Mohon tunggu...
Sri Romdhoni Warta Kuncoro
Sri Romdhoni Warta Kuncoro Mohon Tunggu... Buruh - Pendoa

• Manusia Indonesia. • Penyuka bubur kacang ijo dengan santan kental serta roti bakar isi coklat kacang. • Gemar bersepeda dan naik motor menjelajahi lekuk bumi guna menikmati lukisan Tuhan.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Menculik Sang Panglima

23 Februari 2022   21:51 Diperbarui: 23 Februari 2022   22:03 967
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar diolah pakai Picsart

"Minggir, minggir". Peringatan meledak agar memberi jalan buat motorku. Standar samping aku turunkan dan segera panglima aku bimbing menuju tabir. Aku menyusur lekuk dapur. Tabir itu tidak ketemu. Kecemasan menggelayut kebingungan menusuk.

"Ketemu, mas?". Mbah Redi tahu-tahu telah disampingku, memahami kecemasanku. "Pas mau, neng ngendi panggone?"

"Ya disekitar sini, mbah"

"Sabar dhisik. Kadang tabir kuwi pindah sak geleme dewe. Coba tak ewangi nggolek i". Menelusuri rumah gerilya akhirnya, "Lha iki neng kene!". Teriakan mbah Redi mengagetkan kami. "Ada dikamar beliau. Tuntun ke sini, mas"

Segera kugandeng tangan panglima. Kamar itu berbau pengap karena lama tidak dibuka. Sempit.

"Cepat, jangan pakai lama", saran mbah Redi. "Ditakutkan tabir itu pindah lagi"

Salah satu ruangan rumah gerilya (Dokumen pribadi)
Salah satu ruangan rumah gerilya (Dokumen pribadi)

Sebelum berpisah aku peluk panglima besar. Beliau menatapku berkaca-kaca. Kedua tangannya memegang pundakku. Dengan mengucapkan bismillahirrohmanirrohim berdua menembus tabir. Kemudian aku meloncat cepat kembali ke asal. Aku kelelahan. Mbah Redi menyuruhku istirahat. Ternyata, kali pertama yang menemukan tabir di rumah gerilya adalah mbah Redi. Makanya dia tidak panik ketika orang-orang melihat tingkahku yang janggal. Mbah Redi sering menembus tabir. Cuma dia belum pernah membawa orang-orang di tahun 1949 ke masa sekarang. Ternyata hanya orang-orang tertentu yang diberi kemampuan menemukan tabir.

Aku pamit. Orang-orang menyalamiku. "Kalau ada waktu, sempatkan main lagi kesini, mas". Aku terharu dengan sambutan mereka, tapi aku tidak janji. Aku kuatir jika berkunjung kembali, tabir itu menampakkan diri. Dan ketika melongokkan kepala, yang aku jumpai Tjokropranolo. Itu tidak aku harapkan. Kuatir kapten jebolan PETA(Pembela Tanah Air) menghajarku karena telah menculik panglimanya. Karena aku tahu, karakter pria kelahiran 21 Mei 1924 itu sedikit temperamental.

Segera kutinggalkan dukuh Sobo bersama kebaikannya, bersama pucuk-pucuk pinusnya, bersama sapa ramah warganya. Lambaian tangan mengiringi deru motorku. Kupacu dengan putaran lembut melewati gerbang bertulisan "Kemerdekaan sudah digenggam, jangan dilepaskan"[]

Solo, 23 Februari 2022

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun