Intrik Politik

Alhasil, masyarakat Kota Kediri, Indonesia, bahkan warga dunia mendapat banyak pencerahan tentang apa itu sakit jiwa. Selama ini, mereka semuanya hanya tahu bahwa yang sakit jiwa itu adalah orang yang pakaiannya kumuh. Kulit tubuhnya berdaki coklat kehitaman karena tidak mandi berhari-hari. Rambutnya pun gondrong, gimbal, tak terurus karena memang tidak pernah keramas dengan sampo merang sekali pun. Sekarang, mereka bisa menyaksikan bahwa yang gila itu juga orang priayi, kulit kuning langsat, bersih jauh dari daki, dan berwajah tampan. Itulah Pak Tejo yang sekarang terus ramai menjadi bahan pembicaraan orang sejaga akibat kegilaannya dan kesadisannya. 

***

Bagian Kedua

Menyelidik dan Menyidik Intrik  Politik

Cerita penembakan dokter spesialis kedokteran jiwa oleh caleg itu akhirnya sampai ke telinga dr. Rudi Susetyo, Sp.K.J. Dokter ahli kedokteran jiwa ini sangat berkepentingan atas pembunuhan yang sadis itu. Maka, berangkatlah dia dari Jakarta, tempat dia sedang menempuh pendidikan S3 di bidang kedokteran jiwa, ke Kota Kediri.

Di sepanjang perjalanan di dalam KA Gajayana, dia selalu gelisah, gundah, dan sedih bertumpukan menjadi satu. Sejauh-jauh matanya memandang lewat jendela, yang tampak hanyalah lembaran-lembaran foto yang dikirim lewat email oleh penyidik Polresta Kediri Kota. Bukan hamparan sawah dengan hiasan tanaman padi nan hijau kekuningan.

Dinginnya AC KA Gajayana tak mampu mengurangi panas hatinya untuk segera menuntaskan kasus ini. Karena, hanya dialah yang diminta arwah korban mengungkap misteri kematiannya.

"Ayo, Mas Rud, segera datang ke Kota Kediri. Lihat darahku di meja praktikmu. Juga yang tercecer di lantai putih di bawah meja dan kursi tempatmu biasa buka praktik. Ayo, Mas Rud! Ayo!"

Rengekan suara ini sudah berulang kali memenuhi telinga Dokter Rudi sejak mendapat telepon berita duka dari Polresta Kediri Kota. Setiap kali itu pula, menetes air matanya berbutir-butir membasahi pipinya yang putih kekuningan.

"Iya, Dik Bud. Kak Rud akan menuntaskannya. Kak Rud janji," hanya itu suara lirih yang terucap di bibirnya di sela-sela isak tangisnya.

Di tengah suasana duka yang amat dalam itu, tiba-tiba terdengar suara dari pengeras suara dalam KA Gajayana.