"Kita patut bersyukur teman, Â pulang liburan ini kita sudah pakai bus. Ini pertanda daerah kita sudah mulai maju," Â kata Rangga Mone, saat sedang rekreasi.
"Sepakat teman, daerah kita sudah mulai beranjak maju. Lihat saja, kita baru enam bulan di sini, jalan raya sudah aspal. Oto penumpang sudah bus baru. Dulu kita datang, jalan raya masih perkerasan. Oto yang kita 'naik' masih truk atau bus tua yang besar dan modelnya roti balok. Namun demikian, saya khawatir esok bisa mabuk di jalan. Soalnya bus baru itu tertutup dan mini lagi. Saya sebetulnya lebih suka truk karena terbuka. Bisa menghirup udara secara bebas," Â begitu respon Julens Rehi Bula.
"Parah. Dasar orang kampung. Belum 'naik' bus juga, sudah pikir mabuk," lanjut Rangga Mone menyindir temannya dalam nada canda.
Julens Rehi Bula juga balas canda dengan nada yang lebih menohok lagi, "Kau macam orang kota saja. Padahal kau lebih kampung dari saya. Rumahmu masih di udik. Turun dari oto, harus capai jalan kaki dulu baru sampai. Â Sendal harus dilepas lagi karena jalannya penuh lumpur. Tidak tahu diri lagi, suka naksir Tari Mbuku, yang orang tuanya guru dan rumahnya di pinggir jalan umum. Mudah-mudahan Tari Mbuku tidak suka terus sama kau. Supaya kau stress berat."
"Nah, ketahuan kau ya! jangan-jangan kau yang pengaruhi Tari Mbuku selama ini. Jujur saja, jangan sampai kau naksir dia juga. Dasar pagar makan tanaman," sela Rangga Mone, tanpa pretensi serius mencurigai temannya.
"Tunggu kau punya bagian sampai di kampung. Saya akan goda itu gadis pujaan hatimu. Kalau perlu saya akan bawa lari. Supaya kau dapat nol besar," timpal Julens Rehi Bula.
Mereka akhirnya tertawa terbahak-bahak. Tidak ada sedikitpun perasaan tersinggung diantara mereka, karena sudah  berteman karib sejak sekolah dasar. Kedua orang tua mereka juga sahabat akrab.
*****
Pagi itu, bus mini bernama "Bunga Padang" parkir di bawah empat pohon trembesi raksasa di pelataran depan gedung tempat tinggal dan sekaligus kantor Bapak Asrama. Trembesi itu sangat berjasa untuk komunitas asrama bukit ini. Sebab trembesi itu merupakan "pabrik" oksigen terbesar yang menciptakan iklim mikro kesejukan siang hari di area asrama.
Rangga Mone dan teman-temannya, bergegas naik bus keren itu, setelah mereka satu persatu menyalami Bapak Asrama. Bunga Padang mulai bergerak. Mereka melambaikan tangan untuk Bapak Asrama.
Hari masih pagi saat Bunga Padang mulai melewati bibir luar ring kota wilayah timur itu. Cuasa masih juga cerah, meskipun saat itu sedang musim hujan.