"Yah..., Bapak tidak baca berita viral kemarin? Ada ojol yang mengantar penumpang ke tengah makam, ternyata yang diantar berubah jadi Kunti. Itukan komplek pemakaman di jalan yang Bapak lewati?"
"Banyak jalan menuju Roma Jhon! Hahaha..., gue gak percaya ama yang kaya gitu!," kata saya meyakinkan Jhon bahwa saya tidak pernah percaya cerita-cerita tak masuk akal.
"Ya sudah..., saya izin duluan Pak, hati-hati nanti di jalan Pak!," kata Jhon mengakhiri pembicaraan.
"Ok, hati-hati juga," jawab saya sambil mengacungkan jempol.
Sebetulnya, saya juga merasa khawatir pulang terlalu larut, tapi bukan karena takut pada hantu atau sejenisnya! Saya justru khawatir akan adanya begal yang belakangan marak. Mereka semakin kejam dan tidak lagi menghargai nyawa. Komplek pemakaman yang disebutkan oleh Jhon memang jalan terdekat yang biasa saya lewati untuk berangkat dan pulang kerja. Ada beberapa jalan alternatif lainnya, tapi lebih jauh dan bisa memakan waktu tambahan 30 menit dalam kondisi jalanan sepi.Â
Jalan yang melintasi pemakaman tersebut cukup terang di malam hari karena sudah banyak lampu di kedua sisinya. Jalan itu panjangnya sekitar 500 meter dan membelah di tengah-tengah pemakaman. Setiap kali saya melewati jalan ini, baik siang atau malam, yang terpikir bukan hantu yang menyeramkan, melainkan sebuah komplek perumahan 'masa depan'.
Dadang dan dua rekannya telah meninggalkan ruangan setelah menyerahkan dokumen, dan sekarang hanya saya yang tinggal di sana untuk memeriksa lebih detail seluruh dokumen, kemudian memasukkannya ke dalam amplop sesuai persyaratan tender. Jarum jam menunjukkan pukul 11 malam lebih 10 menit ketika semua pekerjaan sudah saya pastikan selesai. Saya mengenakan jaket dan berjalan menuju parkiran motor di lantai bawah. Beberapa petugas keamanan menyapa dengan ramah, dan saya pun membagikan rokok dan berbasa-basi sebentar. Dari pembicaraan singkat tersebut, saya mengetahui bahwa cerita Jhon tadi memang benar-benar viral. Para petugas keamanan itu juga menceritakan hal yang sama dan memberi peringatan agar saya berhati-hati ketika meninggalkan kantor.
Ternyata Bukan Kunti
Saya melirik jam tangan saat motor keluar dari halaman kantor, pukul 23.25. Saya memperkirakan akan sampai di rumah sekitar pukul 12 malam. Di sebuah perempatan, saya berhenti karena lampu lalu lintas menyala merah. Beberapa pengendara motor lain ada yang tidak peduli dan terus menerobos melewati lampu merah. Saya memanfaatkan kesempatan itu untuk menyalakan sebatang rokok. Sebenarnya, ada rasa khawatir dalam hati saya, tapi bukan karena cerita Jhon dan petugas keamanan. Saya lebih khawatir dengan begal atau kejahatan jalanan. Saya sempat berpikir untuk menghindari jalur yang melintasi pemakaman, tapi jika saya memilih jalur lain, saya akan sampai di rumah lebih dari pukul 12.30 malam.
Lampu akhirnya berubah hijau, dan saya perlahan mengendarai motor melewati perempatan sambil tetap waspada. Banyak orang 'sableng' yang tetap melaju dengan kecepatan tinggi karena mengira jalanan sepi. Seperti minggu lalu, ada seorang pengendara yang kehilangan nyawanya di perempatan ini karena sebuah angkot dengan kecepatan tinggi menerobos lampu merah dan menabraknya hingga terseret sejauh 2 meter. Saya sendiri tidak menyaksikan kejadian itu, tapi teman-teman kantor dan petugas keamanan yang pulang malam pada saat itu menceritakannya.
Saat saya hendak meningkatkan kecepatan motor setelah melewati perempatan, tiba-tiba terdengar suara orang memanggil-manggil nama saya dari arah belakang. Saya menengok, dan ternyata seseorang berlari sambil melambaikan tangan minta ditunggu. Saya berhenti dan penasaran, siapa yang malam-malam begini mengenal saya? Saat orang itu semakin dekat, barulah saya mengenalinya, dia adalah Alif, teman kuliah saya dulu.