Bagian Satu
Petaka Politik Indonesia nan Mendunia
Tiba-tiba saja, orang yang berpakaian parlente itu menarik gagang pistol dari pinggang kanannya. Lalu, terdengar "Jub! Jub! Jub!" Tiga butir timah panas melesat cepat dari moncong senjata api berperedam warna silver metalik itu. Ketiganya secara berurutan menerjang jidat, mata kiri, dan mata kanan orang yang sangat dimurkainya tersebut.
Kemudian, dia keluar dari ruangan bercat serba putih itu sambil mengacung-acungkan secarik kertas lecek. Dengan muka merah padam bergumpal amarah, dia berteriak-teriak sangat lantang, penuh rasa bangga, serta sambil tertawa lebar membahana, "Aku gila! Aku gila! Aku gila ...! Ha, ha, ha ...!"
Kertas yang lecek itu baru saja diterimanya dari tangan korban sebelum jadi almarhum. Tidak ada tanda yang aneh sedikit pun ketika korban menyerahkan surat itu kepadanya. Bahkan, calon almarhum yang dokter spesialis kedokteran jiwa itu menyerahkannya dengan penuh sopan santun.
"Ini, Pak Tejo, hasil pemeriksaan kesehatan jiwa Anda," katanya seraya membungkukkan badan, "Saya mohon Bapak sudi menerima surat ini dengan baik," lanjutnya sambil menyerahkan amplop warna coklat muda kepada sang klien yang berpakaian serba necis itu.
"Terima kasih, Dok. Semoga hasilnya sesuai dengan harapan saya," balas Sutejo Mangku Kusumo, nama lengkap sang klien, disertai sunggingan nan mengulum di kedua bibirnya. Sungguh, ramah sekali! Jangan heran, dia memang priayi yang paling disegani di seluruh pelosok wilayah Kecamatan Kandat, Kabupaten Kediri.
Sambil masih menyunggingkan senyum, jari jemarinya tidak sabar untuk cepat-cepat membuka amplop itu. Begitu terbuka, cepat-cepat pula tangannya menarik kertas putih di dalamnya. Lalu, dibacanya dengan saksama, namun masih tampak tergesa-gesa ingin cepat tahu isinya. Selesai membaca, tiba-tiba saja terjadi perubahan yang sangat kontras di sekujur rona wajahnya. Raut mukanya merah padam memendam geram. Gigi-gigi atas dan bawah saling beradu gemeretakan. Bibirnya mengatup rapat-rapat. Surat Keterangan Dokter Spesialis Kedokteran Jiwa itu diremas keras di kepalan tangan kirinya. Sementara jari-jari tangan kanannya secara spontan menarik pistol dan menodongkan moncongnya ke arah wajah sang dokter yang sudah menyandang Sp.K.J. itu.
Tapi, sungguh aneh! Yang ditodong malah tertawa ngakak menyikapi ancaman nyawanya. Maka, terjadilah pembunuhan dengan tembakan jarak dekat tiga kali sore itu pada tahun 1999. Sungguh, amat sadis!
***
"Ini baru berita! Ini berita baru! Ini baru berita yang baru! Seorang caleg menembak mati dokter ahli jiwa!" teriak loper koran. Teriakan itu diulang-ulang laksana kaset yang sedang diputar. Kalimatnya provokatif sekaligus edukatif. seolah-olah dia pernah kuliah jurnalistik atau minimal telah kursus ilmu kewartawanan itu. Sambil mengacungkan tinggi-tinggi halaman depan koran, penjaja koran yang masih berusia belasan tahun itu terus meneriak-teriakkan judul HL (headline) hari ini lengkap dengan foto tersangka.