Misalnya "Brojodenta gugur" atau "Gatotkaca winisuda". Itu artinya para pujangga tidak merasa penting untuk sering-sering mengangkat Pringgondani dalam lelakon wayang.
Gatotkaca justru populer karena kesaktiannya dan terkenal sebagai ksatria muda yang  tak tertandingi.
Siapa yang tidak kenal dengan "otot kawat balung wesi", satu-satunya yang memiliki "kotang ontokusuma", serta mampu bersemayam di atas mega laksana seekor garuda.Â
Tentu masih banyak juga aji-aji kesaktian yang dimilikinya, misalnya ajian brajamusti. Mengapa begitu?
Mengapa Gatotkaca justru lebih senang meninggalkan negerinya untuk menerima tugas-tugas dari para uwaknya ?Â
Mengapa anak muda ini seperti tidak menyadari akan tugas dan kewajibannya sebagai seorang raja ?Â
Bahkan nampak seperti orang tidak percaya diri saat berada di antara kawulanya sendiri.
Memang benar bahwa Sang Gatutkaca seorang pria sakti tak tertandingi, soal perang dialah jagonya, soal adu kesaktian jarang ada yang mengalahkannya.
Akan tetapi kembali pada soal kepemimpinan atau manejemen negara, itulah masalah besar baginya.
Keunggulan pemuda yang bernama Gatotkaca itu terletak pada kekuatan dirinya, tetapi jika menyangkut hubungan sosial apalagi menjadi pemimpin, pemuda ini seperti tidak ada apa-apanya.Â
Gatotkaca bagaikan terhipnotis oleh nasib yang dialami ibunya. Gatotkaca seperti trauma akan kehidupan Dewi Arimbi yang sengsara, yang hidup dalam lamunan meskipun dia jelas-jelas wanita yang bersuami.