Dari penjelasan diatas maka penulis tertarik untuk meneliti terkait implementasi fatwa DSN-MUI No:115/DSN-MUI/IX/2017 yang diambil dari 15 artikel dari tahun 2018 hingga 2023 dengan metode review Systemic Literatur Review(SLR), yang pada saat ini penelitian menggunakan metode studi literature fatwa pada akad mudharabah masih jarang ditemukan sehingga penulis menimbang pentingnya untuk melakukan penelitian ini, untuk sebelumnya metode ini juga sudah pernah dilakukan oleh (Abdurrahman & Silmi, 2023; Setiawan et al., 2023; Vauziah et al., 2023) namun dengan objek fatwa yang berbeda.
TINJAUAN PUSTAKA
- Definisi MudharabahÂ
Secara etimologi istilah Mudharabah berasal dari kata dharb yang berarti memukul atau berjalan. Pengertian memukul atau berjalan ini maksudnya adalah proses seseorang melakukan aktifitas dengan kaki atau tangannya untuk menjalankan usaha.4 Sedangkan secara terminologis mudharabah diartikan sebagai akad antar dua pihak yakni pihak pemilik modal (shahibul maal) dengan pengelola (mudharib) untuk bekerjasama menjalankan usaha dengan masing- masing memperoleh pendapatan atau keuntungan yang disepakati. Besaran pendapatan atau keuntungan tersebut harus disepakati diawal akad. Artinya, kedudukan akad dalam Mudharabah menjadi unsur penting yang harus dilakukan  kedua pihak.
Namun demikian walaupun definisi Mudharabah di atas sudah cukup jelas, akan tetapi belum cukup untuk dapat dilaksanakan di lapangan. Hal ini disebabkan pelaksanaan Mudharabah di lapangan membutuhkan regulasi yang jelas dan tegas. Tujuannya agar pelaksanaan Mudharabah dapat dipahami dan jelankan kedua belah pihak tanpa ada kecurigaan. Singkatnya konsep mudharabah di lembaga perbankan membutuhkan regualasi yang jelas dan pasti agar dapat dijalankan dengan mudah dan mendatangkan maslahat. Misalanya apabila dalam perjalanan bisnis terjadi kerugian yang disebabkan proses normal atau tidak norma tentu membutuhkan kejelasan regulasinya agar kedua belah pihak dapat menerima kondisi tersebut.(LAJAMANI, 2020)
- Rukun dan syarat Mudharabah
Fatwa DSN MUI No. 115 tentang Mudharabah adalah fatwa yang mengatur tentang prinsip-prinsip dan syarat-syarat yang harus dipenuhi dalam akad mudharabah. Berikut adalah rukun dan syarat mudharabah dalam perspektif fatwa DSN MUI No. 115:
Rukun MudharabahÂ
1. Adanya akad antara pemilik modal (shahibul maal) dan pengelola modal (mudharib).
2. Adanya kesepakatan tentang pembagian keuntungan antara pemilik modal dan pengelola modal.
3. modal yang diserahkan oleh pemilik modal kepada pengelola modal.
4. Adanya usaha atau kegiatan yang dilakukan oleh pengelola modal
Syarat Mudharabah
- Syarat yang terkait dengan para pihak yang berakad.
- Mereka adalah pemilik modal dan pengelola. Pemilik modal menyerahkan hartanya kepada pengelola untuk dikelola sehingga harta itu menjadi bertambah. Sedangkan pengelola adalah orang yang mempunyai kecakapan dan kesanggupan untuk mengelola harta pemilik modal agar bisa berkembang. Keduanya disyaratkan memiliki kompetensi (jaiz al-tasharruf), dalam pengertian, mereka berdua baligh, berakal, rasyid (normal) dan tidak dilarang beraktivitas pada hartanya.
- Sebagian ulama mensyaratkan, keduanya harus muslim atau pengelola harus muslim. Sebab, seorang muslim tidak dikhawatirkan melakukan perbuatan riba atau perkara haram. Namun sebagian lainnya tidak mensyaratkan hal tersebut, sehingga diperbolehkan bekerja sama dengan orang kafir yang dapat dipercaya, dengan syarat harus terbukti adanya pemantauan terhadap pengelolaan modal dari pihak muslim, sehingga terbebas dari praktek riba dan haram.
- Syarat yang terkait dengan modal yaitu:
- a) Modal harus berupa uang atau mata uang yang berlaku di pasaran. Menurut mayoritas ulama modal dalam mudharabah tidak boleh berupa barang, baik bergerak maupun tidak.
- b) Modal harus jelas jumlah dan nilainya. Ketidakjelasan modal akan berakibat pada ketidakjelasan keuntungan, sementara kejelasan modal merupakan syarat sah mudharabah
- c) Modal harus berupa uang cash, bukan piutang. Berdasarkan syarat ini, maka mudharabah dengan modal berupa tanggungan hutang pengelola modal kepada pemilik modal
- d) Modal harus ada pada saat dilaksanakan akad mudharabah
- e) Modal harus diserahkan kepada pihak pengelola modal atau pengelola usaha (mudharib), bila modal tidak diserahkan maka akad mudharabah rusak.
- Syarat yang terkait dengan keuntungan atau laba dalam akad mudharabah yaitu:
- a) Jumlah keuntungan harus jelas. Selain itu, proporsi pembagian hasil antara pemilik modal dan pengelola modal harus jelas, karena dalam mudharabah yang menjadi ma'qud alaih atau obyek akad adalah laba atau keuntungan, bila keuntungan atau pembagiannya tidak jelas maka akad dianggap rusak
- b) Sebagai tambahan untuk syarat poin di atas, disyaratkan juga bahwa proporsi atau persentase pembagian hasil dihitung hanya dari keuntungan, tidak termasuk modal
- c) Keuntungan tidak boleh dihitung berdasarkan persentase dari jumlah modal yang diberikan shahibul maal. Perhitungan bagi hasil harus berdasarkan keuntungan yang didapat
- d) Tidak boleh menentukan jumlah tertentu untuk pembagian hasil, karena keuntungan atau hasil yang diperoleh belum diketahui jumlahnya. Oleh karena itu, maka pembagian hasil berdasarkan persentase, bukan jumlah tertentu(Renaldi, 2020).
- Fatwa tentang Mudharabah