Jasmine III
"Kak Pi benar, kiranya aku bisa mengaplikasikan hidupku sepertinya." Ungkap Pi Pian.
Saat itu hubungan antara Pi Pian makin membaik dengan Mala Malaan, didekatkannya Pi Pian oleh Mala. Dibisik nya agak seakan merangkulnya, agar tak terlihat oleh yang lainnya. Pi Pian tergumam, melihat kearah Pi yang terlihat tak berdosa.
Kecerian seketika menjadi cukup hening, melebur kedalam agan-angan. Kaca-kaca Dimata Pi Pian mengkilat, urat matanya seakan sebuah retakan dan keluar sebuah air yang mendorong debu. Langkahnya bergerak tak lincah, sebuah bisik memaku tekad baru penuh kerahasiaan. Diliriknya sesamanya, lalu para mata berkomunikasi tanpa komunikasi. Hanya deru nafas yang dapat menjelaskan, jikalau didengar dengan jarak milimeter. Ya, jelas bisikan itu mengubah ekspresi mereka.
Mereka yang lain juga terdiam, hanya sebuah jentikan jari dari seorang yang tak bisa menghentikan jari yang terdengar terhadap mereka dan sesamanya. Sebuah khayalan tergambar dan dirancang secara khusus oleh Pi Pian, bahkan kawanannya.Â
Mereka bergerombol layaknya kawanan domba, kalau dilihat terkadang rambut mereka juga begitu terpapar panasnya mentari. Namun tak bisa dilupakan sejuknya kiriman kabut dari wilayah Sem berada, hanya mengungkapkan sebuah kata 'Wuuuuw'.
Mata mereka tak hanya seperti penjaga, lebih rinci layak nya mencari jarum dalam jerami. Tapi mata itu masih terlihat seperti biasa, ditutupi keseganan akan rasa hati yang berkuasa akan pikirannya. Alangkah polosnya mereka, bahwasanya Pi tahu apa yang dilihatnya itu sesuatu yang tak terlihat oleh mereka. Pi hanya tersenyum kecil.
Langkah mereka terhenti, sebuah layar bambu mereka duduki. Cukup sengit sinarnya, padahal sang matahari belum mencapai puncaknya. Hembusan kendaraan yang melintas menambah tempo angin yang sampai kedalam kalbu, kesibukan masing-masing dimulai dalam kediaman. Terkadang sebuah tatapan menjadi isyarat satu sama lain. Seperti kode morse intelijen rahasia, sampai-sampai karna sangat rahasia tak ada yang tau apa yang dipikirkan masing-masing.
Pi tahu ada sesuatu dalam benak mereka, sebuah senyum terkadang dilontarkan menyembunyikan dimensi rahasia mereka. Seakan mereka dalam satu tujuan dan satu misi, namun tak diungkapkan gerikannya. Pi hanya menyibukkan dirinya bersama saudari-saudarinya menikmati keterhubungan dengan Sem, dibiarkannya Pi Pian merajut ekpetasi nya yang berbekas penyesalan. Pi tersenyum kearah mereka, sebuah kejutan menghardik jiwa-jiwa yang mencoba pura-pura diam itu.
 Pi tak mau ambil pusing dengan apa yang dipikirkan oleh Pi Pian, jalan mereka juga lain. Pi Pian saat itu memang tak terhubung nyata dengan Sem, Pi Pian dan kawanannya hanya terhubung sesaat dengan Pi. Hal itu membuat kelompok yang terbuang penuh kesyirikan, Pi Pian tak berani menanyakan sedikitpun mengenai Sem. Ia benar-benar merasa terpukul akan segala rasa kesalahannya, bahkan ia tahu yang sempat dikira Sem bahwa Pi Pian merupakan bagian kelompok yang terbuang. Padahal pi Pian hanya menutupi kelompok yang terbuang saat mereka mencoba mengaku-ngaku sebagai Pi dengan menghubungkan dirinya ke Sem. Hingga ia tersadar bahwa yang dilakukannya itu tak penting dan tak seharusnya dilakukan.
Sem memang masih cukup sensi bila mana bertemu Pi Pian, dikarenakan mereka terlalu ceroboh melakukan perbuatan yang tak seharusnya. Seakan-akan menjadi sebuah gambaran dari lagu yang didengarkan oleh Pi, lagu dari 'Madison Beer -- Revkless'. Lagu itu juga seakan mengisi suasana dimana mereka saling terdiam, para memandang orang-orang Aan, mereka merasa agak malu. Teringat ketika masa kecil mereka masing-masing, lagu itu juga seakan terhubung dan terdengar. Saat itu terasa sampai dimana mereka teringat masa kecil mereka. Ketika kecil dan lagu itu terdengar, Sem benar-benar murka, habis orang-orang Pi diomelinya. Kelakuan mereka seakan orang yang arogan, membuat segala kesulitan menjadi makin sulit.
"Bukankah kita yang ceroboh?" tanya pasukan V kepada Pi, masih momen lagu itu terdengar. Orang-orang Aan menangis dan langsung mengaku.
"Itu salah kami" kata orang-orang Aan menangis.
-ngeeeeeenngg- Suara kendaraan dari mobil yang sedang berlari kencang seakan menjawab tangis dan pengakuan orang-orang Aan.
 "Hihi...." Terdengar suara cekikikan tawa dari Azazael yang tak kuasa menahan tawa.
Mereka yang melihat hal itu terdiam malu, kebetulan Azazael ialah sosok yang sangat dekat dengan Sem. Mereka tak mau mengusik ketenangan Pi dan Sem saat itu, tawa dari Azazael cukup menenangkan tangis mereka.
Pi yang terhubung dengan Sem melihat sekitar Sem dan merasakannya, suasana yang cukup panas dengan sebungkus nasi Padang. Kiranya ia siap melahap makanan itu menjadi seakan makan siang, padahal masih 10.30 belum tepat matahari dipuncaknya. Makanan yang dimakan oleh Sem tiba-tiba termuzizatkan secara ajaib, seperti biasanya apa yang dikonsumsi Sem juga dikonsumsi oleh Pi dan kawanannya.Â
Pi melihat kearah Pi Pian yang terlihat lapar, mereka memang tak sarapan. Wajahnya cukup lemas terlihat setelah jalan kaki cukup jauh. Pi mengangkat makanannya, dan ia pun berkata;
"Bismillahirrahmanirrahim, Ya Tuhan Penciptaku terimakasih atas seluruhnya. Kiranya Berkatilah kami dan berikan kami makanan yang secukupnya, Amien." Kata Pi dalam doanya dengan suaranya agak kecil, namun mereka mendengar hal itu.Â
Secara ajaib makanan yang dimuzizatkan dari Sem juga jadi muzizat kepada Pi Pian secara nyata. Pi Pian sentak terkejut.
"Alhamdulillah," kata Pi Pian penuh syukur.
Mereka seluruhnya pun makan makanan yang termuzizatkan itu, sama-sama nasi Padang yang enak. Begitu lahap mereka makan makanan itu, seakan Sem tahu ia melirik kearah sekitar yang tak ada apa-apa. Mereka yang makan seakan merasakan lirikan tatapan Sem, lalu mereka lebih tenang dengan mulut tertutup mengunyah makanan itu. Pi Pian dan kawanannya yang sedang asyik makan, terdiam sejenak melihat sosok yang terhubung dengan mereka. Dilihatnya Sem yang sedang berjalan kaki namun bukan masa yang sama dengan masa yang terjadi kepada mereka,
Dilihatnya ekspresi Pi Pian yang berubah, nasi yang digenggam ditangannya pun tak dimasukkan ke mulutnya. Pi menghiraukan hal itu dan tetap fokus melahap makanannya, setelah habis makanan itu dimakan oleh Pi. Pi pun berkata kepada Pi Pian.
  "Apa yang kau lakukan? Adakah yang aneh dengan makanan itu? Tanya Pi kepada Pi Pian yang masih mengangkat genggaman nasi ditangan dan belum juga dimasukkan ke mulut nya.
 "E-e. Maaf, itu kulihat Kak Sem berjalan dipinggir pantai." Kata Pi Pian, ia menurunkan suapannya itu kembali ketumpukan nasinya yang belum habis.
Pi fokus mencoba menatap apa yang dilihat oleh Pi Pian, sekejap tampaklah Sem yang terhubung dengan nya dimasa lalu berjalan kaki dipinggir pantai. Pi tersenyum tersipu malu melihat itu.
 "Tenanglah, habiskan saja makanan mu. Itu masa lalu" kata Pi dengan tegas ke Pi Pian.
 "Iya kak, baik. Hhe kulihat ada kakak juga ya, maaf." Kata Pi Pian, ia pun melanjutkan makannya.
Hati Pi Pian masih agak gundah gulana, tekadnya makin kuat setelah melihat penglihatan itu. Mata mencuri pandang melihat Pi dan kawanannya, betul apa yang dilihatnya tangan kiri mereka semua memiliki bekas luka yang sama.Â
Ia pu memasang headsetnya, daftar lagu nya di shuffle dan termainkan sebuah lagu dari 'Vicar Alfayeth -- Adab Dulu Baru Ilmu'. Lagu itu mengisi waktu mereka termenung, bahkan seakan lagu itu sama-sama didengar oleh kawanannya, termuzizatkan oleh kuasa Tuhan. Pi Pian termenung sesaat, dalam tegunnya ia mencium aroma asap rokok yang termuzizatkan dari hisapan rokok Sem.
Sem seakan tahu ia terhubung dengan Pi Pian, terkadang diselah-selahnya kepenatan waktu Pi Pian yang stress dengan pikirannya suka colong-colongan menghisap rokok. Namun hal itu selalu ditutupinya dari Sem, bahkan ia pernah berkelahi dengan ayahnya yang menegurnya melakukan kebiasaan itu. P
i bahkan tak begitu takut jikalau ia seorang wanita perokok yang pasif kepada ayah kandungnya, namun ia sangat takut jikalau ia diketahui oleh Sem menghisap rokok.Â
Sem yang terhubung nyata dengan Pi, menghubungkan dirinya juga dengan Pi Pian, namun ia tak melihat Pi Pian hanya merasakannya. Asap yang dihisap oleh sem termuzizatkan ke mulut Pi Pian saat itu, Pi Pian yang menarik asap itu dimulutnya terkejut dan ketakutan melihat Sem.
"Tenang dan santai saja, sedikit boleh. Tapi jangan banyak-banyak gak baik, kecuali Asap kedamaian dari Tuhan barulah kuizinkan kau!" seru Sem kepada Pi Pian dan kawanannya, kawanannya itu ialah orang-orang Aan. Pi Pian mencabut headset yang bersuara itu dari kupingnya, tapi saat Sem berkata ia masih mendengar kata-kata Sem yang terhubung. Itu ajaib, hal itu memang sudah biasa dialami mereka.
 Sem masih diwilayah kabupaten kebumen, Jawa tengah. Setelah habis rokok yang dihisapnya sambil minum kopi ia pun mencoba istirahat sejenak, diluruskannya kakinya yang cukup panjang dan rebahan.
   "Paling enak itu habis makan bobo," kata Sem kepada orang-orang yang terhubung dengan nya namun tak dilihatnya, ia pun menutup matanya berusaha tidur pagi menjelang siang.
  "Kak," kata seorang wanita cantik berparas bule, wajahnya seperti artis 'Avril Lavigne'. Ia memegang tangan Sem berharap ada kata-kata sebelum tidur untuknya.
  Namun Sem hanya terdidur dan mereka juga ikut terlelap.
Waktu tidur mereka hampir lebih dari satu jam lamanya, Sem yang terbangun mencuci wajahnya dengan air dari masjid yang sudah ia siapkan dibotol mineral 600ml. Dipakainya air itu tak habis dari 200ml menggunakan facial wash. Terkadang hal itu terjadi sangat ajaib, ketika Sem mencuci wajahnya. Wajah mereka juga tiba-tiba tercuci secara ajaib dan segar.
Pi Pian yang terbangun mencari penglihatan yang terhubung dengan nya ketika Sem berjalan dipinggir pantai, diketehuinya Sem berjalan kearah Ujung Kulon, Banten. Hatinya cukup khawatir serasa ingin turut dengan Sem dan Pi yang terhubung saat itu, tapi apa daya nya karna saat ini ia juga sedang terhubung dengan Pi dan Sem yang sedang dalam perjalanan kearah Jogjakarta.Â
Hatinya cukup berdebar melihat Sem, tingkahnya agak gugup menghadapi keterhubungan itu. Tak mau dibohonginya perasaanya yang sejak kecil kepada Sem.
 "Waktunya makan siang nih, cari makan yuk" ajak Sem kepada orang-orang yang terhubung dengannya namun tak dilihatnya, ia masih memiliki uang yang cukup dan pergi mencari penjual makanan. Dijalan banyak orang-orang dari kelompok yang terbuang menghubungkan diri secara nyata mengaku-ngaku menjadi warga setempat, dengan apatis ia melewati itu semua.Â
Ia hanya fokus menikmati perjalanannya, tanpa menghiraukan sedikitpun kelompok yang terbuang. Tampilan kelompok yang terbuang menampilkan sosok yang seakan-akan setia dan berTuhan, dengan ekpresi angkuhnya mencoba menatap Sem yang menghiraukan mereka.Â
Kemunafikan kelompok yang terbuang benar-benar tak segan ditunjukan dihadapan Sem, Sem hanya tertawa kecil mentertawakan kebohongan kelompok yang terbuang. Toh dalam pikirnya ia berada didunia yang hanya Tuhan menciptakan, kenapa ia harus perduli kepada kelompok yang terbuang.
Sebenarnya kelompok yang terbuang berusaha meminta pertolongan dari jebakan perbudakan yang sengaja mereka buat, Sem tahu akan hal itu. Namun ia berpikir bahwasanya ia bukan pahlawan, lebih lagi Tuhan saja tak mau menyelamatkan mereka. Kenapa ia melebihi kemuliaan Tuhan, pikir mindset Sem.
 Dilihatnya diseberang jalan sebuah rumah makan Padang bertuliskan serba Rp.10.000,- mengubah selara lapar Sem saat itu, ia pun menyebrang dan menghampiri rumah makan itu. Didapatkan nya seorang gadis yang cukup manis berdarah Minang menyambutnya, senyumnya agak heran dan senang melihat Sem. Baginya tak mungkin bisa menemuinya secara langsung. Dengan logat jakarta Sem pun berkata;
  "Mba, paketnya ada ga?" Tanya Sem, menanyakan paket Rp.10.000
 "Ada mas," Jawab gadis berdarah Minang penjual nasi Padang tersebut.
 "Boleh mba satu" jawab Sem sambil mengacungkan jari nya.
 "Lauknya apa mas, ikan atau Ayam?" tanya gadis berdarah Minang itu agak malu-malu.
 "Ayam aja mba, dibungkus yaa." Kata Sem dengan lembut.
Hati gadis berdarah Minang itu agak berdetak kencang, wajahnya agak memerah sesaat dan membungkuskan nasi Padang paket Rp.10.000. Setelah Sem mendapatkan nasi Padang nya ia kembali menyeberang, ia kembali menapaki jalannya setapak demi setapak.Â
Sendangkan nasi bungkusnya sudah aman didalam tasnya, ia berjalan mencari tempat yang nyaman untuk menikmati makan siangnya. Hari itu sudah pukul hampir dua tengah hari, awan menutupi panasnya mentari membuat perjalanan itu cukup teduh.
Jalan itu cukup dikenali oleh Sem, kebetulan saat tahun 2022 ia pernah melewati jalan itu dari Purworejo ke arah pantai di kebumen, Jawa tengah. Hal itu teringat olehnya, namun saat itu suasana nya lebih beda.Â
Lebih panas dan jalur yang dia ambil lebih ke selatan. Sem merupakan seorang pria yang simpel, dia pernah didaftarkan menjadi seorang Gusdurian di kantor pusat Gusdurian, dijakarta oleh seorang ukthi yang manis.Â
Pak Gusdur juga merupakan salah seorang yang disegani olehnya, statement dan tata cara pluralisme pak Gusdur sangat dikagumi oleh Sem. Meskipun Sem seorang Nasrani ia juga pernah menjadi seorang narasumber di sebuah acara dipondok pesantren di Citereup, Jawa barat. Disana ia memaparkan pengenalan mengenai Fintech, atau yang dikenal uang elektronik.
