Entah kenapa, reaksi spontan dalam hatiku adalah marah pada kedua perempuan itu.
Genit, teriak hatiku geram. Bukannya mikir, malah nangis- nangis seperti itu. Memangnya keadaan akan membaik kalau mereka bersikap begitu?
Aku setengah mati harus menahan agar apa yang ada dalam hati dan benakku yang menganggap mereka genit itu tidak tercetus keluar. Situasi sudah demikian kacau, tak perlu lagi aku mengatakan apapun yang dapat menimbulkan pertengkaran. Walau telingaku sakit dan sejujurnya darahku mendidih melihat kedua perempuan muda itu.
Useless, gerutu hatiku. Kenapa sih mereka tidak membantu memikirkan jalan keluar dengan tenang, malah menjerit- jerit menambah tak enak suasana?
Gerutuan itu, tentu juga tak kukeluarkan...
***
[caption id="attachment_247860" align="aligncenter" width="344" caption="Gambar: www.thefunnyblog.org"]
Kuamati pintu- pintu kereta, tanpa juga dapat memutuskan apakah akan kuminta masinis menekan tombol atau menggerakkan tuas pembuka pintu atau barangkali lebih baik diam saja disitu?
Keduanya mengandung resiko. Keluar menembus barisan orang yang sedang mengamuk, siapa yang dapat menjamin kita tak jadi korban salah sasaran? Tapi tetap tinggal di dalam gerbong, pasif tak melakukan apa- apa.. duh, siapa yang tahu, apa yang akan mereka lakukan terhadap rangkaian kereta dimana aku terjebak di dalamnya itu?
Lalu..
Dari gerbong sebelah terdengar suara langkah keras dan cepat. Kulihat beberapa lelaki berlarian ke arah kami dan berteriak: " Keluar..keluaaarrrrr.. " -- disambung beberapa kalimat yang tak lagi dapat kuingat persisnya tapi kupahami bahwa mereka penumpang KRL Ekonomi yang menghendaki agar KRL Commuter Line itu tetap ditahan disitu, tak boleh berangkat.