Semburanku membuat Hud-hud tersudut. Aku diatas angin.
"Ustad yang ada dimasjid sebelah-dengan sound di stel full-pernah dalam pengajian mingguan cerita kalau baginda Sulaiman meninggal ketika mengawasi pembangunan sebuah menara. Para pekerja yang konsentrasi pada pekerjaannya tidak menyadari bahwa beliau sudah dipanggil Kekasihnya, Allah swt, lewat malaikat Izroil. Tongkatnya digerogoti rayap dan beliau tersungkur dari tahtanya. Itu yang benar! Jadi tidak ada namanya...apa itu tadi? Kuldesak?"
"Coup d'etat", koreksi hud-hud.
"Ya itu!", balasku ngotot
"Kyai, dalam Al-Qur'an ada ayat-ayat qath'i(jelas) tapi ada juga ayat-ayat yang zhanni(samar). Tongkat yang dimaksud hakikatnya adalah kekuasaan baginda,sedangkan rayap itu merupakan perwujudan dari kaum pemberontak. Kyai jangan mentah-mentah menelan keterangan ustad itu. Bisa jadi ia jenis ustad lugu, skripturalis, saklek. Hanya melihat yang tersurat. Padahal kedalaman setiap ayat perlu digali, diresapi, dimaknai, dihayati. Itu menandakan...."
"Ustad itu bodoh! Itukan yang akan kowe ucapkan?" . aku dongkol, sahabatku ini lama-lama ngelantur. Jiwanya seperti terbelah.
"Kyai..."
"Sudah! Jangan diperpanjang lagi diskursus ini"
Hud-hud terbang ketika badanku aku goyang. "Lama-lama ocehanmu membabi-buta. Aku sangsi!"
Hud-hud hinggap ditanah. Ia berjalan sambil mematuki remahan sisa makananku. Letupan kemarahanku masih membara. Aku lupa dengan statemenku tadi, peluru kalimatku terus kusodokkan.
"Dulu kamu juga ngomong kalau Allah swt menyuruhmu membuat sarang didekat mulut gua Tsur guna membantu rasulullah Muhammad saw bersama Abu Bakar menyembunyikan diri dari kejaran orang-orang Qurasy. Apa benar itu? Mokal! Tidak mungkin!"