Tiga..
Permintaan untuk membuka pintu itu akhirnya ditangkap oleh masinis.
Suara mendesis mulai terdengar. Pintu gerbong terbuka. Kusapu cepat setiap pintu dengan pandangku, mencoba berhitung, pintu mana yang tak terhalang orang- orang yang marah dan berteriak di luar gerbong tersebut.
Pintu membuka.
Kuambil keputusan segera, kupilih sebuah pintu, melompat keluar gerbong dan berlari menembus beragam orang, teriakan, jerit tangis dan ledakan lagi.
Sudah tak lagi aku mampu membedakan apa itu, tembakan senjatakah, petasan, atau suara plastik yang digembungkan dan dipecahkan?
Air mataku tak jadi mengalir. Kutahu pasti, kubutuhkan pikiran jernih saat itu. Juga mata yang awas untuk menembus kerusuhan. Air mata hanya akan mengacaukan logika, dan mengaburkan pandang. Maka air mata harus bisa mengalah untuk tidak hadir dalam saat- saat seperti itu..
p.s. Artikel sebelumnya - Saat Mimpi Indah Berubah Menjadi Mimpi Buruk: Terjebak Kerusuhan di Stasiun Kereta
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H