Tiba-tiba, Alea terbatuk keras, tangannya gemetar memegang foto, Mikael pun segera merangkulnya dengan penuh perhatian. Dalam suasana hening itu, kenangan yang terabadikan dalam foto seolah membangkitkan kembali rasa cemas yang selama ini ia pendam.
“El…” bisik Alea, suaranya bergetar. “Aku… aku takut.”
Mikael mengeratkan pelukannya. “Aku di sini, Lea. Kamu ga sendirian.”
Alea menatap Mikael dalam-dalam, matanya berkaca-kaca. “Kalau… kalau aku pergi, kamu bakal inget aku kan?”
“Lea, jangan ngomong gitu,” Mikael memohon, air mata mulai menggenang di matanya.
“Kamu gaakan kemana-mana. Kita masih punya banyak mimpi yang mau diwujudin bareng kan?” lanjut Mikael.
Alea tersenyum lemah. "Iya, El. Tapi… kalau emang waktuku udah habis, aku mau titip satu pesan buat kamu..."
"Kamu masih punya banyak jalan yang harus ditempuh. Kalau suatu saat nanti kamu menemukan seseorang yang bisa membuatmu bahagia, jangan takut buat mencobanya lagi." Pesan Alea.
Alea menatap Mikael sejenak sebelum melanjutkan, merasakan beratnya perasaan yang mengikat mereka.
“Apa yang kita punya akan selalu menjadi bagian dari perjalanan kita, tapi kamu berhak mendapatkan kebahagiaan yang baru,” lanjutnya.
Mikael mengangguk pelan, berusaha menahan air matanya. Ia menggenggam tangan Alea erat, merasakan kehangatan dari orang yang dicintainya.