Meningkatkan literasi media di kalangan masyarakat merupakan langkah fundamental untuk mengatasi dampak negatif dari pencitraan politik di era digital. Literasi media adalah kemampuan untuk memahami, menganalisis, dan mengevaluasi informasi yang diterima, termasuk mengidentifikasi bias atau manipulasi dalam konten media. Dalam konteks politik, literasi media memungkinkan masyarakat untuk lebih kritis dalam menilai informasi yang disajikan oleh politisi, sehingga keputusan politik yang dibuat menjadi lebih bijak dan terinformasi.
Salah satu manfaat utama dari literasi media adalah membantu masyarakat memahami cara kerja algoritma media sosial. Sebagian besar pengguna media sosial tidak menyadari bahwa apa yang mereka lihat di beranda mereka telah disaring dan diprioritaskan oleh algoritma berdasarkan preferensi sebelumnya. Fenomena bubble filter ini mempersempit pandangan pengguna, memperkuat bias yang sudah ada, dan menghambat akses terhadap sudut pandang yang berbeda. Dengan literasi media, masyarakat dapat lebih sadar tentang bagaimana algoritma memengaruhi konsumsi informasi mereka dan belajar mencari sumber alternatif untuk mendapatkan perspektif yang lebih seimbang.
Selain itu, literasi media juga penting dalam mengenali hoaks dan disinformasi. Hoaks sering kali dirancang untuk memanipulasi emosi, seperti rasa takut atau marah, sehingga sulit untuk diabaikan. Program literasi media yang efektif dapat mengajarkan masyarakat cara memverifikasi informasi melalui sumber terpercaya, seperti lembaga pemeriksa fakta atau media kredibel.
Untuk mencapai tujuan ini, literasi media harus menjadi bagian dari kurikulum pendidikan formal, mulai dari sekolah menengah hingga perguruan tinggi. Mata pelajaran khusus tentang literasi digital dapat mencakup pemahaman tentang algoritma, analisis berita, serta cara membedakan fakta dari opini atau propaganda. Selain itu, program literasi media juga dapat diselenggarakan melalui komunitas lokal, perpustakaan umum, atau platform digital yang bekerja sama dengan pemerintah atau organisasi masyarakat sipil. Kampanye publik seperti lokakarya, seminar, atau kampanye di media sosial juga dapat meningkatkan kesadaran tentang pentingnya literasi media.
Â
Penguatan Regulasi terhadap Hoaks dan Disinformasi
Regulasi terhadap hoaks dan disinformasi di media sosial adalah langkah strategis yang perlu diambil oleh pemerintah untuk melindungi masyarakat dari manipulasi informasi. Namun, penguatan regulasi ini harus dilakukan secara hati-hati agar tidak melanggar kebebasan berekspresi yang merupakan bagian penting dari demokrasi.
Salah satu langkah konkret yang dapat diambil adalah memperkuat kerja sama antara pemerintah dan platform media sosial. Sebagai perusahaan yang memegang kendali besar atas distribusi informasi, platform seperti Facebook, Twitter, dan TikTok memiliki tanggung jawab untuk memastikan bahwa ekosistem digital mereka bebas dari konten yang menyesatkan. Pemerintah dapat mendorong platform-platform ini untuk mengadopsi sistem pendeteksian otomatis yang lebih canggih dalam mengidentifikasi dan menghapus hoaks.
Selain itu, transparansi dalam penggunaan algoritma oleh platform digital juga sangat penting. Algoritma yang memprioritaskan konten sensasional sering kali memperburuk polarisasi politik. Dengan mendorong transparansi, masyarakat dapat lebih memahami bagaimana algoritma bekerja dan menuntut perubahan jika algoritma tersebut dianggap tidak mendukung ekosistem informasi yang sehat.
Di tingkat nasional, pemerintah dapat merancang undang-undang yang melindungi masyarakat dari dampak negatif hoaks, tanpa mengorbankan hak-hak individu. Sebagai contoh, Jerman telah mengesahkan undang-undang NetzDG yang mewajibkan platform media sosial untuk menghapus konten ilegal dalam waktu 24 jam setelah dilaporkan. Namun, regulasi seperti ini harus disesuaikan dengan konteks lokal di Indonesia untuk memastikan bahwa tidak ada pelanggaran terhadap kebebasan berpendapat.
Â