Kata-kata Sarjito terputus oleh keriuhan suara kekecewaan warga kepada almarhum dokter ahli jiwa atas vonisnya kepada Pak Tejo. "Hu ...!" begitu suara massa membahana di seluruh penjuru lapangan sepak bola Desa Ringin Anom.
Setelah agak tenang, baru Sarjito melanjutkan pidato keprihatinannya. "Sehingga, beliau tidak dapat melanjutkan lagi proses pencalonannya sebagai caleg. Padahal, jika menjadi caleg dari partai kita ini, pastilah beliau didudukkan oleh partai sebagai caleg nomor satu karena kepribadian beliau yang penuh kharisma. Nah, untuk menggantikan posisi beliau, partai menunjuk saya sebagai caleg wakil panjenengan semua. Apakah njenengan setuju?"
Sarjito menyodorkan mikrofon kembali ke arah kerumunan massa di bawah panggung kampanye. Dan koor suara "Setuju...!" membahana lagi di hamparan rerumputan hijau di lapangan bola yang sering dipakai pemuda Desa Ringin Anom bersepak bola setiap sore.
Lalu, caleg pengganti Pak Tejo itu melanjutkan pidatonya, "Maka, sebagai rasa simpati kita kepada Pak Tejo, marilah kita doakan bersama-sama semoga masalah Pak Tejo segera tuntas. Semoga pula keluarganya diberi kekuatan lahir dan batin oleh Tuhan Yang Maha Pemurah dalam menghadapi cobaan yang berat ini. Amin."
Usai kampanye, Sarjito langsung pulang. Dalam perjalanannya menuju ke rumah dari lapangan sepak bola, Sarjito dikawal sepuluh body guard pilihannya sampai di teras rumahnya. Siapa pun yang mendekati Sarjito, walau sekedar untuk berjabat tangan, pasti terhalang dan tertabrak tubuh kekar para pengawal itu.
Di dalam kamar pribadi, Sarjito menebar senyum kemenangan. Dalam hatinya, dia berkata dengan nada penuh kebencian, "Huh, rasakan siksaan penjara serta rumah sakit jiwa, Tejo! Berani-beraninya kaulawan Sarjito, hah!" Lalu, mulut tebalnya mengisap dalam-dalam Gudang Garam seolah dia sedang mengisap jasad Tejo bulat-bulat ke dalam tubuhnya nan kekar dan sangar.
***
Pemilu legislatif baru saja usai sebulan lalu. Perolehan suara Sarjito melejit bagai roket walau partainya secara nasional berada di urutan kedua. Baginya, yang penting dia berhasil duduk di kursi dewan meski cuma di level kabupaten. Dia tinggal menunggu Surat Keputusan KPUD Kabupaten Kediri yang akan menetapkannya sebagai caleg jadi.
Dia pun sudah mempersiapkan segala uba rampe atau tetek bengek pelantikan sebagai anggota DPRD Kabupaten Kediri. Dia sudah mengukur dan menjahitkan jas dan celana baru. Untuk pakaian sipil lengkap itu, dia percayakan pada penjahit Amparo yang terkenal se-Kota Kediri. Sepatu kulit pun dia pesan langsung dari pengrajin sepatu kulit asli Magetan yang mangkal di Kaliombo, Kota Kediri. Semuanya sudah beres dalam waktu satu minggu dengan total biaya jutaan rupiah.
Ketika bercermin dengan pakaian sipil lengkap itu, dia sangat terkejut karena pangling pada dirinya sendiri. Dia tidak akan percaya sama sekali pada bayangan di cermin kamar pribadinya itu kalau saja tidak ada kumis hitam lebat yang melin-tang dan kedua ujungnya melengkung ke atas. "Wo, betapa gagahnya kau, Sarjito!" pujinya sendiri dalam hati sambil menyunggingkan senyuman penuh kemenangan dan rasa puas tanpa batas.
Sarjito yang kini berdiri tegak dan necis di depan cermin itu sangat berbeda dengan Sarjito di masa lalu. Dia sebenarnya tak lebih dari sekedar bandar togel kelas kakap di Kota Kediri. Sedang, orang-orang di desanya malah menganggapnya sebagai kontraktor bangunan. Warga desa tahunya memang Sarjito pergi agak siang dan pulang larut malam. Itu pun pulangnya hanya akhir-akhir ini saja. Tepatnya menjelang kampanye legislatif.