Sem menarik nafasnya dalam-dalam seakan menghirup air laut pantai selatan diwilayah kebumen, padahal yang dihirup udara ditempat Pi Pian terhubung nyata dengan Sem sewaktu di perjalanan tepi pantai kearah Ujung Kulon, Banten.Â
Sem merasakan hembusan angin laut yang dikiranya laut wilayah kebumen, suara demisir air laut terdengar agak melayang. Pi melihat Sem yang sedang menikmati perjalanan, ia juga mengingat perjalanannya sewaktu tahun 2022 mereka melakukan perjalanan secara terhubung ke pantai Suwuk, kebumen, Jawa tengah.
  Perjalanan itu teringat oleh saudari Pi, ia juga dipanggil Pi oleh Sem. Sebenarnya namanya Selvi, tapi sejak kecil Sem memanggilnya sebutan Pi.
 "Aku takut sebenarnya, masih kuingat jelas tahun itu sangat sulit" kata seorang gadis dari pasukan V, ia bernama Pepi.
 "Ya itu benar, syukurlah ada pak Ustad dan Kiayi itu baik ke kak Sem. Kau ingat?" kata Pi menjawab pernyataan Pepi.
  Hingga kembali seakan mereka dimasa tahun 2022 itu, sambil berjalan mereka mengenang perjalanan yang cukup sulit itu. Diingat oleh mereka dimana waktu tahun 2022 itu, saat itu mereka juga turut menemani langkah kaki Sem secara terhubung melakukan perjalanan dari arah Purworejo ke pantai selatan di suwuk, kebumen.
  *** Siang hari itu cukup panas didaerah Kutoarjo, Purworejo, Jawa tengah. Pasukan V dan Pi selalu terhubung nyata dengan Sem sejak kecil, mereka tahu dan melihat jelas segala kebohongan yang diseting kelompok yang terbuang kepada Sem.Â
Perjalanan sem memang cukup unik, dimana setiap perjalanannya pasukan V selalu setia membantu Sem. Panasnya mentari cukup membakar dikutoarjo, bahkan pasukan V yang hanya terhubung juga merasakan panasnya siang itu. Pi dan Sem juga termasuk pasukan V.Â
Sem yang merasa lelah sedang beristirahat di alun-alun kota Kutoarjo, taklama ia beristirahat kelompok yang terbuang berusaha mengusiknya dengan menurunkan beberapa tukang ngaku-ngaku dengan menghubungkan diri nyata terhadap Sem.Â
Disana muncul dua orang yang parasnya ditutupi dengan topeng ghaib, namun menjadi nyata kepada Sem. Ditutupinya wajah nya yang jelek dan cacat fisik juga cacat mental, bermodalkan fisik topeng yang diaku-akuinya mereka tampil dihadapan Sem mengaku-ngaku sebagai pengurus taman dialun-alun itu.
Dengan celana cokelat agar mirip pasukan V saat berjalan ke Ujung kulon, tatapan penuh kesombongan dan juga gerak-gerik orang yang profesional atau tak pernah bekerja. Sem yang sedang mencoba tidur dibangku taman saat itu melihat seorang yang sebenarnya bagian dari kelompok yang terbuang diusik oleh kedua laki-laki yang mengaku sebagai petugas itu.Â
Orang itu dilarangnya tiduran dibangku itu, bahkan tak boleh menghisap rokok disanan. Sem melihat itu cukup kesal, karna ia sedang berusaha istirahat dari panasnya matahari. Sem yang geram mengeluarkan rokok dari kantungnya, ditatapnya agak kejauhan dari bangku nya kedua orang yang mengusik orang yang istirahat itu.Â
Padahal mereka semua sama-sama kelompok yang terbuang, orang yang diusik itu sebenarnya seorang tuna wisma namun dengan kebohongan nya ia mengaku-ngaku sebagai pengunjung setempat.
Sem membakar rokoknya, dinikmatinya asap itu sambil senyum jahat sambil menunggu kedatangan petugas gadungan itu. Petugas gadungan itu bagian setingan kelompok yang terbuang, mereka melihat tatapan Sem yang sangat sinis dan terdiam.Â
Berpura-pura seakan tak melihat Sem menatap petugas gadungan itu, tampilan Sem sangat bersih. Ia menggunakan celana jeans panjang yang didapatkannya di daerah Sumur, Ujung kulon, Banten secara terhubung. Jeans itu ada dalam kantung plastik hitam, berisikan baju, jeans dan mie gelas.Â
Plastik itu sengaja ditinggalkan oleh hamba-hamba Tuhan ditempat yang sepi dan tak ada penduduk, saat itu sudah hampir pukul 09.00 malam. Sem hanya mengambil apa yang sengaja disediakan untuknya, ia selalu tahu apa yang disediakan untuknya.Â
Bahkan tak semua yang disediakan untuknya saat ia melintas selalu diambilnya, terkadang ia mengatakan ada yang lebih membutuhkannya daripada nya atau untuk hamba Tuhan lainnya yang melintas.
Ketakutan meliputi kedua orang yang mengaku-ngaku sebagai petugas, kedua lainnya yang juga sama mengaku-ngaku ada agak kejauhan dibelakang Sem. Penuh kesantaian dilihatnya Sem menikmati siang dibawah teduh nya bayangan pepohonan taman, Sem Terlihat hanya sendirian. Padahal ia memang hanya sendirian, walaupun banyak hamba-hamba Tuhan juga yang terhubung dan tak dilihat oleh Sem.Â
Tak lama habis ngomel-ngomel kedua orang gadungan itu pergi, namun mereka menjauh dengan gerak-gerik kesombongan menutupi ketakutan mereka melihat Sem yang cukup kesal karna berusaha mengusiknya. Sem hanya tersenyum kecil dengan ekspresi yang cukup jahat.
Setelah agak teduh walaupun masih terbilang siang, Sem melanjutkan perjalanannya menuju laut selatan arah kebumen. Saat itu ia mendapat Ilham melakukan perjalanan kearah laut, ia hanya beralibi kepada orang-orang yang terhubunh dengannya hanya ingin mencuci kakinya dilaut selatan.Â
Padahal ia tahu banyak sihir-sihir dan jebakan akan adanya bencana yang dibuat oleh kelompok yang terbuang dari laut itu, bahkan hamba-hamba Tuhan yang tinggal dipesisir pantai pun tahu dan enggan meninggalkan pantai karna tahu bahwa akan ada hamba Tuhan yang akan datang membersihkan hal itu. Mereka juga membersikan sihir-sihir itu semampu mereka, banyak juga yang sampai muntah darah namun tetap tak takut ancaman dari kelompok yang terbuang.
Perjalanan siang itu cukup melelahkan, saat beberapa kilometer dijalani tak ada satupun rumah warga. Kiri dan kanan bukan pohon Cemara, Sem tidak naik kepuncak seperti lagu anak-anak. Kiri dan kanan ada pepohonan yang agak jauh dari jalan, kebanyakan perkebunan.Â
Banyak pohon jambu kristal disisi kiri jalan, ia berjalan searah arah jalannya kendaraan. Perut Sem saat itu bernyanyi lagu jazz, kebetulan Sem menyukai musik genre blues.Â
Perut Sem jarang mendengar lagu keroncong, padahal ia ngefans juga sama Didi kempot. Kebetulan seorang maestro Didi kempot terkadang suka mendengar lagu jazz. Mentari kembali panas. Panasnya mentari membuat perut Sem yang bernyanyi jazz lebih nge soul berubah menjadi lagu deathmetal, bukan hanya lapar. Seperti orang kelaparan.
Sem hanya mempunyai uang Rp.2000, ia tak pesimis dengan apa yang dijalaninya. Ia tahu sebelum ia jalan segala resiko yang akan dijalani itu banyak, kelaparan, kepanasan, kehausan dan lain-lain.Â
Perjalanan Sem tak pernah dibisniskan olehnya, meskipun ia tahu banyak hamba-hamba Tuhan yang terhubung dengan nya. Saat itu ia berdoa semoga tak ada hamba Tuhan yang merasakan pahitnya kehidupan seperti yang dijalaninya, toh dasarnya perjalanan itu keputusan nya sendiri dan resikonya bukan salah apapun. Walaupun kelompok yang terbuang selalu berbuat salah dihadapannya.
 Ia masih optimis mendapat uang yang terjatuh, kadang-kadang ia pernah mendapat uang Rp.1000 dijalan, dikumpulkannya dan dibeli nya mie. Bahkan pernah juga ia mendapat uang dijalan seperti sengaja ditaruh sebesar Rp.100.000 tapi jarang. Keoptimisan Sem tergugahkan saat melihat warung kecil diarah seberang, ia pun langsung menghampirinya. Dipanggil-panggilnya penjaga warung itu.
  "Bu"
 "Mas"
 "Pak"
 "Bu"
 "Beli"
"Membeli"
"Beli"
"Membeli"
  Sem sibuk memanggil penjaga warung, bukan penjaga pantai.
Warung itu seperti sengaja ditinggalkan oleh pemiliknya, perut Sem yang lapar membuat hasratnya ingin makan bukan menari-nari meskipun perut nya bernyanyi lagu deathmetal dengan tempo Double pedal yang padat.Â
Pemilik warung itu tak kunjung datang, dielus-elusnya sebuah Chiki atau Snack yang terpajang dengan sebuah jari nya. Sem makin masuk kedalam warung itu, cukup hampir 10 menit tapi ia enggan meninggalkan warung itu.Â
Sem setia menunggu kedatangan pemilik warung karna ia tahu sampai 5 kilometer kedepan ia jalan pun tak kan ada warung dilokasi yang sepi itu, ia sudah mempelajari bentuk-bentuk jalannya walaupun baru pertama kali. Hasutan kelompok yang terbuang makin menguat, mencoba menimbulkan hasrat Sem untuk mengutil diwarung itu.
  "Udah ambil aja, sengaja ini ditinggalin" bisik-bisik kelompok yang terbuang.
  "Udah tenang aja, kami jagain kok. Gak ada yang tahu" kelompok yang terbuang menghasut Sem layaknya Sengkuni di film Bollywood dengan judul -- Mahabarata.
  "Udah Mulu, kapan mulai nya?" jawab Sem meledek kelompok yang terbuang.
  .
  .
 "Ayolah" .....,
 "Ambil". .....,
 "Gak apa-apa rezeki jangan ditolak". Kata kelompok yang terbuang ke sem
Kelompok yang terbuang berusaha terus mengaji-aji Sem, jutaan personil diturunkan mengaji-aji dan merayu Sem. Alis Sem naik sebelah kiri, dibuatnya nyata dilihat oleh kelompok yang terbuang sambil memanggil pemilik warung. Dilihat kelompok yang terbuang itu satu jari tangan Sem mengelus-elus kemasan makanan ringan, mereka tahu Sem sangat lapar dan mereka senyum cengengesan merasa berhasil menghasut Sem.
 "Hahahaaaaa.." tawa kelompok yang terbuang melihat Sem mengelus Chiki
 "Bentar gue liat dulu situasi," kata kelompok yang terbuang menjanjikan
 "Aman, ayo ambil sesukamu dan lekaslah pergi" Kata kelompok yang terbuang seakan akan menjadi sebuah tim untuk maling
  Sem yang terdiam memegang perutnya yang lapar dengan tangan kanan, jari telunjuk kirinya sibuk mengelus-elus makanan ringan yang terpajang.
  "Lapar" kata Sem dengan datar
  "Tunggu apa lagi?" tanya kelompok yang terbuang karna Sem tak bergegas maling dan pergi
  "Bu.." panggil Sem kepada penjaga warung yang belum juga terlihat.
  "E! E.... Eee.." seru kelompok yang terbuang dengan kesal terhadap Sem
  "Apa yang kau tunggu? Mengapa kau memanggilnya, dia takkan datang" kata kelompok yang terbuang menyemangati Sem agar timbul hasratnya untuk maling.
  "Ini kesempatan kita, kapan lagi kita makan." Kata kelompok yang terbuang membujuk Sem secara terhubung.
  "Kita? Hmmm..!" Jawab Sem tersenyum sangat jahat.
  "Bu ..."
 "Bu, Membeli" kata Sem suara nya makin diperkuat.
.
.
.
 Kelompok yang terbuang tak hentinya mencoba menyihir Sem, perlindungan Tuhan sangat ajaib tak satu pun sihir itu mempan.
.
.
 Cukup lama menunggu dan memanggil dengan suara yang agak keras, suara Sem kebetulan bisa diatur volume yang besar.
.
.
 Akhirnya muncul ibu-ibu yang usianya tak terlalu tua.
  "Iya mas, beli opo? Tanya ibu pemilik warung dengan bahasa Jawa.
  "Maaf Bu saya ga bisa bahasa Jawa" kata Sem.
  "Bu, ini berapa?" Tanya Sem menunjukan keripik pedas,
  "Rp.500 mas," jawab ibu-ibu pemilik warung.
  "Beli ini aja 4 boleh?" tanya Sem
  "oh iya mas silahkan," ibu pemilik warung memberikan keripik itu dan mengambil uang yang diberikan Sem.
  Panasnya mentari cukup membuat langkah Sem agak berbeda.
-Kriuuuk.. kriuukk, kriuukk,.. --
 Terdengar suara kunyahan kripik dari mulut Sem yang tertutup mengunyah kripik pedas, cukup heran mendapat kripik pedas yang biasanya harga Rp.1000 menjadi Rp.500,-
Sudah sewajarnya hidup dijalanan menahan lapar dan haus, hal yang terpenting bagi Sem saat itu ialah kebersihan hati, pikiran dan juga apa yang terlihat. Sem Maping hanya menggunakan insting nya sendiri, dijalan yang cukup hening dan sepi. Bahkan saat itu jalanan tak memberinya rezeki.
Terus berjalan dan berjalan.
Kekosongan perut saat itu sudah terisi kripik dan air, ia masih berjalan sendangkan hari sudah mulai gelap. Ia masih jauh dari rumah warga, ditemukannya sebuah tempat seperti bale istirahat ditepo sawah yang gelap dan mistik. Ia pun mengistirahatkan dirinya disana, mahkluk halus disana mencoba menandakan keberadaan mereka. Hal itu membuat Sem yang takut gelap agak merinding, tak ada sinar cahaya sedikit pun. Tak ada kendaraan yang melintas.
Terdengar banyak suara-suara aneh, kelompok yang terbuang mencoba tenang ketakutan.
Ia tahu ada banyak sosok lelembut yang mencoba mengganggunya.
 Bebauan tercium.
 Makin merinding.
Sem yang takut akan gelap hanya berdoa menenangkan diri, taklama muncul cahaya. Cahaya itu beterbangan disekitarnya, dilihatnya sepasang mata ghaib tampak mengamatinya. Itu mata mahkluk halus setempat. Sem hanya senyum memandang cahaya yang beterbangan itu, meskipun ia agak merinding dengan dinginnya hawa malam itu.Â
Cahaya itu berasal dari kunang-kunang yang mencoba menemani nya, ia pun mencoba kembali tidur. Namun begitu bisingnya suara nyamuk, kebetulan agak banyak dan menghisap darah Sem. Akhirnya ia pun bangkit dan pergi meninggalkan tempat yang seram itu, sepertinya mahkluk astral setempat agak sedih dirasakan Sem saat meninggalkan tempat itu. Terasa penyesalan dihantarkan, suara tangis dan kata maaf kepadanya. Namun Sem hanya tersenyum tanpa mengganggu mereka.
Pasukan V yang terhubung saat itu hanya terdiam, mereka juga turut ikut menahan lapar. Padahal mereka bisa makan, kondisi ditempat mereka tak sehoror dimana Sem berada. Sem berjalan agak jauh dari tempat itu, tak dapat dibohongi dirinya jikalau ia letih kurang tenaga.
Mungkin sudah lebih dari dua jam lamanya ia berjalan dari bale dimana banyak mahkluk halus itu, dilihatnya ada gubuk berlampu. Kakinya yang letih membawanya untuk singgah sejenak, gubuk itu tergembok.Â
Setelah diamati ternyata disisi kanan gubuk itu pintu masuk makam sakral, hawanya benar-benar mistik. Makam Mbah yang cukup terkenal disana, masuk kedalam pepohonan yang tinggi layaknya hutan. Sem yang letih enggan pergi, berdoalah ia disana lalu istirahat malam itu.
Mahkluk halus disekitar makam itu mendapat kabar dari mahkluk halus ditempat sebelum nya, mereka hanya menatap kejauhan tak mau mengusik Sem yang tertidur. Nyamuk pun cukup jinak tak mengganggunya malam yang gelap itu, lampunya agak redup. Pi memeluknya dengan hangat secara terhubung, membangkitkan semangat Sem tertidur lelap malam itu. Sem itu MZ.
.
.
.
  Salam Rahayu.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H