Awalnya, Pak Tejo berhasil menolak secara halus permintaan Sarjito. Begitu juga permintaan kedua, ketiga, hingga kedelapan kalinya walaupun Sarjito merayunya dengan berbagai macam alasan yang bertemakan pembelaan rakyat kecil.
Puncaknya, Sarjito bersama lima ribuan anggota partainya se-Kecamatan Kandat mengemis-ngemis kesediaan Pak Tejo di depan rumahnya. Mereka memuji moral Pak Tejo. Mereka juga mengagumi kedermawanan Pak Tejo, keharmonisan keluarga, dan kriteria lainnya yang ujung-ujungnya layak untuk dijadikan wakil rakyat. Mereka pun menunjuk Sarjito sebagai pengawal sekaligus caleg di bawah nomor urut Pak Tejo. Mereka ingin Pak Tejo tidak hanya berjuang di level desa atau kecamatan, tapi jauh lebih luas dari itu, yaitu menjadi anggota dewan di lembaga wakil rakyat DPRD Kabupaten Kediri.
Walhasil, pertahanan pendirian Pak Tejo yang sangat kukuh pun luluh oleh desakan massa yang digerakkan oleh Sarjito. Akhirnya, dia bersedia dicalonkan oleh partainya Sarjito sebagai caleg.
Sarjitolah orang terdepan dalam menjalankan mesin politik selama proses pencalegan Pak Tejo. Dia yang mengurus uba rampe pencalonannya. Bahkan, dia menjadi pengawal setia Pak Tejo. Mengawalnya pun bukan hanya dengan tubuhnya yang kekar serta wajahnya yang sangar, tapi juga dilengkapi dengan senjata api. Senjata berperedam itu menurut Sarjito sudah ada surat izin kepemilikannya dari Polresta Kediri. Pak Tejo pun dilatihnya membawa pistol itu. Bahkan, Pak Tejo pernah memakainya tiga kali tembakan di sawah miliknya nan luas. Tak ada yang mendengar ketiga tembakan itu, kecuali Tuhan, dirinya sendiri, Sarjito, serta tikus yang jadi sasaran tembaknya.
"Pak Tejo harus bisa menggunakannya untuk menjaga diri," bujuk Sarjito ketika Pak Tejo mulai banyak mendapatkan teror politik agar mundur dari pencalegannya atau dibunuh. Mulanya, Pak Tejo menolak. Tapi, seiring dengan ancaman yang terus datang bertubi-tubi, baik melalui telepon rumahnya, surat kaleng, maupun buruh taninya, akhirnya dia mau membawa pistol Sarjito itu ke mana pun dia pergi.
"Pokoknya, Pak Tejo, siapa saja yang menghalangi sepak terjang kita dalam memperjuangkan rakyat kecil lewat lembaga DPRD nanti, maka sikat saja dengan pistol ini! Apalagi, mereka mau menjegal kita dengan cara yang curang dan culas seperti itu!"
Nasihat itu mengiang-ngiang di telinga Pak Tejo dan teringat terus di benaknya. Di sinilah, malapetaka itu menimpanya. Persisnya, ketika dia menerima surat hasil pemeriksaan dari dokter ahli jiwa gadungan bernama Budi Susetyo. Dia ternyata saudara kembar dr. Rudi Susetyo, Sp.K.J. yang ada di hadapan Pak Tejo saat ini.
***
Bagian Kelima
Sesal dan Tobat Pak Tejo