Mohon tunggu...
Sarwo Prasojo
Sarwo Prasojo Mohon Tunggu... Angin-anginan -

Suka motret, tulas-tulis dan ini itu. Dan yang pasti suka Raisa

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Artikel Utama

Cerpen: 1 Januari dan Satu Cerita Tersisa

2 Januari 2016   07:13 Diperbarui: 3 Januari 2016   14:05 1101
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

“Terus bagaimana. Masih jauh, Kang?”

“Masih lima kilo lagi!”

Tidak ada yang bisa dilakukan untuk mengatasi ban kempes di tengah malam. Mereka berdiri seraya istirahat. Motor-motor bergerak cepat dari arah kota. Tak satu pun yang menepi dan menyapanya. Diam-diam Jumali berharap ada mobil yang melintas dan mendekat, kemudian menawarkan diri untuk menumpang dan mengantarnya sampai ke rumah.

Tapi kemudian itu menganulir pikiran itu. “Ah, apa sekarang masih ada yang ingat ‘Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab’?” Jumali agaknya tengah bernostalgia sebagai pembawa teks pancasila sewaktu upacara bendera di sekolah dasarnya.

Mereka akhirnya menuntun sepeda itu selangkah demi selangkah di pinggiran jalan. Dingin makin menyeruak. Kantuk dan lelah mendera tak terperi. Hingga istrinya berkata,”Kang, aku sudah nggak kuat lagi. Kakiku……. !” Perempuan itu mengeluh.

“Sebentar, Kar. Kita cari tempat untuk istirahat.”

Sejenak kemudian, sebuah pos ronda mereka jumpai. Kosong dan gelap. Hanya terlihat bagian dalam, jika ada cahaya kendaraan mengarah pada bangunan kecil semi permanen itu.

“Apa boleh buat kita tidur di sini saja Kar. Kamu setuju?”

Perempuan itu mengangguk. Ia masuk pos ronda dan duduk sambil memijat-mijat kakinya. Jumali meletakkan sepeda di belakang. Biar aman, pikirnya. Mereka akhirnya berjajar di dalam, menenggak bekal air minum yang masih tersisa.
Udara dingin dan keletihan yang memuncak, bersenyawa menidurkan dua insan itu. Sebuah sarung terbentang pada kedua tubuh, sekedar menahan agar kulitnya terhindar dari ciuman nyamuk.

Tuhan begitu sayang pada dua sejoli sederhana ini. Diberinya mimpi indah yang teramat indah.

Karsiem tergambar bersama dua anak dan suaminya mendatangi alun-alun itu lagi. Sebagaimana dulu, saat kali pertama menikmati pesta kembang api pada pesta tahun baru. Mereka tidak lagi di pinggiran, tapi di tengah-tengah kerumunan. Membawa terompet. Meniup-niupnya kegirangan. Tampak, suaminya membawa tas, isinya softdrink dan roti. Kamera ponselnya: yang layar sentuh itu, tak jera membidik momen-momen yang merona-rona wajah mereka.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun