Mohon tunggu...
Ruminto
Ruminto Mohon Tunggu... Guru - Back to Nature

Senang membaca dan menulis, menikmati musik pop sweet, nonton film atau drama yang humanistik dan film dokumenter dan senang menikmati alam.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

"Sri, Aku Kakakmu"

8 Januari 2024   23:01 Diperbarui: 8 Januari 2024   23:05 161
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

MALAM itu, Sri be-te banget,.te-ve-nya  nyala, tapi nggak ditonton. Majalah yang dipangkuannya, juga cuma dibolak-balik melulu. Desa memang sepi, tapi rumah ini juga semakin terasa sepi saja , keluhnya dalam hati. Selain dirinya, dirumah itu hanya ada bapak dan ibunya. Ibunya masih sehat, tapi bapak sudah akit-sakitan melulu.

     Sri memang anak bungsu, kakaknya empat orang, perempuan semuanya. Jadi panggilnya yayu. Mereka kini semua sudah berkeluarga, dan semua ikut suami tinggal ditempat lain. sehingga praktis anak yang tersisa di rumah hanya dirinya sendiri saja. Makanya ibunya pernah " wanti-wanti " sekali ;

     " Sri, kalau kamu menikah nanti, suamimu harus mau tinggal disini "

     " Kalau enggak mau ?!"

     " Kamu harus bisa membujuk supaya mau, sebab kalau kamu pergi juga, siapa yang akan menemani ibu bapakmu disini ? "

     " Entahlah nanti bu, aku belum memikirkan tentang hal itu, kerjanya aja belum mapan seperti ini " ucapnya dengan nada sedikit mengeluh .

     Setamat sekolah kejuaran, SMEA, Sri tidak melanjutkan sekolah setelah gagal mendaftar di perguruan tinggi negeri. Untuk masuk ke swasta, tiada biaya. Akhirnya Sri menjadi tenaga administrasi honorer di sekolah menengah pertama di  daerahnya sendiri. Yang nasibnya belum jelas.

     Dan malam ini, Sri mengalami ba-te yang amat sangat. Sepi, jenuh, bosan dan bingung semua bercampur jadi satu. Malam sudah semakin larut, tapi mata belum juga mau mengantuk. Te-ve sudah dimatika, dan majah yang tadi dibuka -- buka juga sudah dilemparkan keatas meja begitu saja.. Sri akhirnya bengong, tiduran di atas sofa sambil pandangannya menatap kelangit -- langit seakan ingin menembus atap sampai ke langit.

     Sri jadi ingat waktu masa kecil dulu. Ketika semua kakak-kakaknya masih ngumpul jadi satu dulu. Tak pernah ada rasa kesepian yang mencekam seperti ini. Dirinya kini jadi kangen sama kakak -- kakanya itu. Masing -- masing meninggalkan kenangan tersendiri di hati Sri kini.

*

KAK SAL misalnya, dia adalah orang yang tidak sabaran. Sebagai kakak yang urutannya persis diatas dirinya, dia adalah satu -- satunya kakak yang sempat bersekolah di es-de bersama -- sama. Sehingga kalau berangkat ya harus bareng sama Kak Sal.

     Repotnya, Kak Sal itu orang yang ndak sabaran itu tadi. Ketika sedang sarapan saja sudah ribut pada dirinya ;

     " Aduh Sri, makannya yang ceper dikit dong, sepertinya masih utuh gitu, ini sudah siang !"

     Bila sudah diomelin seperti itu, dirinya jadi gugup  makannya dan membuat tersedak. Bila sampai tersedak, dirinya jadi ingin nangis, sebab tenggorokannya sakit biarpun sudah digelontor air  minum.

     Bahkan bila sedang berjalan berangkat kesekolah pun, kakaknya itu sering ngomel -- ngomel. Kalau dirinya jalannya tertinggal dari dia, yang sudah tentu langkanya lebih panjang dan lebih cepat dari dirinya ; "  ayo cepat, entar telat !"

     Itu terutama kalau berangkat sekolah di jalan tidak bertemu dengan teman -- teman yang lain. Jadi hanya kami berdua. Dirinya harus setengah berlari untuk bisa menyamakan langkah dengan langkah kakaknyaitu. Dan jarak ke sekolah yang agak jauhpun jadi terasa tambah jauh dan melelahkan. Walaupun itu bukan pengalaman yang menyenangakan, tapi mengesankan juga untuk diingat -- ingat sebagai kenangan.

*

LAIN LAGI dengan Kak Yati. Kak yati ini orangnya suka menang sendiri dan egois. Di rumah, tugas sudah dibagi -- bagi. Kak Yati ini tugasnya menyapu halaman bila sore. Sedang dirinya bertugas mencuci piring dan mengisi gentong air untuk masak.. Suatu sore, bapaknya menyuruh dirinya untu menyapu halaman. Sudah tentu dirinya protes :

     " Pak tapi itu tugasnya Kak Yati ! "

     " Tapi kakakmu belum pulang, ini nampaknya mau hujan, nanti keburu hujan ".

     Karena takut sama bapaknya, akhirnya ya mau juga walau dengan terpaksa dan berat hati.. apa lagi yang namanya halaman rumah di desa umumnya luas dan banyak pepohonan, sehingga banyak sampah daun, susah untuk disapu.

     Dan ketika dirinya sedang menyapu dan hampir rampung itu, kak Yati pulang dengan biasa saja. Tambah sebel dirinya melihat lagaknya yang tanpa dosa itu ;

     " Hey !" tegurnya kesal

     " Apa ?! " jawabnya tanpa merasa bersalah dengan santainya menuntun sepedanya

     " Ini kan tugasmu ! "

     " Sudah jangan ribut, baru mengganti sekali aja sudah ribut !"

     " Iya, tapi ini tugasmu, mestinya pulangnya tidak sesore ini !"

     " Emangnya saya baru maen apa ?! Saya kan ada kegiatan sore di sekolah "

     " Alaa, alasan ! "

     Kak Yati memang orangnya cuekan. Kalau ada anak laki -- laki yang nakal, dia berani melawan. Dia memang agak tomboy. Tak salah kalau kemudian kini jadi guru olah raga di sebuah sekolah dasar.

*

BERBEDA dengan kak Surti. Bila mengenang kakaknya yang satu ini, dirinya sering merasa ibu. Betapa tidak, sebab Kak Surti sering sakit -- sakitan. Pengobatan terhadap penyakit waktu itu belum sebaik sekarang. Apa lagi jarak ke sekolah juga lumayan jauh yang harus ditempuh dengan naik sepeda.

     Hampir setiap pulang sekolah, asmanya kambuh. Maklumlah, kecapaian, kepanasan dan terkena debu jalanan. Dan ibu akan repot sekali, termasuk dirinya yang biasa kebagian untuk mengipasi badannya pelan -- pelan atau menyimpan tas sekolahnya yang tadi diletakkan disembarang tempat ketika baru masuk.

     Karena alasan kesehatan ini, Kak Surti yang paling " disayang ". Ia tidak diberi pembagian tugas secara khusus. Paling sekedar bantu -- bantu yang ringan -- ringan saja. Tapi kami juga tidak iri hati, sebab kami semua memaklumi kondisi kesehatannya itu. Tentu saja kini dia sudah berkeluarga. Untung asmanya sudah sembuh dan anaknya juga sehat -- sehat saja.

*

SEDANG KAK PUR, kakak yang palig besar atau sulung, dirinya paling merasa tidak dekat. Maklum, ketika dirinya sudah mulai masuk sekolah, kak Pur sekolahnya sudah di kota, harus kost dan jarang pulang. Akibatnya jarang bersama -- sama, kecuali waktu -- waktu tertentu dan itupun cuma sebentar. Apa lagi Kak Pur ini orangnya juga kaku dan keras, sehingga jadi tambah jauh rasanya dirinya dengan dia.

     Pernah waktu kecil dulu dirinya dibantu mengerjakan pr -- er berhitung, pelajaran yang terasa berat dan sulit bagi dirinya. Apa yangterjadi ? Ya, bukannya pe --er nya jadi beres, tapi malah kacau nggak rampung. Abis dibentak -- bentak melulu ;

     " Duapuluh tiga dibagi empat berapa ?!"

Dirinya bingung kalau pembagian yang hasilnya masih bersisa seperti itu.

     " Kok lama banget sih, tadi kan sudah saya ajari caranya. Kalau tidak habis dibagi, cari bilangan yang sisanya paling kecil. Masa' nggak tahu juga sih ?!"

     Dibentak -- bentak seperti itu, dirinya jadi tambah nggak bisa berpikir; takut dan bingung jadi satu. Akhirnya ya diam saja, tapi diam -- diam air matanya meleleh di pipi.

     " Ya, diajari malah nangis, susah kalau begini !:

     Untunglah waktu itu Ibu segera datang mendinginkan ;

     " Ada apa Pur ?"

     " Ini diajari mengerjakan pe -- er malah nangis, masa' pembegian bilangan kecil seperti itu nggak bisa !"

     " Pur, kalau ngajari anak kecil ya harus sabar, jangan dibentak -- bentak seperti irtu."

     " Saya ndak bisa kalau ngajarinya kayak guru te -- ka ! "

     Kak Pur kini tinggal di ibu kota, kerja diperusahaan. Walaupun dulu kurang dekatdengan dirinya, sebenarnya bukan berarti tidak sayang, Cuma keras aja sifatnya, kayak bapaknya. Kini kalau dia pulang kampung bersama keluarganya, selalu ada oleh -- oleh untuk dirinya.

*

DENGAN riang gembira Sri berjalan menjelajahi pekarangan yang kosong dan luas sebagaimana layaknya di kampung. Dengan berjingkat -- jingkat Sri mencari bunga -- bunga liar tanaman perdu semak -- semak yang tersebar  disana -- sisini. Indah sekaliwarnanya, tak tahu nama bunga apa. Kupu -- kupu juga banyak berterbanagan berseliweran kesana kemari. Indah sekali warna sayapnya. Sri tak sadar ikut kesan -- kemari juga dengan asyiknya.

     Tiba -- tiba Sri merasa namanya di panggil oleh seorang anak ;

    " Sri " suaranya lembut

     Sri berhenti dan bingung menoleh kesana kemari mencari sumber suara. Apakah ada anak lain di sini ? Di dekat pohon semak, dilihatlah seorang anak yang kira -- kira juga sebaya dengan dirinya. Siapa anak itu, tak kenal sebelumnya, batin Sri bingung. Anak itu tersenyum sayu. Ditangannya juga ada seikat kembang. Agaknya dia juga sedang mencari kembang seperti dirinya, pikir Sri.

     " Kamu siapa ?!"

     " Sri, aku kakakmu ."

     " Kakakku ?!"

Anak itu mengangguk lemah

     " Tapi kakakku kan Kak Sal, Kak Yati, Kak Surti dan Kak Pur " jelas Sri

Anak itu terdiam dan menunduk sedih

     " Tapi aku kakakmu Sri "

     " Kalau begitu, siap namamu ?"

Anak itu seperti kebingungan. Sepertinya ingin bicaranya menyebut namanya, tapi tak bisa.

     " Siapa namamu ?" desak Sri penasaran

    Tapi anak itu tetap kesulitan untuk menyebutkan  namanya. Sri jadi merasa iba Maka didekatinya perlahan -- lahan anak itu yang seperti mau menangis sedih. Tapi ketika sudah dekat dan mau dijamahnya, tiba -- tiba hilang ..... Sri memekik kaget dan terbangunlah dari tidurnya .

     Ternyata dirinya tertidur di sofa. Sri kemudian segera duduk dengan perasaanyangtak karuan . Impian itu tadi sangat menggoda hatinya. Siapa anak itu ? Mengapa mengaku sebagai kakanya ? Memang tadi sebelum tertidur dirinya sedang melamunkan kenangan dengan kakak -- kakanya dulu. Apa kah impian ini hanya karena pengaruh lamunan kenangan itu tadi, atau ada maksud apa sebenarnya ?

*

KE ESOKAN harinya, ketika sedang duduk -- duduk santai diteras rumah dengan ibunya, Sri mencoba mencari jawab tentang impiannya tadi malam.

     " Bu "

     " Ya ."

     " Kakak saya ada berapa sih Bu ?!"

     " Lha ada empat kan, Salmiati, Supriyati, Surtiati dan Purwanti."

     " Tidak ada yang lain Bu ?"

     " Ya ndak, masa' ibu menyembunyikan anak "  jawab ibu sambil senyum

     " Bukan begitu maksud Sri bu "

     "  Ada apa sih Sri ?! "

     "  Begini bu, tadi malam saya bermimpi, dalam impian itu saya masih kanak -- kanan seusia sekolah ess- de dulu. Saat itu aku berjalan -- jalan dipekarangan yang luas mencari bunga -- bunga. Beberapa saat kemuadian, ada seorang anak wanita kira -- kira sebaya dengan saya juga. Ia mengaku kakak saya. Ketika saya tanya namanya, dia kesulitan untuk menyebutkan namanya dan nampak sedih seperti mau menangis. Ketika saya dekati, dia menghilang dan saya terbangun. Begitu bu, apa ada kakak saya yang lain ?!"

     Sesaat mereka sama -- sama terdiam. Kemudian ibu berkata  sambil memperbaiki posisi duduknya ;

     " Sri " ucapnya pelan

     " Ya bu "

     " Begini ya, ibu mau cerita. Dulu senbelum kamu ada, ibu memang pernah mengandung. Tapi sayang, anak itu lahir belum masanya dan jiwanya tak tertolong "

     " Oh, siapa namanya bu ?"

     " Tentu saja dia belum sempat diberi nama, karena lahir sudah meninggal, belum waktunya lahir.'

     " Hm .... pantesan dia kebingungan waktu ditanya namanya siapa dan nampak sedih sekali. Kasihan ya bu, dia ingin juga diakui sebagai kakaku. Dia mungkin kesepian juga ya bu, dimana kuburnya bu ?"

      Karena dia dulu masih calon cabang bayi, dia tidak dikubur di pemakaman, tapi di kebun dibelakang rumah ?"

     " Dimana tepatnya bu ?! " tanya Sri serasa tak sabar.

     " Bekasnya mungkin sudah hilang, tapi di dekat pohon nangka dekat jalan kecil."

     " Bu, walaupun bekasnya sudah hilang, tapi tempat itu akan aku jadikan makam kakaku, akan aku beri batu nisan. Aku akan sering menziarahinya agar dia tak kesepian. Dan aku akan selalu berdo'a untuknya agar senang dialam sana. Dan juga akan ku beri nama, agar dia tahu nama dirinya. Selain itu juga akan ku tanami bunga diatas kuburnya, sebab kami berjumpa ketika sama -- sama sedang mencari bunga. Boleh kan bu ?"

     Ibunya mengangguk haru. Dan saat itu juga Sri segera pergi ke pekarangan dibelakang rumah untuk melaksanakan semua niatnya . Ada rasa pilu dalam hatinya (*)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun