"Pada saat kejadian anda sedang di mana?"
"Saya tidur di rumah, pak."
"Ada saksi yang bisa menguatkan alibi anda?"
"Semua orang di rumah saya. Karena ketika malam tahun baru itu kami tidur sekamar."
"Penghuni rumah anda enam orang. Masak semua satu kamar?"
Saya mengangguk.
"Kami nonton tayangan menyambut tahun baru di kamar saya."
"Mengapa nontonnya di kamar anda bukan di ruang keluarga seperti orang-orang pada umumnya?"
Bodoh sekali polisi ini. Tentu saja itu untuk alibi. Masak saya harus jujur mengakui seluruh penghuni rumah sengaja saya ajak nonton teve di kamar kemudian tanpa sepengetahuan mereka, minuman yang mereka minum saya bubuhi obat tidur. Ketika mereka terlelap saya menyelinap keluar dalam senyap. Saya temui dia yang sedang duduk tercenung di ruang kerjanya. Dia sedang galau. Bukan terhadap pernikahan namun terhadap pabriknya yang di tuntut balik pasca kalah dalam gugatan kemarin.
Malam itu dia tak merayakan tahun baru. Dia kaget melihat saya datang. Pabrik kosong. Kantor yang terletak di sebelah kanan pabrik juga kosong. Dia ajak saya menghirup udara malam sembari melihat kembang api. Kami sama-sama tengadah ke langit kelam. Saya pandangi wajahnya dari samping. Betapa indahnya dengan rahang yang kokoh dan hidung yang mancung. Dia seperti pedaran kembang api di atas sana. Tak terasa mata saya berair.
Hingga............