Mohon tunggu...
Ryan M.
Ryan M. Mohon Tunggu... Editor - Video Editor

Video Editor sejak tahun 1994, sedikit menguasai web design dan web programming. Michael Chrichton dan Eiji Yoshikawa adalah penulis favoritnya selain Dedy Suardi. Bukan fotografer meski agak senang memotret. Penganut Teori Relativitas ini memiliki banyak ide dan inspirasi berputar-putar di kepalanya, hanya saja jarang diungkapkan pada siapapun. Professional portfolio : http://youtube.com/user/ryanmintaraga/videos Blog : https://blog.ryanmintaraga.com/

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Ada Cinta #11 : Keributan di Siang Hari yang Terik

10 Oktober 2014   13:36 Diperbarui: 17 Juni 2015   21:38 366
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
14128797661323482831

Cerita Sebelumnya :

Nay masuk UKS lagi setelah mendapat selarik pesan dari Novan.  Angga yang merasa cemas tanpa pikir panjang langsung melesat menuju Ruang UKS dan meninggalkan Ami yang saat itu sedang bersamanya.  Tindakan Angga ini tentu saja mengecewakan Ami hingga gadis itu menolak bicara dengan Angga.  Pada saat itu, Nay yang kondisinya masih lemah memaksakan diri untuk kembali ke kelasnya.

CHAPTER 11

Nay berjalan lemah menuju kelasnya.

Saat ini kondisinya belumlah baik, namun ia memaksakan diri.  Berbagai perasaan berkecamuk dalam benaknya.

Angga, maafkan aku. Aku sudah bohong sama kamu selama ini…

Satu sisi dari hatinya berkata bahwa sudah waktunya ia mengungkapkan sebuah kebenaran.

Tapi, sejujurnya aku belum siap…

Beri aku waktu sebentar lagi untuk menceritakan hal yang sebenarnya.

Di kelasnya, Ami yang melihat kondisi Nay segera menghambur keluar.

Bukannya dia belum sehat?

“Nay!” panggilnya.

Namun begitu Ami tiba di depan pintu kelas, ia melihat Angga yang rupanya belum masuk ke kelasnya dan Novan yang baru saja keluar dari Ruang Olahraga.

“Nay!” secara bersamaan mereka berseru.

Ami, Angga, dan Novan.

Ketiganya berlari menghampiri Nay namun kemudian sama-sama menghentikan langkah masing-masing.

Maaf, Nay. Aku ingin nolong kamu tapi ada Angga yang barusan bikin aku kecewa karena perhatiannya ke kamu, batin Ami.

Nay, aku ingin nolong kamu. Tapi aku nggak enak sama Novan karena keliatannya kalian berdua pacaran, pikir Angga.

Aku nggak yakin apa Nay mau aku tolong. Dia keliatannya kurang suka sama aku, lagipula ada Angga yang entah kenapa sorot matanya tadi seperti marah padaku, Novan bimbang.

Akhirnya mereka bertiga hanya diam terpaku memandang Nay masuk yang ke kelasnya.  Suasana yang tak mengenakkan menyelimuti ketiga remaja tersebut, mereka masih diam di tempatnya dengan pikiran masing-masing.

Ada kekecewaan, salah paham, dan kebimbangan.

Novan sejenak memandang Ami dan Angga, kemudian tanpa berkata-kata memasuki kelasnya. Angga menyusul, namun sebelumnya ia melempar senyum pada Ami seraya mengangkat bahu.  Sebuah senyuman yang dalam sekejap menghapus rasa kecewa Ami. Sebuah senyuman yang memantapkan tekad gadis berkacamata tersebut untuk mengejar cintanya.

Angga, aku akan berusaha mendapatkanmu.

Nay… maaf, aku tak akan membiarkanmu menang dengan mudah!

Dan Ami teringat surat yang semalam ditulisnya untuk Angga.

* * *

Angga mengayuh sepedanya tanpa mengeluarkan sepatah kata pun, dan ini membuat Nay heran.

"Angga,” panggilnya.

Angga tak menjawab.

“Angga,” panggil Nay lagi.

“Ya?” yang dipanggil akhirnya menjawab sambil terus mengayuh sepedanya.

“Kamu kenapa?” tanya Nay.

“Maksudnya?”

“Dari tadi kamu diem terus.  Kenapa?  Ada apa?”

“Nggak ada apa-apa,” sahut Angga sekenanya.

“Kamu sakit?  Atau capek?” tanya Nay yang membonceng di belakang Angga.

“Kenapa emangnya?” Angga acuh tak acuh, “Lagian bukannya kamu yang sakit ?”

“Kamu ini kenapa sih?” Nay mulai tak sabar, “Kalo aku ada salah sama kamu, bilang dong!”

Angga mendengus kesal.

Aku nggak suka liat kamu deket sama Novan.

Pemuda ini terus mengayuh sepedanya dengan kecemburuan yang membara di dadanya.  Di belakangnya, Nay berusaha mengingat apa yang membuat Angga siang ini mendadak membisu.

Tanpa terasa sepeda yang mereka tumpangi tiba di tanjakan yang selalu mereka lalui dan menjadi tantangan tersendiri bagi Angga.

Apa dia minta aku turun? Pikir Nay.

Ternyata tidak, Angga terus mengayuh meski kepayahan.

“Angga, aku turun?” tanya Nay.

Pemuda itu tak menjawab, ia terus mengayuh.

Dan ini membuat Nay kesal.

“Aku turun!” sentaknya seraya melompat turun dari boncengan.

Suasana semakin tak enak.

Angga menghentikan sepedanya.

“Naik, Nay,” ujarnya.

“Nggak!” jawab Nay ketus.

Gadis itu berjalan melewati Angga – tanpa menoleh!

“Nay!” panggil Angga.

Nay terus berjalan, tak mempedulikan Angga yang terus-menerus memanggilnya.  Siang hari yang terik itu terasa semakin panas bagi mereka berdua.

“Nay! Ayo naik!” seru Angga yang mengejar Nay dengan sepedanya.

Gadis itu menoleh dan berkata tegas,

“Nggak!  Mending aku jalan kaki aja!”

“Oke!” emosi Angga meninggi, “Silakan jalan sampe rumah.  Aku duluan!”

Pemuda itu kemudian mengayuh sepedanya dengan cepat meninggalkan Nay yang terus saja berjalan tanpa mempedulikan Angga.  Peluh membasahi wajah dan tubuh Nay.

Angga yang kesal terus mengayuh.

Kamu pikir aku becanda ya?  Liat aja, kamu pasti bakal manggil aku.

Satu meter, dua meter, sepuluh meter, duapuluh meter, hingga seratus meter jarak mereka, namun pemuda itu tak kunjung mendengar suara Nay.

Dia beneran nih mau jalan? Angga mulai ragu.

Pemuda ini kemudian menghentikan sepedanya dan menoleh ke belakang.  Dilihatnya gadis cantik itu masih berjalan dengan peluh bercucuran dan wajah yang merah – entah karena teriknya matahari atau kemarahan dalam hatinya.

Dan Angga harus mengakui bahwa Nay terlihat makin cantik dalam keadaannya yang seperti ini.

Jarak antara mereka berdua semakin mengecil.  Angga masih duduk di sepedanya – menunggu Nay yang kini makin dekat sehingga bertambah jelas kecantikannya.

“Nay,” panggilnya, “Ayo naik.”

Nay hanya mendengus dan membuang muka sambil terus berjalan.

Angga terperangah.

Dia beneran!

Angga kebingungan.  Dirinya belum pernah menghadapi kemarahan seorang gadis.

Karena tak tahu harus bagaimana, pemuda itu akhirnya memutuskan menuntun sepedanya saja dan berjalan di belakang Nay.

“Kenapa kamu nggak duluan?  Tadi katanya mau duluan, mo ninggalin aku,” tegur Nay, masih tanpa menoleh.  Nada suaranya sudah tidak sekeras tadi.

“Bannya kempes,” Angga berbohong.

“Oh.”

Kedua remaja ini berjalan tanpa saling bicara namun diam-diam keduanya mulai menyadari kekeliruan sikap mereka tadi.  Mereka sama-sama menghela nafas dan memutuskan untuk bersikap lebih baik.

“Ngga,” panggil Nay.

“Ya?” tanya Angga yang masih berjalan menuntun sepedanya di belakang Nay.

“Maaf kalo aku tadi bersikap nggak jelas sama kamu,” ujar Nay.

Matahari sudah tidak lagi seterik tadi.

Angin bertiup lembut.  Desirannya melahirkan musik yang terdengar semakin lengkap oleh gesekan daun dan rumput.

Suasana begitu tenang saat ini, mendamaikan kedua hati yang beberapa saat sebelumnya terbakar emosi.

“Aku juga minta maaf,” ucap Angga, “Nggak seharusnya aku bersikap seperti tadi.”

Kedua remaja ini kembali terdiam.

“Tapi…” Angga sedikit ragu melanjutkan kalimatnya.

Mendengar nada keraguan dalam suara Angga, Nay menghentikan langkahnya dan menoleh.  Rambut panjangnya menari-nari tertiup angin.

Cantiknya.

“Tapi?” terdengar suara Nay yang menyadarkan Angga dari pikirannya.

“Entahlah…” balas Angga, “Aku agak gimana ngeliat kamu deket sama Novan.”

“Oh…” Nay menjawab pendek.

“Nay…”

Mata mereka bertemu.

Dan mendadak ada debaran dalam hati mereka yang sulit dilukiskan dengan kata-kata.

Wajah Nay memerah.

“Nay…” terdengar lagi suara Angga, "Kamu tau nggak sih?"

Debaran di dada Nay semakin menjadi.

Angga melanjutkan kalimatnya,

“Aku suka kamu.”

(Bersambung)

Akhirnya!  Angga menyatakan perasaannya pada Nay - gadis yang selama ini selalu bersamanya setiap hari!  Apa jawaban Nay?  Dan bagaimana dengan Ami?  Jangan lewatkan chapter berikutnya!

“Ada Cinta”, terbit dua kali dalam seminggu, Selasa dan Jumat…

Ada Cinta #12 : Ready to Love |   Ada Cinta #1 : Siapa gadis Itu?


Sumber gambar : superbwallpapers.com
Tulisan ini masuk kategori “Fiksi” dan dipublish pertamakali di www.kompasiana.com, copasing diizinkan dengan mencantumkan URL lengkap posting di atas atau dengan tidak menghapus/mengedit amaran ini

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun