Mohon tunggu...
Sri Romdhoni Warta Kuncoro
Sri Romdhoni Warta Kuncoro Mohon Tunggu... Buruh - Pendoa

• Manusia Indonesia. • Penyuka bubur kacang ijo dengan santan kental serta roti bakar isi coklat kacang. • Gemar bersepeda dan naik motor menjelajahi lekuk bumi guna menikmati lukisan Tuhan.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen | Aku, Hud Hud, dan MALAIKAT

23 Juni 2018   15:55 Diperbarui: 23 Juni 2018   16:06 1120
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

"Itu realitas kyai", ucap hud-hud meyakinkanku. "Aku perwujudan merpati yang bersarang dicelah-celah batu bersama pasanganku. Berkat Allah swt pasanganku bertelur. Kami saksi hidup bersama laba-laba dengan tebaran jaring menutup mulut gua".

Hud-hud terbang pindah hinggap dipagar besi. Semakin siang perbincangan kami kian mendalam. Panas matahari dengan tiupan angin selatan memenuhi tanah lapang. Orang-orang menyelamatkan diri dengan beteduh dibawah beringin kurung. Pengasuhku leyeh-leyeh meletakkan badan dikursi panjang.

Sebuah mobil berhenti. Keluarlah pria setengah baya bersama sopirnya membawa bingkisan sekarung jagung dan kangkung segar.

"Pengikutmu datang, kyai". Hud-hud hinggap dipunggungku. Aku menyambut mereka. Mereka menyodorkan hasil hasil bumi. Dengan nikmat aku santap pemberiannya. Siang itu memaksa aku lahap.

"Kultus individu. Manusia telah me-tuhan-kanmu kyai. Itu syirik". Hud-hud tidak mampu mengendalikan ocehannya. Nafsu makanku tereduksi. Bagai parang menyayat hati.

"Bukan salahku"

"Tapi kyai menikmati", sindirnya.

Ocehannya tajam. Aku menjauhi hidangan. Gerakanku yang tiba-tiba mengagetkan hud-hud hingga ia kelabakan terbang kebingungan.

"Sepertinya kyai Slamet sudah kenyang bos"

"Ia kayaknya". Pria itu memanggil pengasuhku. Terjadi pembicaraan. Pria itu mengeluarkan dompet. Keluarlah lembar-lembar puluhan ribu dan berpindahtangan ke pengasuhku. Tak lama kedua pria itu pergi meninggalkan deru. Pengasuhku tersenyum menang.

"Senyum artifisial", oceh hud-hud. Ia sekali lagi mencoba hinggap ke punggungku. Tapi dengan kasar aku menolak.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun