“Syukurlah, darah Anda A rhesus negatif, dan juga sehat, biasanya kami sangat amat kesulitan mencari rhesus darah negatif, apakah Anda siap mendonorkan darah milik Anda…?” tanya suster lagi. Suster ini tidak tahu betapa aku tidak sabaran, aku mengangguk dengan cepat. Aku pun bersedia mendonorkan darahku untuk Santa.
***
“Maaf kami datang terlambat, bagaimana nasib Santa?” tanya pria yang kira-kira berumur 50an itu, beserta istrinya di sampingnya. AKu menduga bahwa mereka adalah orangtua Santa.
“Semuanya sudah terkendali, Om, Tante, Santa tadinya berada di kondisi yang sekarat, kekurangan darah, tetapi, syukur Puji Tuhan, saya memilikinya sehingga saya bisa mendonorkan kepada anak om dan tante.” Aku melihat ekspresi mereka berdua yang bersedih, sangat sedih ketika mendengar ceritaku.
“Maaf, sudah merepotkanmu, terima kasih banyak atas bantuanmu siapa namamu, nak?” tanya mama Santa.
"Saya Stuart Claus, tante, om.” aku menyodorkan tanganku. mereka membalas jabatan tanganku tanpa merasa jijik. Kemudian mereka duduk di sebelahku, menghembuskan nafas pelan.
“Sebenarnya Santa bukanlah anak kandung kami.” jantungku merasa berhenti ketika Papa Santa berbicara demikian. “Dia anak yang pemuruh dan pendiam, tidak ada teman.”
“Maaf, kalau saya mencampuri urusan om dan tante, ataupun keluarga om dan tante. Maksud, Om apa? maksudnya Santa bukan anak kandung Anda?” tanyaku dengan tergagap.
“Begini, sewaktu dulu ketika Santa berumur 6 tahun, ada seorang pendeta dan istrinya datang ke rumah kami, aku dan pendeta itu sudah cukup dekat, aku memberinya rumah dan mengobatkan istrinya. Entah kenapa, malam itu mereka datang ke tempat kami dan hendak memberikan anaknya, sebagai balasan kepada kami. Memang waktu itu kami sedang merindukan kehadiran seorang anak dalam keluarga kami. tetapi kami tidak pernah memaksa pendeta itu untuk memberikan anaknya. Dia sendiri yang memberikannya kepadaku sebagai balas jasanya karena kami telah menolong kehidupan keluarganya… Kalau tidak salah Bapak Kenneth, panggilannya Ken” Papa Santa bercerita. Air mataku kemudian jatuh satu persatu ketika mendengar ceritanya.
“Santa…” hanya kata-kata itu yang keluar dari mulutku. “Pak Kenneth…”
“Iya, Pak Kenneth…” balas mama Santa.