Mikael menarik nafas dalam sebelum mengucapkan sesuatu yang ingin ia sampaikan, mencoba mengumpulkan keberanian untuk mengungkapkan perasaannya yang selama ini terpendam.
“Lea, gue… gue sebenarnya udah lama banget suka sama lo,” ungkapnya dengan suara bergetar oleh emosi yang tertahan.
Alea terdiam, tak percaya dengan apa yang ia dengar. Namun, perlahan-lahan senyum lembut terukir di wajahnya.
“El, gue juga… gue juga ngerasain hal yang sama,” jawabnya dengan suara pelan.
"Gue selalu ngerasa aman setiap kali bareng lo," lanjut Alea.
Mikael merasa seakan beban besar terangkat dari dadanya. Meski waktu mereka mungkin terbatas, setidaknya ia telah mengungkapkan perasaannya dengan tulus. Mereka saling menatap, mata mereka berbicara lebih banyak daripada kata-kata yang bisa diungkapkan.
Setelah beberapa saat, Alea bersandar pada bahu Mikael, menikmati kehangatan yang diberikan oleh orang yang dicintainya.
Setelah matahari sepenuhnya terbit, mereka menghabiskan hari dengan berjalan-jalan di sepanjang pantai, mengumpulkan kerang, dan bermain air. Alea tampak lebih hidup dari sebelumnya, seolah-olah berada di pantai telah memberinya energi baru. Mikael tidak bisa berhenti tersenyum melihat keceriaan Alea, dalam hatinya ia tahu bahwa momen ini adalah hadiah yang tak ternilai untuknya.
Saat sore menjelang, mereka memutuskan untuk beristirahat sejenak di kedai pinggir pantai, menikmati kelapa muda sambil memandangi matahari yang perlahan turun ke tepi barat. Langit mulai berubah warna, menciptakan pemandangan senja yang memukau.
Malam harinya, mereka membuat api unggun kecil di tepi pantai. Di bawah langit yang dipenuhi bintang, mereka duduk berdua, berbicara tentang masa depan yang mereka harapkan.
“El, kalau aku ga ada nanti, aku pengen kamu terus ngejar impian kamu,” ucap Alea tiba-tiba, suaranya lembut.