Di tengah kesulitan itu, Ardi bertemu dengan Kinan, gadis cerdas yang menjadi teman sekelasnya di sekolah baru. Awalnya, Ardi tidak menaruh perhatian khusus pada Kinan. Namun seiring berjalannya waktu, ia mulai mengagumi kecerdasan dan kebaikan hati gadis itu.
Ardi dan Kinan sering dipasangkan dalam berbagai lomba akademik mewakili sekolah. Kebersamaan mereka dalam persiapan lomba membuat Ardi semakin tertarik pada Kinan. Ia mulai merasakan sesuatu yang berbeda setiap kali berada di dekat gadis itu.
Suatu hari, setelah mereka memenangkan lomba debat tingkat provinsi, Ardi memberanikan diri untuk mengungkapkan perasaannya. Dengan gugup, ia mengajak Kinan ke taman sekolah dan menyatakan perasaannya. Tak disangka, ternyata Kinan juga memiliki perasaan yang sama.
Namun, di tengah kebahagiaan yang baru saja ia temukan, Ardi merasa ada beban besar yang tak bisa ia abaikan, yaitu kondisi mental Pak Harto yang semakin memburuk. Ia sering berbicara sendiri dan kadang bertingkah aneh. Ardi terpaksa membawa ayahnya ke rumah sakit jiwa ketika warga menemukan bahwa ayahnya nekat hendak melompat dari jembatan.
Ardi harus membagi waktunya antara sekolah, menjenguk ayahnya di rumah sakit, dan bekerja paruh waktu di sebuah minimarket untuk membiayai hidupnya. Meski lelah, ia tetap berusaha berprestasi di sekolah. Kinan selalu ada di sampingnya, memberikan dukungan dan semangat.
Waktu berlalu, dan Ardi lulus SMA dengan nilai yang cukup memuaskan. Meskipun ia bermimpi melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi, kondisi keuangan keluarganya memaksanya untuk segera mencari pekerjaan.
Dengan berat hati, ia memutuskan untuk langsung terjun ke dunia kerja, meninggalkan impian pendidikannya. Ia bekerja sebagai karyawan di sebuah pabrik tekstil di kota kecilnya.
Sementara itu, Kinan melanjutkan pendidikannya di sebuah universitas ternama di ibukota, mengambil jurusan Manajemen yang selama ini menjadi impiannya.
Pada awalnya, komunikasi mereka masih terjaga dengan baik. Namun, seiring waktu, jarak dan kesibukan perlahan mengikis intensitas hubungan mereka. Pesan yang dulu rutin kini jarang terkirim, obrolan hangat berganti menjadi percakapan singkat yang terkesan formalitas.
Suatu hari, Kinan menelepon Ardi dengan suara yang terdengar ragu-ragu. Dalam panggilan itu, Ia memutuskan untuk mengakhiri hubungan mereka, merasa bahwa jarak dan perbedaan jalan hidup mereka terlalu besar untuk diatasi. Ardi, meski terluka, menerima keputusan Kinan dengan berat hati.
Hari-hari berikutnya dilewati Ardi dengan hampa. Ia menjalani hidupnya tanpa semangat dan gairah, seolah terombang-ambing dalam lautan kesedihan. Nadia dan Rangga, sahabatnya, berusaha mendekatinya, namun Ardi seolah menutup diri dari dunia luar.
Sementara itu, di Jakarta, Kinan mencoba fokus pada studinya. Ia berusaha meyakinkan diri bahwa keputusannya untuk berpisah dengan Ardi adalah yang terbaik. Namun jauh di lubuk hatinya, ia merasa ada yang hilang.