seseorang yang melakukan hadhanah hendaklah dapat dipercaya memegang amanah, sehingga dengan itu dapat menjamin pemeliharaan anak yang diasuh. Orang yang rusak akhlak dan agamanya tidak dapat memberikan contoh yang baik kepada anak, oleh karena itu tidak layak melakukan tugas ini. Tugas hadhanah termasuk usaha untuk mendidik anak menjadi muslim yang baik dan hal itu menjadi kewajiban mutlak atas kedua orang tua, sesuai dengan maksudnya Ayat 6 Surah At-Tahrim yang mengajarkan agar memelihara diri dan keluarga dari siksaan neraka. Untuk tujuan itu perlu adanya pendidikan dan pengarahan dari waktu kecil. Tujuan tersebut akan sulit tercapai bilamana yang mendampingi atau yang mengasuhnya orang yang rusak akhlaknya. 

4). Tanggung Jawab Orang Tua Terhadap Anak Pasca Perceraian 

Permasalahan anak setelah perceraian tidak akan terjadi sepanjang orangtuanya sama-sama mempunyai iktikad yang baik untuk menjalankan kewajibannya sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Ibu memegang hak pemeliharaan anak-anak sedangkan ayah memberikan nafkah. UU No.1 Tahun 1974 tentang Perkawinan dalam Pasal 30 menyebutkan bahwa suami istri memikul kewajiban yang luhur untuk menegakkan rumah tangga yang menjadi sendi dasar dari susunan masyarakat. Selanjutnya dalam Pasal 45 disebutkan sebagai berikut: 1) Kedua orang tua wajib memelihara dan mendidik anak-anak mereka sebaik-baiknya. 2) Kewajiban orang tua yang dimaksud dalam ayat (1) pasal 1 berlaku sampai anak itu kawin atau berdiri sendiri, kewajiban mana berlaku terus meskipun perkawinan antara keduanya putus.

Kewajiban mendidik dan memelihara anak-anak dilakukan oleh kedua orang tua terhadap anak-anaknya, sampai anak-anaknya menjadi dewasa dan mampu berdiri sendiri walaupun kedua orang taunya telah bercerai. Selanjutnya dalam Pasal 47 dinyatakan sebagai berikut: 1) Anak yang belum mencapai umur 18 tahun atau belum pernah melangsungkan perkawinan ada dibawah kekuasaan orang tuanya selama mereka tidak dicabut dari kekuasaannya. 2) Orang tua mewakili anak tersebut mengenai perbuatan hukum di dalam dan di luar pengadilan. 

Kekuasaan orang tua ini dapat saja dicabut akan tetapi orang tua tidak dibebaskan dari kewajiban memberi biaya nafkah anak hal tersebut sebagaimana diatur dalam Pasal 49 UU No.1 tahun 74 tentang Perkawinan, sebagai berikut salah seorang atau kedua orang tua dapat dicabut kekuasaannya terhadap seorang anak atau lebih untuk waktu tertentu atas permintaan orang tua yang lain, keluarga anak dalam garis lurus keatas dan saudara kandung yang telah dewasa atau pejabat yang berwenang dengan keputusan pengadilan dalam hal-hal: a. Ia sangat melalaikan kewajibannya terhadap anaknya. b. Ia berkelakuan sangat buruk. Meskipun orang tua dicabut kekuasaannya mereka masih tetap berkewajiban untuk memberi biaya pemeliharaan kepada anaknya tersebut. Hal ini dilakukan agar kebutuhan anak-anak akan penghidupan dan perkembangannya tetap terjamin sampai anak-anak tumbuh menjadi dewasa. Untuk semakin memperjelas tentang prinsip hukum yang mengatur tentang biaya nafkah anak setelah terjadinya perceraian, dalam hal ini perlu pula dikemukakan ketentuan yang terdapat dalam Undang-Undang No.1 Tahun 1974 tentang Perkawinan. Hal tersebut diatur dalam Pasal 41 bahwa: Baik ibu atau bapak tetap berkewajiban memelihara dan mendidik anakanaknya semata-mata berdasarkan kepentingan anak, bila mana ada perselisihan mengenai penguasaan anak-anak, pengadilan menentukan keputusannya. Bapak yang bertanggungjawab atas semua biaya pemeliharaan dan pendidikan yang diperlukan anak itu, bila mana bapak dalam kenyataannya tidak dapat memenuhi kewajiban tersebut, pengadilan dapat menentukan bahwa ibu ikut memikul biaya tersebut.

Kewajiban terhadap pemeliharaan hidup anak bukan hanya sekedar mencukupi kebutuhan sehari-harinya saja, akan tetapi juga yang paling penting dan terutama ialah bahwa ayah dan ibu tersebut mampu untuk mengurus dan membina kepribadian anaknya dengan benar dan baik sehingga anak tersebut nantinya akan menjadi manusia yang berguna bagi masa depannya sendiri, keluarganya, dan dalam kehidupan masyarakat. 

Mengenai dasar hokum terjadinya proses hak asuh atau perwalian adalah sebagai berikut:

Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan dan Kompilasi Hukum Islam (KHI) 

3. Tanggung Jawab Orang Tua Kepada Anak Pasca Bercerai 

1).Pengertian Orang Tua 

Menurut Pasal 1 ayat (4) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak dinyatakan bahwa orangtua adalah ayah dan/atau ibu kandung, atau ayah dan/atau ibu tiri, atau ayah dan/atau ibu angkat. Orangtua ialah yang pertama bertanggungjawab atas terwujudnya kesejahteraan anak, baik secara jasmani maupun rohani. Tanggungjawab ini mengandung kewajiban memelihara serta mendidik anak sedemikian rupa sehingga anak dapat tumbuh dan berkembang menjadi orang yang cerdas, sehat, berbudi pekerti luhur, berbakti kepada orang tua, bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan berkemampuan untuk meneruskan cita-cita bangsa berdasarkan Pancasila.

Orangtua adalah orang yang telah melahirkan kita yaitu ibu dan bapak. Dalam kamus Bahasa Indonesia diartikan dengan : 1) ayah dan ibu kandung, 2) orang yang dianggap tua (cerdik, pandai, ahli dan sebagainya), 3) orang yang disegani/dihormati di kampung atau tertua. Orang tua merupakan sebutan yang umum digunakan bagi bapak dan ibu oleh seorang anak. Sebutan bapak bagi orang tua yang berjenis kelamin laki-laki, sebutan ibu bagi orang tua yang berjenis kelamin wanita. Menurut syariat Islam Bapak (Ayah) memiliki kedudukan yang penting dan mulia. “Bapak adalah kepala keluarga yang memimpin ibu, anak-anak dan pelayan”. Bapak bertanggungjawab terhadap mereka dan akan diminta pertanggung jawabannya oleh Allah SWT. Sedangkan Ibu adalah orang yang tugasnya melahirkan anak-anak, memelihara dan mendidik anak, serta mengatur rumah tangga. 

2). Akibat Hukum dari Perceraian 

Putusnya perkawinan yang terjadi antara suami isteri dapat menimbulkan akibat terhadap perkembangan dan penghidupan anak. Akibat putusnya perkawinan karena perceraian diatur dalam Pasal 41 Undang- undang Perkawinan ada tiga akibat putusnya perkawinan karena perceraian, yaitu: 1. Terhadap anak-anak; 2. Terhadap harta bersama (harta yang diperoleh selama dalam perkawinan); 3. Terhadap nafkah (pemberian bekas suami kepada bekas isterinya yang dijatuhi talak berupa benda atau uang dan lainnya). 

Akibat perceraian menurut Pasal 41 Undang-undang Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974 bahwa baik ibu atau bapak tetap berkewajiban memelihara dan mendidik anak-anaknya, semata-mata berdasarkan kepentingan anak-anak". Bilamana ada perselisihan mengenai penguasaan anak-anak, Pengadilan memberikan keputusan. Biaya pemeliharaan dan pendidikan anak-anak menjadi tanggung jawab pihak bapak, kecuali dalam pelaksanaan pihak bapak tidak dapat melakukan kewajiban tersebut, maka pengadilan dapat menentukan bahwa ibu ikut memikul biaya tersebut. Akan tetapi bilamana bapak dalam kenyataannya tidak dapat memenuhi kewajiban tersebut, pengadilan dapat menentukan bahwa ibu dapat ikut memikul biaya tersebut. Kecuali itu pengadilan dapat pula memberikan keputusan tentang siapa diantara mereka berdua yang menguasai anak yakni memeliharanya dan mendidiknya, apabila terjadi perselisihan antara keduanya. Keputusan pengadilan dalam hal ini tentu juga didasarkan kepada kepentingan anak. 

3). Hubungan antara Orang Tua dengan Anak Setelah Perceraian 

Perceraian membawa dampak yang tidak baik bukan hanya terhadap hubungan antara mantan suami isteri saja, namun juga terhadap hubungan dengan anak-anaknya. Anak menjadi korban utama akibat perceraian orang tuanya, anak yang seharusnya mendapat perhatian dan kasih sayang orang tuanya menjadi terabaikan, selain itu juga mengganggu perkembangan psikis dari anak-anaknya. Oleh karena itu hubungan orang tua dengan anak tidak boleh putus sehingga diberikan hak asuh atas anak terhadap salah satu orang tua. 

Putusnya perkawinan akibat perceraian seringkali disertai dengan perebutan hak asuh anak. Pada prinsipnya anak berhak diasuh oleh orang tuanya karena orang tualah yang paling bertanggung jawab terhadap pertumbuhan dan perkembangan anak. Orangtua pula yang memiliki ikatan batin yang khas dan tidak tergantikan oleh apa pun dan/atau siapa pun. Ikatan yang khas inilah yang kemudian akan sangat mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan anak hingga anak menjadi dewasa. Jadi ikatan yang khas tersebut menorehkan warna positif bagi pertumbuhan dan perkembangan anak, maka anak akan mampu mengembangkan potensi yang dimilikinya secara optimal. Sebaliknya, jika kekhasan hubungan dengan orangtua ini menorehkan warna yang negatif, maka hal itu akan sangat berpengaruh terhadap masa depan anak secara potensial. Dalam rangka mengurangi dampak perceraian terhadap anak setelah fase berpisahnya orang tua mereka. Erat kaitannya dengan orangtua untuk mengasuh anak.

Seseorang yang akan melakukan hadhanah, demi kepentingan anak, maka ia hendaklah sudah balig, berakal, dan tidak terganggu ingatannya, sebab hadhanah itu merupakan pekerjaan yang membutuhkan tanggung jawab penuh. Seseorang yang terkena gangguan jiwa atau ingatan tidak layak untuk melakukan tugas hadhanah. Dari kalangan Hambali ada yang menambahkan agar yang melakukan hadhanah tidak mengidap penyakit menular.

Bagi yang akan melakukan hadhanah harus mempunyai kemampuan dan kemauan untuk memelihara dan mendidik anak yang diasuh, dan tidak terikat dengan suatu pekerjaan yang bisa mengakibatkan tugas hadhanah menjadi terlantar. Syarat lain yang tidak kalah pentingnya ialah bahwa seseorang yang melakukan hadhanah hendaklah dapat dipercaya memegang amanah, sehingga dengan itu dapat menjamin pemeliharaan anak yang diasuh. Orang yang rusak akhlak dan agamanya tidak dapat memberikan contoh yang baik kepada anak, oleh karena itu tidak layak melakukan tugas ini. Tugas hadhanah termasuk usaha untuk mendidik anak menjadi muslim yang baik dan hal itu menjadi kewajiban mutlak atas kedua orang tua, sesuai dengan maksudnya Ayat 6 Surah At-Tahrim yang mengajarkan agar memelihara diri dan keluarga dari siksaan neraka. Untuk tujuan itu perlu adanya pendidikan dan pengarahan dari waktu kecil. Tujuan tersebut akan sulit tercapai bilamana yang mendampingi atau yang mengasuhnya orang yang rusak akhlaknya. 

4).Tanggung Jawab Orang Tua Terhadap Anak Pasca Perceraian 

Permasalahan anak setelah perceraian tidak akan terjadi sepanjang orangtuanya sama-sama mempunyai iktikad yang baik untuk menjalankan kewajibannya sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Ibu memegang hak pemeliharaan anak-anak sedangkan ayah memberikan nafkah. UU No.1 Tahun 1974 tentang Perkawinan dalam Pasal 30 menyebutkan bahwa suami istri memikul kewajiban yang luhur untuk menegakkan rumah tangga yang menjadi sendi dasar dari susunan masyarakat. Selanjutnya dalam Pasal 45 disebutkan sebagai berikut: 1) Kedua orang tua wajib memelihara dan mendidik anak-anak mereka sebaik-baiknya. 2) Kewajiban orang tua yang dimaksud dalam ayat (1) pasal 1 berlaku sampai anak itu kawin atau berdiri sendiri, kewajiban mana berlaku terus meskipun perkawinan antara keduanya putus.

Kewajiban mendidik dan memelihara anak-anak dilakukan oleh kedua orang tua terhadap anak-anaknya, sampai anak-anaknya menjadi dewasa dan mampu berdiri sendiri walaupun kedua orang taunya telah bercerai. Selanjutnya dalam Pasal 47 dinyatakan sebagai berikut: 1) Anak yang belum mencapai umur 18 tahun atau belum pernah melangsungkan perkawinan ada dibawah kekuasaan orang tuanya selama mereka tidak dicabut dari kekuasaannya. 2) Orang tua mewakili anak tersebut mengenai perbuatan hukum di dalam dan di luar pengadilan. 

Kekuasaan orang tua ini dapat saja dicabut akan tetapi orang tua tidak dibebaskan dari kewajiban memberi biaya nafkah anak hal tersebut sebagaimana diatur dalam Pasal 49 UU No.1 tahun 74 tentang Perkawinan, sebagai berikut salah seorang atau kedua orang tua dapat dicabut kekuasaannya terhadap seorang anak atau lebih untuk waktu tertentu atas permintaan orang tua yang lain, keluarga anak dalam garis lurus keatas dan saudara kandung yang telah dewasa atau pejabat yang berwenang dengan keputusan pengadilan dalam hal-hal: a. Ia sangat melalaikan kewajibannya terhadap anaknya. b. Ia berkelakuan sangat buruk. Meskipun orang tua dicabut kekuasaannya mereka masih tetap berkewajiban untuk memberi biaya pemeliharaan kepada anaknya tersebut. Hal ini dilakukan agar kebutuhan anak-anak akan penghidupan dan perkembangannya tetap terjamin sampai anak-anak tumbuh menjadi dewasa. Untuk semakin memperjelas tentang prinsip hukum yang mengatur tentang biaya nafkah anak setelah terjadinya perceraian, dalam hal ini perlu pula dikemukakan ketentuan yang terdapat dalam Undang-Undang No.1 Tahun 1974 tentang Perkawinan. Hal tersebut diatur dalam Pasal 41 bahwa: Baik ibu atau bapak tetap berkewajiban memelihara dan mendidik anakanaknya semata-mata berdasarkan kepentingan anak, bila mana ada perselisihan mengenai penguasaan anak-anak, pengadilan menentukan keputusannya. Bapak yang bertanggungjawab atas semua biaya pemeliharaan dan pendidikan yang diperlukan anak itu, bila mana bapak dalam kenyataannya tidak dapat memenuhi kewajiban tersebut, pengadilan dapat menentukan bahwa ibu ikut memikul biaya tersebut.

Kewajiban terhadap pemeliharaan hidup anak bukan hanya sekedar mencukupi kebutuhan sehari-harinya saja, akan tetapi juga yang paling penting dan terutama ialah bahwa ayah dan ibu tersebut mampu untuk mengurus dan membina kepribadian anaknya dengan benar dan baik sehingga anak tersebut nantinya akan menjadi manusia yang berguna bagi masa depannya sendiri, keluarganya, dan dalam kehidupan masyarakat. 

4. Gambaran Umum Desa Kepoh Kecamatan Sambi Kabupaten Boyolali

 Desa Kepoh adalah salah satu desa yang termasuk wilayah Kecamatan Sambi Kabupaten Boyolali Propinsi Jawa Tengah. Desa Kepohmerupakan desa yang cukup bagus perkembangan ekonominya dalam beberapa tahun terakhir dan memiliki akses jalan yang mudah. Batas-batas Desa Kepoh adalah: sebelah Utara berbatasan dengan Desa Bendo Kecamatan Nogosari, sebelah Selatan berbatasan dengan Desa Demangan, sebelah Barat berbatasan dengan Desa Jagoan, dan sebelah Timur berbatasan dengan Desa Tegal Giri Kecamatan Nogosari.

Kondisi tanah persawahan di Desa Kepoh yang terdiri dari tanah sawah dengan sistem irigasi setengah teknis, dengan sistem irigasi tadah hujan, ratarata dapat dipanen 3 kali dalam setahun untuk sawah dengan sistem irigasi teknis dengan rata-rata sekali dalam setahun untuk sawah dengan sistem irigasi setengah teknis. Tanah pemukiman adalah tanah yang dihuni penduduk, tanah untuk tempat peribadatan, kuburan dan untuk jalan desa serta untuk perkantoran.

Desa Kepoh memiliki luas 312.998 Ha yang terdiri dari wilayah pemukiman, pertanian, perkantoran, dan sebagainya. Tanah sawah di Desa Kepoh merupakan jenis tanah sawah tadah hujan dengan luas sekitar 132.672 Ha dan Tanah Kering berupa pekarangan dan tegal dengan luas 145.582 Ha. Sebagian besar luas lahan Desa Kepoh digunakan sebagai lahan pertanian. Petani disini dibagi menjadi dua yaitu petani dan buruh tani. Petani adalah mereka yang memiliki lahan dan sekaligus sebagai penggarap, sedangkan buruh tani adalah mereka yang hanya menggarap lahan yang bukan miliknya, hanya sebagai penggarap saja. Keadaan pertanian di Desa Kepohcukup baik, tetapi pengerjaannya masih bersifat tradisional dan magis religius, artinya bahwa kegiatan rasa syukur dilakukan dengan cara berdoa bersama di sawah dan makan bersama dengan tidak meninggalkan sifat kekeluargaan.

Jumlah penduduk Desa Kepoh per Januari 2021 = 2.667 jiwa yang terdiri dari 1.298 laki-laki dan 1.369 perempuan. Desa Kepoh terdiri dari 9 dukuh dan terbagi menjadi 3 dusun dan 20 rukun tetangga (RT). Penyelengaraan pemerintahan dipimpin oleh Kepala Desa dibantu seorang sekdes, 3 kepala dusun, 3 kepala urusan, Badan Pemusyawatan Desa (BPD) dan lembaga desa lainnya. Sebagai imbalan pelaksanaan tugasnya, maka setiap kepala desa dan perangkatnya mendapat tanah bengkok yaitu tanah garapan selama menjabat sebagai perangkat desa yang luasnya berbeda-beda sesuai kedudukan, tugas dan tanggung jawab.

Kegiatan ekonomi di Desa Kepoh hampir semua kegiatan ekonomi berasal dari Sektor Pertanian adapun kegiatan pedagang yang bisa masyarakat jual belikan di Pasar Sambi. Bidang pekerjaan yang digeluti oleh masyarakat Desa Kepoh meliputi 65% pertanian, 25% merantau ke kota, 5% berdagang, dan 5% pekerjaan lainnya. Usaha pertanian meliputi: tanaman padi, ketela rambat, ketela pohon, jagung, kedelai, dan sayuran. Usaha industri meliputi: industri pengrajin mote, industri makanan, industri rumah tangga, idustri pertukangan, dan lain-lain. Usaha Perkebunan: mangga, pisang, tebu, kelapa, rambutan, dan lainnya.Usaha Peternakan mencakup: ternak kambing, sapi, ayam potong, puyuh, ayam petelur. Usaha Perdagangan meliputi: dagang kelontong, dagang saprodi, dan lainnya. Usaha Jasa meliputi: pertukangan, jahit, tambal ban, servis otomotif, transportasi, servis elektronik, dan lainnya.

Desa Kepoh memiliki 3 sarana prasarana pendidikan setingkat Sekolah Dasar yaitu SD N 1 Kepoh, SD N 2 Kepoh dan MIM Kepoh. Pendidikan usia dini (PAUD) berupa TK Pembina Kepoh. Adapun untuk menciptakan warga Desa Kepoh yang sehat; Desa Kepoh terdapat fasilitas kesehatan berupa:Puskesmas Pembantu sebagai tempat pelayanan kesehatan mayarakat secara umum. Kemudian ada Posyandu Balita terdapat 4 pos pelayanan, Posyandu Lansia terdapat 1 pos pelayanan. Adapun kegiatan yang dilakukan antara lain Pelayanan KB, pemeriksaan atau penyuluhan ibu hamil, Posyandu, Pembekalan Jumantik dan Gerakan PSN, Pemantauan/Penerapan/rehabilitasi gizi, serta pencegahan dan pemberantasan penyakit.

Selanjutnya gambaran angka perceraian di Desa Kepoh Kecamatan Sambi Kabupaten Boyolali adalah merujuk pada data yang tercatat pada monografi desa dimana pada tahun 2020 tercatat sebanyak 2 kasus perceraian, kemudian pada tahun 2021 sebanyak 3 kasus perceraian, dan pada tahun 2022 mencapai 5 kasus perceraian. Berdasarkan data tersebuttingkatperceraian di Desa Kepohterlihatmeningkat. 

5. Hak Asuh Anak Pasca Perceraian di Desa Kepoh Kecamatan Sambi Kabupaten Boyolali 

Perceraian tentunya akan membawa dampak bagi kedua belah pihak dan juga terhadap anak. Anak-anak tersebut harus hidup dalam suatu keluarga dengan orangtua tunggal baik dengan seorang ibu atau dengan seorang ayah saja. Berdasarkan data yang dikumpulkan di lapangan, terdapat 5 kasus perceraian yang terjadi di Desa Kepoh Kecamatan Sambi Kabupaten Boyolali pada tahun 2021/2022. Dari jumlah tersebut, satu keluarga di antaranya belum punya anak, sedangkan empat keluarga lainnya sudah memiliki anak. Empat keluarga tersebut adalah keluarga BS, NO, SM, dan SR. Keluarga BS mempunyai dua orang anak, sedangkan keluarga NO, SM, dan SR masing-masing mempunyai satu orang anak.8 Adapun yang dijadikan informan dalam penelitian ini adalah 3 keluarga yaitu BS, NO, dan SR, sedangkan keluarga SM tidak bersedia menjadi narasumber.

1). Hak Asuh Anak Pasca Perceraian pada Keluarga BS 

Informan pertama adalah BS (36 tahun) yang resmi bercerai dengan istrinya pada bulan Maret 2021. Informan menikah pada usia muda yaitu pada usia 17 tahun dan istrinya (EN) juga berusia 17 tahun. BS memiliki pendidikan terakhir SMP, bekerja sebagai buruh bangunan sedangkan istrinya hanya ibu rumah tangga. Keluarga BS memiliki 2 orang anakyaituinisial ER (9 tahun) dan AM (7 tahun). Penyebabperceraian BS berdasarkan hasil wawancara adalah sering terjadinya pertengkaran (cekcok) antara suami istri. Istri saya itu malas, tidak mau membantu kerja mencari uang, bisanya hanya mengeluh saja, dan akhir-akhir dulu sebelum bercerai, dia itu sering keluar saat saya sedang bekerja. Hasil wawancara dengan BS menyatakan bahwa: "Setelah bercerai, anak-anak ikut saya, yaitu saya titipkan kepada ibu saya. Karena saya juga tidak bisa mengasuh sendiri karena harus bekerja. Sedangkan istri saya setelah tahu saya ceraikan, dia memutuskan untuk pergi ke luar kota. Saat sidang cerai pun istri saya tidak pernah muncul. Istri saya tidak ada pesan ataupun pembicaraan mengenai anak-anak. Jadi otomatis saya yang mengasuhnya". 

Jadi setelah keluarga BS bercerai maka kedua anaknya diikutkan nenek dari pihak laki-laki. Hal ini karena pihak ibu tidak diketahui keberadaannya dan juga tidak berupaya meminta hak asuh terhadap anak, sehingga otomatis hak asuh jatuh kepada bapaknya. 

2). Hak Asuh Anak Pasca Perceraian pada Keluarga NO 

Informan kedua adalah Ibu NO (29 tahun) yang telah bercerai dengan suaminya (SS). Informan NO memiliki pendidikan terakhir setingkat SMA dan bekerja sebagai buruh pabrik. Pernikahan NO dengan SS telah dikaruniai seorang anak (TN) yang sekarang baru berusia 5 tahun. Informan NO resmi bercerai pada tahun 2021 dan anak ikut pada dirinya karena masih kecil. 10 Penyebab perceraian NO dan SS adalah karena isu perselingkuhan. Saat NO bekerja dipabrik sudah ada kerenggangan diantara NO dan SS. Hal ini terjadi karena pihak NO mendengar bahwa SS menjalin hubungan dengan wanita lain. Setelah sekian lama diam, komunikasi dilakukan namun hasilnya tidak ada kesepakatan sehingga akhirnya NO mantap bercerai dengan SS. Hasil wawancara dengan NO menyatakan: Setelah rumah tangga NO sering terjadi perselisihan dan selalu terulang dengan masalah yang sama, maka kami sepakat bercerai. Untuk pengasuhan anak kami sudah bertemu dengan kedua keluarga besar dan sepakat bahwa pengasuhan anak diserahkan kepada saya sebagai ibunya karena anak masih kecil dan masih membutuhkan seorang ibu. Sebenarnya pihak mantan suami juga bersikeras ingin meminta hak asuh anak, namun karena kondisi anak masih sangat kecil (usia 5 tahun), maka mantan suami saya mengalah dan menyerahkan hak asuh kepada saya sebagai ibunya.

Hak asuh anak setelah perceraian pada keluarga NO adalah ikut ibunya. Pihak mantan suami juga tidak bersikeras meminta hak asuh anak, sehingga keputusan hak asuh terhadap anak tidak menjadikan permasalahan. 

3). Hak Asuh Anak Pasca Perceraian pada Keluarga SR Informan ketiga adalah ibu SR (31 tahun) yang telah bercerai dengan suaminya (ST). 

Informan SR memiliki pendidikan terakhir setingkat SMK dan bekerja sebagai buruh pabrik jahit. Pernikahan SR dengan ST berlangsung selama 8 tahun yaitu dari tahun 2013-2021 dan dikaruniai seorang anak (EH) yang sekarang berusia 8 tahun. Informan SR resmi bercerai pada tahun 2021.

Informan SR menyatakan bahwa: Saya menggugat cerai karena suami tidak bertanggung jawab atas kebutuhan ekonomi keluarga. Saya yang harus bekerja untuk memenuhi kebutuhan keluarga dengan bekerja sebagai buruh jahit di pabrik konveksi. Saya sudah sering meminta kepada suami untuk bekerja tapi selalu berujung pada pertengkaran sehingga sata memutuskan untuk menuntut cerai. 

Penyebab perceraian adalah masalah ekonomi dimana sang suami saat itu lebih sering menganggur atau malas bekerja. Oleh sebab itu istri merasa tidak tahan karena jarang diberi nafkah oleh suami, sedangkan kebutuhan sehari-hari menuntut untuk dipenuhi. Pemenuhan kebutuhan sehari-hari justru dipenuhi oleh SR yang bekerja sebagai buruh jahit di pabrik konveksi. Mengenai hak asuh, informan SR menyatakan bahwa: Pihak mantan suami dulu bersikeras menuntut anak ikut dengan bapaknya. Saya tentu keberatan karena anak masih kecil dan juga saya khawatir dengan kondisi anak jika ikut bapaknya karena bapaknyakan malas bekerja, takut anak saya jadi terlantar.15 Hak asuh anak pada keluarga SR adalah anak ikut pada ibunya karena masih kecil. Saat proses perceraian dulu memang terjadi perebutan hak asuh karena mantan suami berusaha untuk membawa anaknya bersamanya. Ibu SR tentunya berusaha mempertahankan agar anaknya tersebut tetap bersamanya. Hasil musyawarah keluarga besar dari kedua belah pihak akhirnya memutuskan hak asuh berada pada ibunya. 

6. Kondisi Anak Pasca Terjadinya Perceraian di Desa Kepoh Kecamatan Sambi Kabupaten Boyolali.

1). Kondisi Anak pada Keluarga BS 

Anak-anak sering ditinggal, sehingga saat anak pulang sekolah tidak ada yang menyiapkan makanan. Handphone-nya saya lihat ada komunikasi dengan pria lain. Sudah saya menasihati secara baik-baik tapi ternyata malah semakin menjadi. Saya sudah meminta tolong kepada keluarganya untuk menasihatinya tapi dia tetap seperti itu. Akhirnya saya mantap menceraikannya

D. RENCANA SKRIPSI

Rencana skripsi saya akan membahas tentang hak asuh anak (hadhanah) yang belum mencapai usia mumayyiz (usia di mana seorang anak dapat membedakan antara yang baik dan buruk) pasca perceraian menurut perspektif hukum Islam. Fokus utama skripsi ini adalah untuk menganalisis dan mengkaji putusan hakim yang menyatakan bahwa hak asuh anak yang belum mumayyiz akan jatuh kepada ayahnya.

Pembahasan akan dimulai dengan menjelaskan tentang perceraian, konsep hak asuh anak (hadhanah) secara umum, termasuk definisi, dasar hukum dari Al-Qur'an dan Hadits, serta syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh orang tua dalam melaksanakan hak asuh anak. Selanjutnya, akan mengkaji secara khusus mengenai kriteria anak yang belum mumayyiz dan implikasi hukum jika hak asuh anak yang belum mumayyiz jatuh kepada ayahnya.

Rencna skripsi ini juga akan mengupas urutan prioritas hak asuh anak menurut hukum Islam, dengan membahas secara mendalam kedudukan ayah serta ibu dalam hak asuh anak yang belum mumayyiz. Selain itu, hak-hak anak yang harus dipenuhi selama masa hadhanah dan kewajiban ayah sebagai pemegang hak asuh juga akan dijabarkan secara rinci.

#hukumperdataislamdiindonesia

#uinsurakarta2024

#prodiHKI

#muhammadjulijanto

#fasyauinsaidsurakarta

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun