"Ryan," katanya.
"Hana," sahutku sambil tersenyum.
Kami melewati malam itu dengan cerita masa kecil Ayah dengan Pakde Imam. Mbah Putri bercerita bagaimana Pakde telah banyak membantu Ayah untuk terus semangat sekolah hingga menamatkan pendidikan Sekolah Dasar.
***
Keesokan harinya anak Pakde Imam telah mengetuk pintu rumah Mbah Putri ketika embun masih menempel di dedaunan. Ibu yang membukakan pintu untuknya. Mas Hasan menatapku dengan tanda tanya, sedangkan aku tak bisa memberikan jawaban apapun untuk kedatangannya.
"Maaf, Lik, aku mau ajak Dik Hana keliling kampung, boleh?" katanya pada Ayah.
Mas Hasan mendelik ke arahku. Aku hanya menggelengkan kepala, tak mengerti maksud dari anak Pakde Imam.
Ayah menatapku sebelum menjawab, "boleh, tapi tolong jagain Hana, ya. Antarkan dia pulang sebelum zuhur. Hana masih kecil."
Kalimat masih kecil membuatku tertawa. Aku yang sudah tiga belas tahun ini masih anak-anak di mata Ayah.
Anak Pakde Imam mengangguk. "InsyaAllah, Lik. Aku mau ajak dia ke rumahku juga," katanya.
"Ya sudah." Ayah akhirnya mengizinkan aku untuk mengikuti langkah lelaki remaja itu ke luar dari rumah Mbah Putri.