Tiba-tiba kesadarannya melayang
Naik mengejar bayang
Suaminya yang sendirian
Lagi kedinginan
Beruntung cepat tersadar dan tidak jadi terjatuh
Namun dari mulutnya keluar rintihan penuh
Mengerang panjang
Lalu ia teringat
Beberapa hari sebelum berangkat
Ia dan kedua anaknya
Dipeluk hangat suaminya
Seraya berkata,
Saya sudah menemukan surga saya!
Ternyata itu kalimat terindah terakhir
Yang ia dengar dari suaminya, Munir
(Kemenangan terbesar para penjahat kemanusiaan
Kesedihan mendalam bagi keluarga yang ditinggalkan)
Cukuplah kebenaran tangis
Yang jatuh berderai untukmu
Hanya untukmu, suamiku
Tandas Suciwati
Rasa kehilangan terkulai
Pada sudut ruang
Tanpa suara
Tanpa kata
Suamiku, ketuklah daun pintu
Yang tak sampai terkuak angin pagi
Masuklah!
Dan lihat, betapa senja telah murung
Dalam rona cahaya
Ruang hatiku
Rinduku hanya akan melayang
Di hamparan udara
Seperti debu terhempas angin
Seperti asap api lilin,
Suciwati membatin
/4/
Di pusara suaminya
Isak tangis kembali mengudara
Gesekan daun kamboja
Mengajaknya memorabilia
Jangan tangisi
Aku ingin pulang
Ikhlaskan
Biarlah aku tenang
Bersama kesunyian-Nya
Sebab cinta telah membuatku terbiasa
Di dalam-Nya,
Bisik suaminya seolah-olah