"Ibu tahu, Nak!" sahut Bunda sambil mengusap punggung Kay, "ayuk pulang!".
Sepanjang jalan, Kay menatap sedih kantong plastik yang berada di tangan Muh.
Adiknya itu pasti lapar. Muh juga lemas karena buang-buang air besar terus.
"Aku tak tahan lagi, Ma!" pekik Muh setelah turun dari angkutan umum.
"Antar Muh pulang dulu, ya! Bunda beli obat." ujar Bunda bergegas.
Sesampainya di rumah, Muh langsung ke kamar mandi. Kay membuka kantong plastik yang diletakkan Muh. Dia berharap ada keajaiban di dalamnya. Berharap yang di kantong plastik itu, nasi dan lauk pauk yang enak, seperti yang ia makan.
"Astaghfirullah al adzim...!" Kay mengusap dadanya.
Ada rasa sakit dan tak percaya. Padahal Ibu Ti itu mapan. Setiap bulan nya suaminya mendapatkan gaji 500 juta. Belum lagi tunjangan bulanan dari Pak Wowo.
Kenapa adik Pak Wowo yang baik hari bertolak belakang sekali. Ibu Ti tahu, keadaan keluarga Kay. Ayah Kay meninggal dunia enam tahun lalu, karena kecelakaan kerja.
"Jangan disesali, Nak! Berarti bukan rezeki Bunda dan Muh!" ujar Bundanya tiba-tiba, "Adikmu masih di kamar mandi, ya?" tanya Bunda sembari menuju kompor dan menyalakan api.
"Bunda beli mie lagi?" tanya Kay sebelum ke teras.
"Iya, cuma ini yang kebeli, hehe...!" sahut Bunda sambil terkekeh, "Bunda beli tiga, kamu mau juga?" tanya Bunda sambil sibuk membuka bungkus mie.