"Bu.., tidakkah senang bila melihat anak-anak kita bahagia?"
"aku senang,Pak, tapi..."
"sudahlah, Bu.., aku sayang anak-anak, aku hanya ingin anak kita bahagia."
Malam bergulir pelan hingga rasa kantuk telah menyerang kedua insan yang melahirkan Rani. Keduanya tak mampu menahan kelopak mata yang semakin lama semakin berat, mengatup.
***
Berita ayah Rani yang akan menjodohkan  Rani dengan PNS di kantor kecamatan itu terdengar sampai ke Satya. Satya mendapat pesan singkat dari adik Rani, Nia, bahwa kakaknya akan dijodohkan dengan seseorang.  Dengan sadar dan mawas diri, Satya berusaha menemui Rani. Dan Satya datang ke rumah Rani beberapa hari kemudian.
Jarak tempuh ke rumah Rani sebenarnya tidak terlalu jauh. Satya telah menambah kecepatan laju sepeda motornya. Namun itu rasanya belum membantu agar segera sampai di rumah Rani. Perjalanan itu dirasa lama banget. Di kelokan yang tajam hampir saja ia tergelincir karena kurang fokus pada jalan yang pandangan terhalang oleh rimbunnya pepohonan. Apalagi pikiran dan hati Satya campur aduk. Apa yang ia rencanakan telah tersusun dalam niatnya untuk menyatakan sesuatu kepada Rani dan Ayahnya.
Sesampai di rumah Rani, binar mata Satya ceria melihat Rani nampak asik bersama teman-teman sebaya sedang bercengkrama di depan rumahnya. Itu artinya rencana yang ia susun untuk menyatakan sesuatu kepada Rani akan terealisasi dengan segera.
Di ufuk barat matahari malu-malu menampilkan warnanya yang tak utuh. Warna jingga yang dominan sebagai isyarat akan segera menuju ke peraduan.
"Satya..! kenapa tidak memberi kabar dulu?", teriak Rani.
Semua teman-teman Rani menoleh ke arah  Satya.