Mandela memahami bahwa kepemimpinan bukan soal seberapa lama seseorang berkuasa, tetapi bagaimana ia mempersiapkan generasi berikutnya untuk melanjutkan perjuangan.
Menolak Godaan Kekuasaan
Ketika Mandela menjabat sebagai Presiden Afrika Selatan pada 1994, ia memiliki dukungan yang sangat kuat dari rakyatnya. Jika ia menginginkan masa jabatan kedua, hampir tidak ada yang bisa menghalanginya. Namun, Mandela memilih untuk tidak tergoda oleh kekuasaan. Ia mengumumkan bahwa ia hanya akan menjabat satu periode dan kemudian menyerahkan kepemimpinan kepada penerusnya.
Keputusan ini sangat kontras dengan banyak pemimpin dunia yang cenderung mempertahankan kekuasaan dengan berbagai cara, mulai dari mengubah konstitusi hingga menekan oposisi. Sikapnya ini menunjukkan bahwa kepemimpinan sejati bukanlah tentang ego atau ambisi pribadi, tetapi tentang melayani rakyat dan memastikan keberlanjutan demokrasi.
Mantan Presiden AS Barack Obama, yang sangat mengagumi Mandela, pernah berkata:
“Mandela mengajarkan kepada kita bahwa seorang pemimpin sejati tidak ingin berkuasa selamanya. Ia ingin melihat rakyatnya berdaya.”
Mandela memahami bahwa seorang pemimpin bukanlah raja, melainkan seorang pelayan bagi rakyatnya.
Membangun Tradisi Demokrasi yang Sehat
Dalam banyak negara, ketika seorang pemimpin yang kuat mengundurkan diri, sering kali terjadi ketidakstabilan politik. Namun, Mandela memastikan bahwa transisi kekuasaan di Afrika Selatan berjalan lancar dan damai. Ia mendukung Wakil Presiden Thabo Mbeki sebagai penerusnya, sekaligus menunjukkan bahwa ia tidak menciptakan "kultus individu" di sekeliling dirinya.
Tindakannya ini menjadi fondasi penting bagi demokrasi di Afrika Selatan. Banyak negara yang jatuh ke dalam krisis ketika pemimpin pertama setelah kemerdekaan enggan melepas kekuasaan. Namun, Mandela menghindari jebakan ini dan membiarkan negaranya berkembang dengan kepemimpinan yang bergantian.
Sekjen PBB Kofi Annan pernah mengomentari keputusan Mandela ini: