Mohon tunggu...
Rizki Maulana Akbar
Rizki Maulana Akbar Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa aktif S1 Komunikasi

Sedang mengenyam pendidikan S1 Ilmu komunikasi

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Pencitraan Politik di Era Sosial Media

26 Desember 2024   21:37 Diperbarui: 26 Desember 2024   22:06 45
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Untuk menjaga citra, beberapa politisi atau tim media mereka melakukan moderasi ketat pada komentar di media sosial. Komentar yang berisi kritik atau pertanyaan sulit sering kali dihapus, sehingga hanya dukungan positif yang terlihat oleh publik.

Narasi Parsial:

Fakta yang disajikan sering kali tidak sepenuhnya mencerminkan realitas. Misalnya, sebuah program yang belum terealisasi sepenuhnya dapat ditampilkan seolah-olah sudah berhasil, atau statistik tertentu digunakan secara selektif untuk menguatkan narasi positif.

Dampak Pencitraan terhadap Opini Publik dan Demokrasi

Fenomena Bubble Filter

Salah satu dampak terbesar media sosial adalah terciptanya fenomena bubble filter, di mana algoritma media sosial menampilkan konten yang sesuai dengan preferensi pengguna. Akibatnya, pengguna cenderung hanya melihat informasi yang memperkuat pandangan mereka, sementara pandangan yang berbeda diabaikan.

Dalam konteks politik, bubble filter dapat memperkuat polarisasi di masyarakat. Pendukung suatu kandidat hanya akan melihat konten yang mendukung narasi positif tentang kandidat mereka, sementara narasi negatif tentang lawan politik lebih menonjol. Fenomena ini tidak hanya menghambat dialog lintas kubu, tetapi juga memperkuat stereotip dan prasangka terhadap pihak lain.

Popularitas Mengalahkan Substansi

Di era media sosial, popularitas sering kali lebih penting daripada substansi. Politisi yang memiliki kemampuan menciptakan konten menarik cenderung lebih mendapatkan perhatian publik dibandingkan mereka yang fokus pada gagasan atau kebijakan.

Sebagai contoh, selama Pemilu 2019, banyak politisi muda yang mendapatkan popularitas besar melalui media sosial. Mereka menggunakan teknik pemasaran digital untuk menarik perhatian, seperti memanfaatkan hashtag atau bekerja sama dengan influencer. Namun, di balik popularitas tersebut, tidak selalu ada visi atau program kerja yang jelas.

Erosi Kepercayaan Publik terhadap Komunikasi Politik

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun