Mereka berdua terkejut ketika di depan pintu terlihat Singo dan Boyo berboncengan dan langsung masuk ke dalam lumbung. Esha dan Kidang tampak mengikuti dari belakang dengan wajah yang juga heran dan terkejut. Gajah dan Ken Angrok juga bergegas keluar bilik. Mereka semua bertemu di tengan lumbung tempat Singo menghentikan sepedanya. Terlihat Boyo turun dari boncengan sambil menenteng dua tas kresek yang terlihat berat.
"Piye? Ada apa kok jadi gini?" Teriak Ken Angrok ingin tahu ada kejadian apa. Singo tampak terengah-engah dan langsung tiduran di lantai. Boyo juga langsung duduk meluruskan kakinya dan menaruh dua tas kresek itu di sampingnya. Keempat anak yang tadi menunggu memberi kesempatan Boyo dan Gajah mengambil napas. Mereka semua penasaran dan menanti cerita Boyo dan Singo.
"Kacau Ken! Kacau..." kata boyo setelah agak tenang.
"Kacau piye to?," tanya Ken Angrok melihat Boyo dan Singo bergantian.
Boyo mulai menyilangkan kakinya dan mulai berverita, "Tadi itu awalnya sudah sesuai rencana."
"Terus?" celetuk Gajah tidak sabar.
"Aku sama Bimo," lanjut Boyo, "berangkat naik becak Pak Kardi sesuai rencana. Seratus mangga itu juga sudah di becak. Tapi...," Boyo menarik nafas dalam-dalam.
"Tapi gimana?" kata Gajah sudah sangat penasaran.
"Di jalan kita ketemu Pak Kades, Bapaknya Bimo. Pak Kades baru pulang dari Kelurahan naik motor, kita papasan di jalan dekat masjid itu. Karena Pak Kades melihat Bimo lalu nyuruh berhenti Pak Kardi. Pak Kades nanya ke Bimo, mangga-mangga ini mau di bawa kemana?" Boyo menarik nafas dalam-dalam lagi.
"Terus Bimo jawab apa?" kata Esha yang serius mendengarkan Boyo.
"Bimo bilang mau buat temannya, Sumi. Pak Kades langsung melotot melihat mangga dan Bimo. Mangga segini banyaknya mau kamu kasih semua ke Sumi? Aku kan ga tau apa-apa ya cuma diem. Bimo melihat bapaknya melotot gitu sepertinya ketakutan. Diem juga ga bisa bilang apa-apa."