Mohon tunggu...
Nusantara Rizky
Nusantara Rizky Mohon Tunggu... Penulis - Penulis

Penulis aktif baik cerpen, puisi, dan berbagai artikel di berbagai media Kalau di beranda kamu menemukan nama Nusantara Rizky Jangan lupa di sapa dan follow Semoga semua karya saya menginspirasi, menyenangkan dan menghibur

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Pertemuan Keluarga

4 September 2024   12:34 Diperbarui: 4 September 2024   12:37 50
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Semua orang masih bersedih dengan kepergian Widya. Rasa haru dan tidak percaya menyelimuti semua keluarga, kecuali Haidar yang merasa semesta sedang mendukungnya. Parasnya memang sedih, tetapi hatinya mekar seperti bunga.

Pertemuan keluarga yang sejatinya akan diadakan 3 minggu lagi, pasti akan batal dengan kejadian ini. Jika tidak, sebaiknya harus diundur demi menghormati duka keluarga, setidaknya seperti itulah yang ada dalam pikirannya.

Setelah proses salaman kepada seluruh tamu yang menghadiri acara tahlil selesai, Haidar langsung menarik tangan Ardan dan Selvi menuju ke kamar tamu. Sementara, Putri hanya bisa melihatnya tanpa mampu berkomentar, ada rasa ingin tahu tetapi, perasaannya memupus dan lebih baik fokus membersihkan ruangan.

"Kenapa sih narik-narik?" kata Ardan yang melepaskan diri dari tangan Haidar di kamar.

Haidar mencoba melihat keadaan sekitar, kemudian menutup pintunya lalu berkata," Kak Widya baru saja meninggal, lebih baik acara pertemuan keluarganya kita batalkan, atau minimal diundur."

"Kenapa harus diundur? Justru bisa dipercepat, agar 40 hari besok semua bisa datang mendoakan," ucap Selvi yang melihat Haidar mengernyitkan dahinya, dan tampak panik.

"Kamu ini tidak punya perasaan sekali, kasihan keluarganya kak Widya pasti masih berduk," kata Haidar.

"Kak, yang menyelenggarakan itu Kak Putri, harusnya yang memberikan keputusan dia, bukan kita, gimana kalau semuanya sudah siap?" kata Selvi.

"Ya, kalau sudah siap, kalau belum? lagipula Kak Putri darimana bisa dapat uang? hidupnya seperti itu, belum lagi suaminya habis pulang dari rumah sakit, kasihan juga kondisinya," ungkap Haidar.

Perdebatan kedua adiknya itu, membuat Ardan teringat momen ketika dirinya hanya berdua dengan Widya di Rumah Sakit beberapa waktu lalu. Kakaknya ingin apapun yang terjadi pertemuan ini terus dilaksanakan karena ada hal penting yang harus disampaikan.

"Gimana menurutmu Kak Ardan?" tanya Haidar yang menyentuh tangannya,

"Kita bahas nanti saja, lebih baik kita bantu Putri dulu bersih-bersih," Kata Ardan yang tersadar dari lamunannya kemudian keluar dari kamar, dan diikuti oleh Selvi.

Haidar tersenyum gembira, mungkin memang belum bisa sepenuhnya membuat pertemuan itu gagal, tetapi setidaknya alasan yang disampaikannya memberikan bahan pertimbangan bagi kedua kakaknya, agar bersedia mundur.

Ardan mulai membantu Putri yang sedang mencuci semua gelas dan piring di dapur. Keduanya tidak berbicara apa-apa, sejak dulu memang begitu. Berbeda kalau ada Widya, pasti dirinya yang menjadi penghubung.

"Kalau kita seperti ini ada kak Widya, pasti kita dimarahi ya Kak, karena diem-dieman, nggak ngobrol." kata Ardan.

"Iya, sekarang beliau sudah tenang di alam sana, tinggal kita yang masih hidup melanjutkan impiannya," ucap Putri.

Mendengar kata itu, Ardan seperti kembali ke masa saat Widya memberikannya amanat untuk melanjutkan pertemuan keluarga itu. Karena, dia adalah lelaki tertua yang punya kewajiban untuk meneruskan cita-cita kedua orang tuanya sekaligus menyampaikan sebuah amanat..

Matahari pagi mulai menyinari, tetapi awan mendung masih belum keluar dari keluarga Widya. Mereka masih belum bisa menerima kepergian yang menurutnya sangat mendadak. 

Haidar terbangun dari mimpi indahnya, pagi itu dirinya yakin pertemuan keluarga ini akan batal. Lelaki itu terbangun, kemudian membuka pintu dan berjalan menuju dapur, belum sampai di tujuan dirinya melihat Putri yang sedang mempersiapkan makanan.

Dalam pikirannya, inilah kesempatan emas untuk melaksanakan rencana selanjutnya. Akhirnya, dia mempercepat langkahnya karena situasinya sepi, sangat mendukung menjalankan aksinya

"Masak apa, Kak?" tanya Haidar

"Sayur Sop, kesukaan Widya dan anak cucunya," jawab Putri yang mulai menyiapkan piring dan gelas di meja.

"Kabar Pakdhe gimana, sudah baikan?" Tanya Haidar yang duduk di salah satu kursi kemudian melihat apa yang sedang disajikan oleh Putri

"Alhamdulillah,"

"Kalau menurut hemat saya, lebih baik pertemuan keluarganya diundur atau batal saja, kasihan Pakde masih sakit," kata Haidar yang mencoba mempengaruhi Putri sekaligus menikmati makanan yang disajikan

"Tapi itu, amanat dari Widya di detik terakhirnya," jawab Putri sembari mengenang permintaan terakhirnya adiknya itu.

"Ya, kalau aku sendiri semua terserah kakak, hanya memberikan saran dan mengutamakan yang penting, " kata Haidar yang terus mencoba mempengaruhi Putri dan berharap bisa menjadi bahan pertimbangannya.

Putri tidak menanggapinya, dia kemudian pergi ke kamar anak-anak Widya untuk melihat keadaannya. Sementara itu, Selvi datang dan mengambil air minum lalu duduk di dekat Haidar.

"Aku bingung deh sama Kakak, kenapa sih dari kemarin terus saja bahas acara keluarga batal atau mundur?" Kata Selvi yang mulai mengambil nasi dan sayuran di meja makan.

Haidar terkejut dengan pertanyaan itu, jantungnya perlahan berdegup kencang, dirinya berupaya memikirkan jawaban yang tepat, agar kecurigaan adiknya itu tidak semakin menjadi.

"Nggak ada,": Jawabnya singkat.

Selvi memandangi wajah Haidar cukup lama, kedua bola matanya mengungkapkan rasa tidak percaya. Risih dipandang seperti itu oleh adiknya, Haidar kemudian berdiri dan pergi, dalam pikirannya terus berupaya memikirkan jawaban yang tepat apabila pertanyaan itu muncul.

Tidak lama kemudian, Ardan datang mengambil gelas dan membuat teh hangat. membawa teh  Lelaki itu, kemudian berkata,, "Apapun yang terjadi, pertemuan ini harus dilaksanakan," lalu pergi ke teras depan.

Haidar yang cukup panik, buru-buru pergi ke kamar dan tanpa sengaja menutup pintu dengan sangat keras, hingga Selvi terkejut dan menggeram karena perilaku kakaknya itu.

Lelaki itu duduk di tempat tidur dan berdiri, memikirkan rencana apa yang harus dilakukannya. Karena Ardan dan Selvi masih ingin mengadakan pertemuan itu, dirinya tidak ingin sesuatu terjadi padanya dan kesempatan emas hilang seketika.

Sementara itu, Ardan bertemu dengan Putri yang berada di teras depan. Perempuan itu melihat foto Widya dari masa ke masa. Tersenyum kecil melihat adik-adiknya masih kecil dan imut.

"Mengenang masa lalu itu indah ya, Kak!" kata Ardan yang duduk di sofa sambil meminum tehnya kemudian, meletakkannya di meja.

"Iya, terlebih seperti aku ini yang dulu bagaikan hidup di neraka, karena kalian belum sepenuhnya mau menerima," kata Putri dengan suara yang memelas.

"Kalau begitu, jangan sampai batal ya Kak, agar Kak Widya dan orang tua kita tenang," kata Ardan.

"Sebenarnya, aku kasihan dengan Haidar, dia pasti...." kata Putri yang tidak bisa melanjutkan percakapannya karena dipotong oleh Ardan.

"Ini amanat Kak, lagipula sejak kecil Ayah dan Ibu selalu mengajarkan kita untuk menanggung resiko dari apa yang kita perbuat,"

Ardan kembali bagaimana Widya menangis serasa tidak percaya menceritakan bagaimana Haidar. Adik yang disayanginya itu, menyimpan sebuah rahasia yang semua keluarga harus tahu.

Haidar keluar dari kamarnya niat hati menuju ke dapur, tetapi dirinya bertemu Ardan dan Putri di ruang tamu, kemudian dirinya berkata, "Serius bnget? Ngobrolin apa sih? Pembatalan acara keluarga ya?"

"Kamu kenapa ingin acara itu batal?" tanya Putri sedikit tegas.

"Iya, kenapa sih kak?" tanya Selvi yang muncul dari arah dapur.

"Nggak papa, kasihan sama Pakde saja."

"Saya akan mengadakannya, dan mungkin tepat 40 hari Widya," kata Putri

Haidar tidak berkomentar apa-apa dirinya langsung kembali ke kamar dan memikirkan untuk menggunakan cara lebih ekstrim lagi. Menurutnya cara tersebut adalah yang terbaik sehingga semua orang tidak akan pernah tahu.

Lelaki itu mengambil handphone, kemudian menulis sebuah pesan, "Kak kamu harusnya bisa sadar, kalau pertemuan ini itu khusus untuk anak dan cucuk Trah Soedarmo Dwi Aji, kamu bukan bagian dari kami, ingat itu!"

Menerima pesan itu Putri hanya tersenyum lalu meninggalkan handphone, walau ketegarannya berlapis tetapi aiir matanya turun karena mengingat kenyataan pahit dan memori kelam masa lalu. Saat seperti inilah dirinya sangat merindukan Widya yang selalu mampu memberikan ketenangan disaat seperti ini.

Ardan pergi ke kamar Widya, diantara semua saudara memang lelaki ini merasakan kehilangan paling dalam. Dirinya duduk di meja kerja kakaknya dan membuka beberapa laci, kemudian menemukan sebuah kotak berisi flashdisk dan pesan untuk memutarnya saat pertemuan nanti.

Selvi masuk ke kamar itu, dirinya terkejut melihat Ardan disana. Dengan refleks lelaki itu, menyembunyikan flashdisknya kemudian berkata, "Kenapa kamu masuk kesini?"

"Kak Ardan sendiri kenapa juga ada disini?" tanya Selvi tetapi tidak di jawab Oleh Ardan

Selvi duduk di kasur Widya dan menyentuh bantal sampai selimut, saat lengah itu Ardan berhasil membawa flashdisknya. Kemudian, Keduanya mengenang bagaimana sosok Widya yang benar-benar bisa menjadi pengganti orang tuanya.

"Pertemuan besok, bakal banyak yang datang nggak ya Kak?

Ardan terdiam dan mencoba menerka apa yang akan dilakukan Haidar setelah ini, karena dirinya mengenal adiknya yang cenderung nekat.

Selvi kemudian menceritakan bahwa sesungguhnya Haidar pernah bersitegang dengan Widya. Hanya saja, dirinya tidak tahu apa yang dibahas waktu itu, tetapi samar-sama mendengar soal tidak berhak mendapatkan warisan.

Ardan terkejut mendengar cerita Selvi itu, dirinya paham benar apa hubungan Haidar, Flashdisk, dan pertemuan keluarga ini. Ardan kemudian pergi dan berusaha menemui Haidar.

Tidak lama kemudian, Haidar masuk ke kamar Widya, dan terkejut melihat Selvi disana kemudian berkata, "kenapa ada disini? Sana keluar!"

Haidar menyeret tangan Selvi untuk keluar kemudian, dirinya mencoba mencari sesuatu petunjuk di kamar itu, "Kalau aku tidak bisa membatalkan pertemuan itu, minimal aku harus tahu, di mana Kak Widya menyembunyikan buktinya,"

Hanya saja, semakin di cari ternyata tidak ketemu. Haidar yang frustasi akhirnya keluar kamar dan memutuskan untuk pergi, Ardan yang melihat sosok adiknya itu semakin yakin bahwa rahasia itu harus terungkap.

Setelah selesai kegiatan kirim doa di hari ke tujuh. Akhirnya, Putri mengumumkan tanggal dan tempat kegiatan pertemuan keluarga tersebut berlangsung, semuanya merespon dengan baik kecuali Haidar.

"Sebenarnya, dari dulu Mbak Widya tidak pernah memperbolehkan orang luar itu masuk ke keluarga kita," kata Haidar yang masih duduk dan memegang buku Yasinnya.

"Apa maksudmu, Kak?" tanya Selvi yang mencoba bersih-bersih.

"Iya, Kak Widya tidak pernah boleh orang yang bukan keturunan langsung untuk ikut campur lebih dalam, apalagi mau mengadakan pertemuan keluarga,"

"Kamu ada apa sih? Kalau memang tidak suka, tidak usah berangkat!" ucap Selvi sedikit keras.

"Tuh, kamu lihat kan! Adik saya yang tidak pernah berani bernada tinggi, sekarang berani dan semua itu gara-gara kamu!" kata Haidar ke Putri dengan menunjuk tangan kanannya ke arah Putri.

Menurut silsilah keluarga, Putri memang bukan bagian mereka. Dia adalah anak dari istri pertama tetapi lahir dari Ayah yang berbeda, sementara yang lainnya lahir dari istri kedua, yang sayangnya setelah melahirkan anak ke 6 meninggal dunia.

Sejak dulu, semua saudara memang memperlakukan Putri berbeda, terlebih Widya yang begitu membencinya. Hanya anak terakhir saja, sangat menyayangi dan mau melindunginya.

Sikap Widya menjadi berbeda setelah dirinya tahu, bahwa Putri yang sudah menolong semua saudara-saudaranya, dari sebuah musibah yang pernah menimpa mereka, sehingga kehilangan rumah.

Semenjak saat itulah, satu per satu mulai menerima dan menghargainya sebagai anak tertua. Hujatan, masih terus diberikan kepada Putri, Ardan yang mendengarnya, sengaja untuk berdiam diri, dia hanya ingin membuktikan seberapa jauh langkah Haidar.

"Apapun, yang akan kamu lakukan saya akan tetap menyelenggarakannya!" kata Putri yang menampar Haidar cukup keras.

"Dasar orang yang nggak tahu diri!" kata Haidar yang setelahnya mendapatkan tamparan keras dari Selvi.

"Kamu kak, yang tidak tahu diri!" kata Selvi dengan nada berapi-api.

Putri memutuskan untuk pergi dari Rumah Widya, dirinya merasa tugasnya sudah selesai, sekarang waktunya untuk mempersiapkan semua untuk pertemuan keluarga tersebut.

Haidar semakin takut, terlebih semua keluarga sudah mulai memesan tiket dan merencanakan kegiatan mereka. Suasana yang begitu hangat dan sangat diinginkan oleh Widya serta kedua orang tuanya.

"Saya tidak boleh menyerah, daripada saya harus kehilangan segalanya," kata Haidar

Lelaki itu mulai meneror Putri dengan berbagai hal, mulai dari mengirimkan semua pernyataan Widya pada waktu dirinya membenci sampai berkata kotor. Hanya saja, Putri tidak bergeming dan progres menuju hari H semakin baik.

Beberapa hari menjelang pertemuan diadakan, Putri pergi ke makam Widya untuk mengirimkan doa, disana dirinya tampak menangis dan berkata, "Sepertinya aku tidak sanggup untuk mengatakan semuanya kepada seluruh keluarga, maafkan aku."

Haidar masih terus meneror Putri dengan berbagai cara, hingga akhirnya ada seseorang yang memutar video dari Widya, yang membicarakan tentang surat wasiat dari Ayahnya.

Memang selama ini, dirinya menahan untuk tidak dibacakan karena ada satu masalah yang akan terbongkar, mengenai Haidar yang ternyata bukan anak dari Ayah dan ibunya.

Haidar adalah anak yang ditemukan di depan rumahnya yang lahirnya bersamaan dengan Selvi, agar tidak menimbulkan masalah, Ayahnya mengatakan kalau bayinya kembar tetapi tidak identik.

Haidar kemudian menulis beberapa kata yang intinya video itu bohong, dan semua itu hanyalah rekayasa. Sayangnya, tidak ada yang peduli, Haidar mencoba menghapusnya tetapi tidak bisa.

Dilema yang dialami oleh Widya membuatnya terus berpikir harus bagaimana mengatakannya, terlebih dalam amanat Ayahnya, mewajibkan untuk semua anak akan dipotong 50% dan diberikan kepada Putri, karena dirinya yang sudah berjasa, dan mau menanggung semua beban ketika rumah Ayahnya harus disita oleh Bank karena Haidar.

Isi video tersebut membuat heboh semua keluarga, beberapa orang mengirimkan pesan ke Putri, beberapa lagi memberikan semangat agar pertemuan itu dapat dilaksanakan sesuai rencana..

Haidar merasa malu, tetapi dirinya cukup lega karena rahasia rumah yang disita bank tidak diungkapkan. Semua itu memang keputusannya dan kakaknya, memaksa untuk mengambil hutang bank demi memenuhi keinginannya.

"Terima Kasih, ya!" Kata Putri kepada Ardan,

"Untuk Apa?" tanya Ardan,

"Untuk pemutaran video tersebut, saya nggak nyangka kamu berhasil menemukannya," kata Putri

"Jadi kamu tahu keberadaan Flashdisk itu?"

"Iya, semua isinya yang sebenarnya didalamnya masih ada satu rahasia lagi yang sengaja saya potong," kata Putri.

Ardan terdiam dan melihat Putri begitu tajam, dirinya jadi teringat perkataan Widya kalau didalam keluarga ada yang mampu memerankan dua tokoh sekaligus, sementara dirinya sendiri ingin mengungkapkan itu tetapi tidak bisa.

Karena ada masa lalu Widya yang diketahui oleh Putri dan itu bisa membuatnya sangat malu dan mungkin semua orang akan kecewa. Rahasia itu masih tersimpan rapi, entah kapan akan terbuka, atau mungkin memang dibiarkan tertutup begitu saja, karena apa yang diinginkan sudah terwujud.

Pertemuan keluarga akhirnya berlangsung, Haidar memang tidak datang. di grup sebenarnya dirinya terus ditanyakan, karena bagi mereka setiap manusia pasti punya salah dan rahasia.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun