Mohon tunggu...
Sri Romdhoni Warta Kuncoro
Sri Romdhoni Warta Kuncoro Mohon Tunggu... Buruh - Pendoa

• Manusia Indonesia. • Penyuka bubur kacang ijo dengan santan kental serta roti bakar isi coklat kacang. • Gemar bersepeda dan naik motor menjelajahi lekuk bumi guna menikmati lukisan Tuhan.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Kopat

21 Januari 2022   14:24 Diperbarui: 21 Januari 2022   14:26 530
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar diolah pakai Picart

"Minta tolong antarkan ke Karangdumpil, rumah Sobrah". Aku kenal Sobrah, dulu banget sebelum merantau. Sekarang ia punya usaha ayam goreng. Dengar-dengar usahanya berkembang baik.

"Aku rampungkan pekerjaan dulu. Jangan lupa bawa jas hujan". Mataku menatap langit selatan. Gelap memulasi bentangnya. Awan menggumpal bergulung-gulung, jelas mengkuatirkan. Desiran angin dingin sudah duluan menyapa, menjilati kulit sekujuran. Melewatinya sudah bisa dipastikan cairan langit akan menggempur kami.

"Tidak usah. Nggak akan hujan"

"Lihat!". Telunjukku membimbing matanya menuju arah itu. "Prepare...", saranku.

"Percayalah. Gelap akan sirna". Raut sinisnya menampar diriku. Terserah kamulah. 

Benar saja, baru merayap tiga kilometer guyuran tebal menghantam aspal jalan. Motorku pongah melaju. Untung dari awal aku sudah pakai jas perlindungan. Kopat blingsatan. Motor melambat. 

"Terus saja! Nggak usah berhenti". Dia bersikeras agar aku tetap pada tujuan. Pikiran warasku membungkam sarannya. Sebuah toko jadi shelter. Kondisi  Kopat kadung mengenaskan: njedindil, kaosnya menyesap air hingga menampilkan lekuk tubuh. Sembur angin membuatnya menggigil, gigi gemelutuk mirip mesin perontok padi. Sokor.... Kapokmu kapan, batinku. Langit memuntahkan amarahnya tanpa tedeng aling-aling.

"Kamu itu lho, bukan pawang hujan bukan  dukun", seruku, "Kalau sudah begini bagaimana?". Matanya plerak-plerok, bersungut-sungut. "Ngeyelmu menyusahkan banyak orang". Kedongkolanku memuncak. Aku putar balik, pulang.

Akibat kekonyolannya, tubuhnya terajam lara teronggok diranjang. Berhari-hari suhu badannya panas dingin, muntah-muntah bersama berak berlendir. Lagi-lagi suara sumbang menggema: sejak pulang dari perantauan, Husin selalu bikin masalah, Kopat selalu jadi korban. Dampaknya terasa, jika kumpul dipos ronda atau arisan RT bisik sindir ketidaksenangan terpancar dari muka-muka warga kampung.

***

Kopat cerita, dia dulu pernah kerja ditoko roti di kawasan kota. Pemiliknya adalah Nyonya Hun, terkenal tegas bahkan cenderung galak. Karyawannya akan didamprat bila kerja menyimpang dari Standard Operating Procedure (SOP). 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun