“Di, aku bersalah, aku pantas menerima amarahmu. Tapi dia, yang kau benci, hanya pelampiasan saja, tak lebih.”
“Hah! Bohong yang lain.”
“Itu benar, dan aku juga sudah tidak bersamanya.”
“Dan aku sebagai pihak yang tak punya rasa.”
“Itu sebuah kesalahan!”
“Kau tau aku tak suka namun kau masih bersama si bangsat itu!” terucap sudah.
“Itu sebuah kesalahan dan sudah berakhir sekarang!”
“Tapi terlambat! Aku telanjur luka.” Matanya berkaca. “dan ini bukan soal dia saja, tiap aku mencoba mundur mengalah untuk kita akan suatu masalah kau selalu maju untuk melukai setelahnya. Selalu begitu.” Lalu hening.
“Bertahun aku mencoba menyusun hati dan berhasil. Aku sudah mundur dari hidupmu, dan tiba-tiba kau datang lagi. Kau membuka lagi semuanya.”
“Aku mencoba menyingkirkanmu dari pikiranku tapi tak bisa. Aku terlampau jatuh ke dalammu. Aku mencintaimu.”
“Terlampau banyak cinta dalam hatimu hingga aku tak pernah punya tempat. Dan kau terlalu gampang untuk itu.”