Framing adalah salah satu teknik yang paling sering digunakan dalam pencitraan politik. Dengan memilih sudut pandang tertentu, politisi dapat mengarahkan persepsi publik sesuai dengan tujuan mereka. Sebagai contoh, seorang politisi yang mengunggah foto dirinya sedang bercocok tanam bersama petani dapat menciptakan kesan bahwa ia peduli terhadap sektor pertanian. Namun, tanpa program kebijakan yang nyata, pencitraan semacam ini hanya bersifat permukaan.
Manipulasi persepsi juga sering dilakukan melalui pengeditan konten. Beberapa politisi menggunakan tim media profesional untuk memastikan bahwa setiap unggahan mencerminkan citra yang diinginkan. Bahkan, dalam beberapa kasus, konten yang diunggah tidak mencerminkan kenyataan di lapangan.
Sebagai contoh, seorang politisi yang mengunggah foto dirinya sedang bercocok tanam bersama petani dapat menanamkan kesan bahwa ia peduli terhadap sektor pertanian. Namun, pencitraan semacam ini sering kali hanya bersifat permukaan jika tidak disertai program nyata yang mendukung petani, seperti kebijakan terkait akses pasar atau subsidi pupuk. Tanpa tindakan konkret, visual ini lebih sekadar alat pemasaran daripada bentuk keterlibatan yang sebenarnya.
Selain framing melalui visual, retorika politik juga kerap digunakan untuk menyajikan isu dari sudut pandang tertentu. Contohnya, sebuah kebijakan yang memiliki dampak negatif bagi masyarakat bisa saja disajikan sebagai sebuah keberhasilan jika politisi hanya menyoroti aspek yang terlihat positif. Proyek infrastruktur, misalnya, sering kali difokuskan pada hasil yang megah tanpa membahas biaya utang atau dampak lingkungannya.
Manipulasi Persepsi Publik melalui Media Digital
Pengelolaan persepsi publik tidak hanya bergantung pada framing, tetapi juga pada manipulasi konten yang dirancang untuk menciptakan narasi tertentu. Dengan dukungan tim media profesional, politisi sering kali memastikan setiap unggahan di media sosial mereka sesuai dengan citra yang ingin ditampilkan. Teknik manipulasi ini mencakup berbagai metode, seperti:
Pengeditan Visual:
Foto dan video yang diunggah di media sosial sering kali dirancang sedemikian rupa untuk menonjolkan elemen-elemen tertentu. Misalnya, pencahayaan atau sudut pengambilan gambar dapat dimanfaatkan untuk menciptakan kesan yang lebih dramatis atau humanis. Sebuah foto politisi yang tersenyum di tengah kerumunan rakyat dapat memberikan ilusi kedekatan, meskipun interaksi tersebut mungkin hanya berlangsung sebentar.
Seleksi Konten:
Hanya momen-momen tertentu yang dipilih untuk dipublikasikan, biasanya yang dapat menggugah emosi positif. Sebaliknya, momen yang menunjukkan kekurangan atau kelemahan cenderung dihindari. Contohnya, politisi yang hanya menampilkan unggahan saat membantu korban bencana, tetapi jarang membahas kebijakan untuk mencegah dampak bencana di masa depan.
Pengelolaan Komentar: